Selasa, 06 Juli 2021

Dewan Gereja Dunia

 

I. PENDAHULUAN

Dewan Gereja-gereja se-Dunia (bahasa Inggris: World Council of Churches, bahasa Perancis: Conseil œcuménique des Églises, bahasa Jerman: Ökumenische Rat der Kirchen, bahasa Spanyol: Consejo Mundial de Iglesias) adalah perhimpunan Gereja-gereja yang paling luas dan paling inklusif di antara banyak gerakan ekumenis lainnya yang bertujuan untuk membentuk kesatuan di antara umat Kristen[1]. Alkitab berbicara tentang kesatuan orang-orang percaya, namun berbicara juga tentang keharusan berpegang pada kebenaran. Banyak reformis, seperti yang telah kita lihat, berpegang pada kebenaran namun dengan mereka bersikap seperti itu malah mengakibatkan terjadinya perpisahan gereja. Yang lain seperti Alexender Campbell dan John Nelson Darby, menentang perpecahan Gereja atas nama kesatuan Gereja. Tetapi malangnya, ide mereka tentang kebenaran ditentang juga, dan kesatuan yang mereka upayakan tidak pernah terwujud. "Berbicara tentang kebenaran dalam kasih" tidak pernah mudah dilakukan. Namun, John R. Mott dan rekan-rekannya sadar bahwa karya misi yang efektif membutuhkan kerja sama dan kesatuan gereja -- dan mungkin kesatuan gereja membutuhkan pekerjaan misi. Sekelompok angsa akan berkumpul bersama selama semuanya bergerak menuju arah yang sama. Jika orang-orang Kristen hanya duduk dan berpikir saja, mereka tidak akan sepaham dengan nilai-nilai teologi yang indah. Tetapi, bila mereka dikaryakan dengan menyebarkan Injil Kristus, mungkin ketika itulah kita akan merupakan suatu badan yang menyatu seperti yang diinginkan Kristus.[2]

II. ISI / PEMBAHASAN

A. Pembentukkan Dewan Gereja – Gereja Se Dunia 1937 - 1948[3]

            Pada tahun 1910 diadakanlah konferensi pengutusan sedunia di Edinburgh negera Skotlandria, konferensi itu menandai pertama kalinya para gereja sedunia berunding untuk kerja sama demi melaksanakan amanat agung. Alasan-alasan atau dorongan-dorongan[4] dari pendiri DGD adalah antara lain:

  1. menurut PB gereja adalah satu dan setiap gereja harus terbeban mengadakan hubungan baik dengan semua gereja yang lain.
  2. perpecahan dan ketidak satuan diantara umat Kristen menginsyaratkan kepada dunia non-Kristen bahwa agama Kristen tidak benar.

Gagasan – gagasan untuk mendirikan suatu dewan gereja – gereja mulai dikemukakan sejak akhir perang dunia I. Dirasa perlu untuk mendirikan suatu persekutuan gereja – gereja sebagai “jiwa“ untuk kerja sama antara bangsa –bangsa. Sejak 1928 iklim berubah dan orang mulai mecari jalan untuk mewujudkan kerja sama yang lebih akrab. Pada tahun 1933 organisasi – organisasi oikumenis seperti faith and order dan life and work, bersama dengan IMC, World Alliance, WSCF dan YMCA sedunia mulai membicarakan kemungkinan untuk mendirikan suatu organisasi oikumenis yang mencakup semua bidang pelayanan gereja ( tujuan yang dirumuskan Oldham tahun 1934 ). Faktor – faktor yang mendukung perkembangan ini resesi ekonomi dan keadaan politik internasional. Karena resesi ekonomi juga gereja – gereja mengalami kesulitan keuangan, sehingga dirasa lebih bijaksana untuk mengkonsenterasikan semua kegiatan oikumenis dalam satu wadah. Keadaan politik internasional khususnya munculnya negara – negara totaliter, mempertahankan gereja – gereja dengan suatu ancaman yang sebaiknya dihadapi bersama. Dalam dunia yang sedang dilanda oleh bahaya nasionalisme gereja – gereja harus memperlihatkan diri sebagai una sancta, suatu persekutuan dalam Tuhan yang melampaui batas negara-negara. Persekutuan rohani dalam Kristus harus menjadi lebih nampak, yang menjadi pelopornya adalah William Temple dari gerakan faith and order yang mengusulkan pada tahun 1935 untuk membentuk suatu dewan oikumenis internasional gereja – gereja, dan Joseph Oldham yang pada tahun 1936 yang mengusulkan dalam rapat life and work bahwa konperensi life and work di Oxford dan konferensi faith and order di Edinburgh dimanfaatkan juga untuk membicarakan masa depan gerakan oikumenis. Dalam rapat di London tanggal 8-10 Juli 1937, disepakati telah tiba waktu untuk mendirikan suatu World Council Of  Churches (WCC, nama yang diusulkan oleh seorang peserta Dr. S.M.Cavert), yang mewakili gereja – gereja dan memperhatikan soal life and work dan faith and order. Baik Oxford maupun Edinburgh menerima rencana ini dan masing – masing sidang menunjukkan tujuh wakil dan tujuh pengganti untuk duduk dalam panitia empatbelas yang harus mempersiapkan DGD dalam mencari dukungan gereja – gereja untuk rencana ini.

            Konferensi diadakan di Utrecht pada tanggal 9-12 Mei 1938 diputuskan bahwa WCC tidak boleh menjadi super gereja yang mengambil alih tugas – tugas dan wewenang gereja anggota. Sebagai dasar WCC diambil rumusan yang telah dipakai oleh faith and order dahulu “The World  Council of Churches is fellowship of churches with accept our Lord Jesus Christ as God and saviour “ (Dewan gereja – gereja sedunia adalah persekutuan gereja –gereja yang menerima Tuhan kita Yesus Kristus sebagai Allah dan Juruselamat). Sejak awal IMC dilibatkan dalam usaha – usaha untuk mendirikan WCC di Tambaran 1938 dibicarakan mengenai hubungan antara kedua organisasi ini harus diberi bentuk. Rencana untuk mengadakan sidang raya DGD yang pertama pada tahun 1941 digagalkan karena perang dunia ke II (1939 – 1945). Akan tetapi ke tiga kantor DGD berada dikota yang tidak diduduki sedangkan kantor pusat di Jenewa berada dalam Negara netral, yang dapat ,mengadakan  hubungan-hubungan semua pihak yang berperang. Ada beberapa sidang DGD[5] diantaranya sebagai berikut :

1. Sidang Raya DGD I

            Pada bulan Februari 1946 provisional committee bertemu untuk pertama kali sesudah perang di Jenewa. Ditetapkan bahwa sidang raya pertama akan diadakan pada bulan Agustus 1948 di Amsterdam. Dengan jumlah anggota, walaupun ada perang telah mencapai 100 gereja. Ketua – ketua DGD yang dipilih adalah Fisher, Uskup agung Cantebury, pengganti Temple yang telah meninggal 1944 uskup agung Swedia, Eidem, uskup agung Germanos, Boegner dan Mott. Pada tahun 1946 IMC dan DGD mendirikan bersama commissen of the churches on international affaris, yang meneliti hubungan internasional. Sebagai tema sidang raya yaitu “ Man’s disoder and God’s design “ (kekacauan manusia dan rencana Allah) suatu tema yang mencerminkan keadaan pembangunan kembali sesudah perang. Sidang raya DGD yang pertama diadakan di Amsterdam pada tanggal 22-32 Agustus 1948. Jumlah gereja anggota telah bertambah menjadi 147 gereja dari 44 negara. Jumlah wakil resmi adalah 351 tetapi ada banyak hadirin yang lain. Pada tanggal 23 Agustus 1948 The World Council of Churches didirikan secara resmi sebagai ketua dipilih Fisher, Eidem, Boegner, Germanos, G. Bromley Oxnam (  Metodis dan Amerika ) dan Prof. Tsu Chen Chao dari Beijing. J. Mott menjadi ketua kehormatan sedangkan Visser’t hooft dipilih sebagai sekertaris umum. Tema sidang dibahas dalam 4 seksi yang mewakili keempat aliran gerakan oikumenis yang memberi sumbangan kepada DGD :

v  The universal church in God design ( Gereja universal dalam rencana Allah ) faith and order.

v  The Church’s witness to God design ( Kesaksian gereja tentang rencana Allah ) IMC.

v  The Church and the disorder of society ( Gereja dan kekacauan masyarakat ) Life and work.

v  The church and international disorder ( Gereja dan kekacauan internasional ) World Alliance.

DGD adalah wadah dimana gereja – gereja dapat berkumpul dalam suatu persekutuan rohani, untuk berunding dan mencari jalan keesaan yang lebih sempurna.

 

B. Sejarah Singkat DGD dari sidang raya II – VI

2. Sidang Raya DGD II

            Sidang raya DGD II diadakan di Evanston (USA, dekat Chicago), pada tanggal 15-31 Agustus 1954. temannya adalah “:Christ, the hope of the world (Kristus harapan dunia). Yang hadir adalah 502 utusan dari 132 dari 136 gereja anggota DGD. Tema dibahas dalam 6 seksi yaitu:

  1. Faith and order –our oneness in Christ and our Disunity as Chrurches (iman dan tata gereja –keesaan kita di dalam Kristus dan perpecahan kita sebagai gereja).
  2. Evangelism-The mission of the Church to those out side  her life (penginjilan-pekabaran injil gereja kepada orang-orang yang ada diluar kehidupannya).
  3. Social Questions-the responsible society in a wold perspective (masalah-masalah social-masyarakat yang bertanggung jawab didalam perspektif  seluruh dunia).
  4. Internasional affairs-Christians in the struggle for wold community (perkara-perkara internasional-orang-orang Kristen dalam pergumulan terhadap masyarakat dunia).
  5. Inter-group relations-the church amid rasial and ethnic tensions (hubungan-hubungan antar kelompok –gereja ditengah-tengah ketegangan ras  dan suku).
  6. The laity-the christians in his vacation (kaum awam-orang kristen dalam panggilannya).

Sidang Raya DGD tidak hanya boleh menjadi manifestasi keesaan gereja, tetapi juga harus menghasilkan suatu rencana kerja untuk pekerjaan gereja-gereja dimasyarakat, supaya keesaan menjadi lebih konkrit.

3. Sidang Raya DGD III

            Sidang raya DGD III dimulai pada tanggal 19 Nov.-5 Des. 1961 di New Delhi adalah sidang raya pertama yang diadakan diluar dunia luar Barat. Oleh sebab itu sangat disadari bahwa di dunia ini masih ada banyak agama lain dan bahwa gereja berada ditengah-tengah dunia dengan banyak agama dan kebudayaan. Temanya ialah “Jesus Christ, the light of the wold” (Yesus Kristus terang dunia), dihadiri oleh 1000 orang diantaranya 577 utusan resmi yang mewakili hamper 200 gereja anggota menghadiri sidang raya DGD. Tema dibahas dalam 3 seksi yaitu: Witness, service  dan unity (dalam kesaksian pelayanan dan keesaan). Ada beberapa peristiwa penting yang terjadi ketika pada sidang raya New Delhi:

  1. Penggabungan antara IMC dan DGD
  2. Gereja-gereja Ortodox Rusia, Rumania, Bulgaria, Polandia menjadi anggota sehingga unsur ortodox sangat diperkuat dan menjadi lebih nyata bahwa gereakan oikumenis bukan hal Protestan saja.
  3. Beberapa gereja dari dunia ketiga menjadi anggota dan juga satu gereja Pentakosta dari Chili.
  4. Gereja-gereja Ortodox berpendapat bahwa dasar DGD  terlalu Kristosentris seakan-akan Allah tidak bekerja sebagai pencipta dan melalui Roh Kudus.
  5. Untuk pertama kalinya pada sidang raya DGD peninjau-peninjau dari gereja Katolik Roma, sebagai hasil sikap lebih terbuka.
  6. DGD harus membicarakan soal-soal politik yang menyebabkan perbedaan pendapat antara gereja anggota.
  7. Dikeluarkan suatu pernyataan tentang suatu oikumenis gereja yang biasanya dikutip sebagai All in each place.

Konferenci new Delhi memberie kesan bahwa pengintergrasian secara struktural DMI ke dalam organisasi DGD adalah upaya untuk mendamaikan pemikiran yang memisahkan antara kesaksian atau misi dan dialog. Pada konferenci new Delhi terjadi pergeseran penekanan konsep missioner dari kesaksian menjadi dialog.[6]

4. Sidang Raya DGD IV

            Sidang raya DGD IV diadakan di Upsala, Swedia 4-20 Juli 1968, dengan jumlah peserta 2700 orang menghadirin sidang raya ini diantaranya 704 utusan resmi. Tema yang dibahas adalah “Behold I make all things new (lihat, Aku menjadikan segala sesuatu baru, Why.21:5). Pada sidang raya ini kta kuncinya adalah pembangunan. Tema dibahas dalam 6 seksi yakni:

a.       The holy spirit and the catholicity of  the church (Roh Kudus dan katolisitas gereja)

b.      Renewal in Mission (pembaharuan dalam pekabaran Injil)

c.       Wold Economic and Sosial development (ekonomi dunia dan perkembangan masyarakat )

d.      Towards justice and peace in international Affairs (menuju keadilan dan perdamaian dalam perkara-perkara internasional)

e.       Worship (ibadah)

f.        Towards new styles of living (menuju gaya hidup baru).

5. Sidang Raya DGD ke V

             Sidang Raya DGD ke V diadakan di Nairobi, Kenya dari 23 Nov-10 Des.1975. dengan temanya yakni Jesus Christ frees and unites (Yesus Kristus membebaskan dan mempersatukan), dihadiri sekitar 2300 orang diantaranya 676 utusan resmi dari 286 gereja anggota. Untuk pertama kalinya wakil-wakil dari agama-agama lain diundang.

Ada 6 seksi yakni:

  1. Confessing Christ today (artinya mengaku Kristus dewasa ini).
  2. What unity Requires (apa yang dibutuhkan untuk keesaan).
  3. Seeking Community (mencari persekutuan).
  4. Education for liberation and community (pendidikan untuk pembebasan dan untuk persekutuan)
  5. Structures of injustice and struggles for liberation (struktur ketidak-adilan dan perjuangan untuk pembebasan)
  6. Human development (kekuasaan teknologi dan kualitas hidup).

7.      Sidang Raya DGD ke VI

Sidang Raya DGD ke VI diadakan Vancouver, Kanada 24 Juli 10 Agus.1983. yang hadir sekitar 3000 peserta diantaranya wakil dari 300 gereja. Temanya adalah the life of the world (Yeus Kristus kehidupan dunia).

    1. Witnessing in a divided world (bersaksi dalam dunia yang terbagi-bagi).
    2. Taking steps towards unity. (mengambil langkah-langkah menuju keesaan)
    3. Moving towards  participation (bergerak menuju partisipasi)
    4. Healing and sharing life in community (menyembuhkan dan membagikan kehidupan di dalam persekutuan)
    5. Confronting threats to peace and survival (menghadapi ancaman-ancaman demi perdamaian dan kelangsungan hidup)
    6. Struggling for justice and human dignity (berjuang demi keadilan dan martabat manusia)
    7. Learning in community (belajar dalam persekutuan). 
    8. Communicating with conviction (berkomunikasi dengan keyakinan).

Sidang raya Vancouver meneruskan pekabaran Injil di Melbourne dengan perhatiannya dengan kaum miskin dan golongan-golongan lemah seperti wanita-wanita dan anak-anak. Hasil sidang raya DGD[7] di Voncesover sebagai berikut:

1.      Keesaan yang kelihatan adalah keesaan yang menjadi nyata dalam perayaan perjamuan kudus bersama, kebaktian bersama, dan pelayanan bersama.

2.      Keesaan dalam perjamuan, baptisan dan jabatan digereja tidak terpisah dari keadilan dan perdamaian dalam dunia.

3.      Gereja-gereja harus mencari pemahaman bersama, iman rasuli sehingga mereka dapat menyaksikan dan mengaku iman bersama ini di depan dunia dan demikianlah mendamaikan dan membebaskan umat manusia.

4.      Saling mengakui secara penuh tentang baptisan, perjamuan dan jabatan, sehingga persekutuan gerejani betul-betul menjadi persekutuan nyata yang dapat menjadi persekutuan pemersatu umat manusia.

5.      Cara mengambil keputusan bersama khususnya mengenai acara, supaya menjadi nyata bahwa gereja-gereja membagikan tanggung jawab bersama.

8.      Sidang Raya ke VII

Sidang Raya ke VII menurut rencana akan diselenggarakan di Canberra (Australia) 5-20 Feb.1991.

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh gereja-gereja anggota DGD adalah:[8]

Berupaya mewujudnyatakan keesaan gereja dalam satu iman dan satu persekutuan ekaristi; Meningkatkan kesaksian bersama mereka dalam karya untuk misi dan penginjilan;

  1. Melibatkan diri dalam pelayanan kristen melalui pelayanan demi kebutuhan manusia, meruntuhkan tembok-tembok penghalang antar manusia, mengusahakan keadilan dan perdamaian, serta menjunjung keutuhan ciptaan; dan
  2. Mengupayakan pembaruan dalam keesaan, ibadah, misi, dan pelayanan.

III. Kesimpulan

            Kesatuan itu sangat penting dan sangat dibutuhkan, dan ini terbukti dengan terbentuknya DGD. Sudah nyata bahwa gereja tidak satu untuk mewujudkannya harus membutuhkan suatu badan sebagai tempat untuk berkumpulnya atau bersatunya masing-masing gereja, jika gereja menghadapi persoalan sosial, ekonomi, politik maka jika ada suatu tempat akan dengan mudah masalah itu diselesaikan. DGD mengadakan sidang beberapa kali diberbagai tempat dengan tujuan bahwa untuk mencari suatu keputusan demi kebersamaan dan kesatuan diantara anggota-anggota DGD. Oleh karena itu jelas bahwa dengan terbentuknya DGD ini memberikan gambaran atau pandangan ekumenikal yang dapat berguna bagi gereja dari berbagai denominasi. 

DAFTAR PUSTAKA.

De Jonge, Christiaan.

2006.      Menuju keesaan gereja. Jakarta: BPK G.M

Diktat sejarah gereja umum

Siwu, Richard.

1996.   Misi dalam gereja pandangan ekumenikal dan evangelikal Asia. Jakarta: BPK G.M

http://id.wikipedia.org/wiki/Dewan_Gereja-gereja_se-Dunia

http://www.wcc-coe.org/

 

 

 

 

 

 

 

             

 

 



[3] Christiaan De Jonge. Menuju keesaan gereja (Jakarta: BPK, 2006) Hlm.34-37.

[4] DIKTAT sejarah gereja umum.

[5] Christiaan De Jonge. Menuju keesaan gereja (Jakarta: BPK, 2006) Hlm.38-48.

 

[6] Richard. Misi Dalam Pandangan Ekumenikal Dan Evangelikal Asia. (Jakarta: BPK, 1996) Hlm. 68.

[7] Christiaan De Jonge. Menuju keesaan gereja (Jakarta: BPK, 2006) Hlm.119-124.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar