BAB I
APAKAH WAWASAN DUNIA ITU?
Wawasan
dunia merupakan seperangkat kepercayaan tentang isu-isu yang paling penting
dalam hidup ini. Juga merupakan hal terpenting bagi perolehan pemahaman diri
pribadi maupun orang lain, dimiliki oleh semua orang meskipun tidak semua orang
yang menyadarinya. Merupakan satu skema konseptual yang dipakai untuk
menempatkan atau mencocokkan segala sesuatu yang kita percayai. Penggunaan
skema konseptual yang benar membantu untuk menghasilkan penglihatan yang benar
bagi seluruh pemahaman terhadap peristiwa atau ide-ide. Setiap orang memiliki
wawasan dunia yang berbeda dan ini bisa menjadi sumber konflik. Tetapi tidak
semua orang mempunyai wawasan yang sama sekali berbeda. Untuk lebih memperjelas
penjelasan ini, mari kita lihat gambar berikut:
Kesamaan konsep
Kesamaan konsep hanya Kedua
konsep sama sekali
Hampir sama sedikit saja beda
Melihat Kekristenan
Sebagai Suatu Wawasan Dunia
Pendekatan yang dilakukan di
sini kepada iman sebagai suatu sistem konseptual yaitu wawasan dunia dan hidup
yang seutuhnya. Banyak orang yang menolak Kekristenan, dan ini mereka lakukan
karena dalam diri mereka juga sudah terdapat konsep tertentu. Dan setiap orang
Kristen perlu memperlengkapi diri untuk memberi pandangan yang lebih unggul
baik secara rasional, moral, eksistensial maupun alternatif lain. Bisa juga
digunakan bantuan filsafat.
Arti Penting Peranan
Presaposisi
Setiap orang terlebih dahulu
telah memiliki presaposisi tanpa adanya dukungan dari bukti-bukti otentik. Presaposisi
masing-masing orang berbeda berdasarkan latarbelakangnya. Para ilmuan pun
melakukan hal yang sama sebelum mereka melakukan riset. Asumsi-asumsi dasar atau
presaposisi (bedanya presuposisi sama
presaposisi ki opo yo mas?) penting untuk menentukan tujuan dan pemikiran
teoritis.
Dasar-Dasar Non-Teistis
Dari Pemikiran Teoritis
Pemikiran-pemikiran
teoritis seteoritis apapun yang kita terima dari sains, filsafat, dan bahkan
teologi ternyata sangat dipengaruhi oleh pertimbangan-pertimbangan non-toritis.
Bersifat khusus untuk satu pribadi dan dipengaruhi oleh latar belakang
kehidupan pribadi orang tersebut yang berakar pada agama atau yang berhubungan
dengan hati manusia pusat dari sikap kita terhadap agama. Jadi siapapun yang
menolak suatu Ide dengan alasan rasional atau teoritis telah bertindak di bawah pengaruh faktor-faktor non-rasional.
Pengaruh
yang dimiliki oleh faktor-faktor non-teoritis tidak menyeluruh atau sampai
menutup kemungkinan terjadinya perubahan-perubahan yang mengubah hidup meskipun
seringkali ia bersifat ekstensif. Tidak ada orang yang tidak bisa berubah,
perubahan-perubahan itu bisa terjadi setiap saat. Suatu kejadian atau informasi
baru yang mereka terima dalam hidup mereka bisa membuat manusia memikirkan satu
skema konseptual yang sama sekali berbeda dari sebelumnya.
Elemen-Elemen Utama
Dari Suatu Wawasan Dunia
Kepercayaan-kepercayaan tertentu tentang satu hal bisa
membentuk suatu wawasan dunia dalam diri individu. Setidaknya ada lima
kepercayaan yang membentuk wawasan dunia: Pertama, Allah; Obyek yang
mendapatkan perhatian ultimat dari manusia, bentuknya bisa apa saja, entah itu
Allah yang Maha Tinggi, seks, uang, soal-soal sosial, dll. Jika dilihat dari
sisi ini, maka semua orang mempunyai pandangan tentang Allah, sehingga ideologi
ateis itu menjadi tidak ada. Kedua, Realitas ultimat; Metafisika ini dalam
filsafat sering menjadi subyek yang kompleks dan misterius. Menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan Allah dan alam semesta. Ketiga, Pengetahuan;
Bagaiman cara membuktikan bahwa seseorang memiliki pengetahuan? Cara termudah
adalah dengan menanyakannya kepada mereka tentang obyek itu. Apa pun jawaban
mereka, itulah pengetahuan mereka. Keempat, Etika; Setiap orang melakukan
penilaian moral terhadap perilaku individu bahkan bangsa. Dan jenis kepercayaan
etika ini lebih bersifat mendasar daripada sekedar penilaian moral terhadap
satu tindakan. Bentuk kepercayaan terakhir yang membentuk wawasan dunia adalah Umat
manusia. Selain itu terdapat juga elemen-elemen dalam wawasan dunia yang secara
sadar dipegang walau kurang umum seperti pandangan ideal seseorang tentang
bagaimana sesuatu itu terjadi, juga tentang kesenjangan antara jenyataan dari
berbagai hal dengan bagaimana hal-hal itu seharusnya.
Suatu Kualifikasi Yang
Penting
Pertama, Meskipun setiap orang
sudah memiliki wawasan dunia umum, namun tidak berarti bahwa mereka juga
memiliki kesepakatan dalam setiap isu. Kedua, ketidaksepakatan tersebut bisa
menimbulkan perselisihan sehingga mengakibatkan seseorang itu bisa diusir dari
komunitasnya yang lama meskipun sebenarnya ia tetap ingin berada di dalamnya.
BAB II
WAWASAN DUNIA KRISTEN
Teisme Kristen juga merupakan
wawasan dunia, berikut garis besarnya:
Allah
Wawasan Dunia Kristen bersifat teistis karena percaya
akan keberadaan Allah Yang Maha Kuasa dan berpribadi. Teisme Kristen berbeda
dengan politeisme dalam penegasannya bahwa hanya ada satu Allah (Ul 6:4),
terpisah juga dengan Panenteisme dalam penekanannya bahwa Allah adalah pribadi
yang tidak boleh dicampurbaurkan dengan dunia ciptaan-Nya, juga berbeda dengan
paham mereka bahwa dunia merupakan keberadaan kekal yang dibutuhkan Allah,
menolak untuk membatasi kuasa dan pengetahuan Allah sehingga seolah-olah Allah
adalah oknum yang terbatas. Theisme Kristen bersifat Trinitarian, mencerminkan
keyakinan bahwa Allah Bapa, Allah Putra, Allah Roh Kudus merupakan tiga pusat
kesadaran berbeda yang sama-sama berbagian dalam satu natur Ilahi. Yakin bahwa
Yesus Kristus adalah Allah dan manusia sejati yang kedatangan-Nya ke dalam
dunia digambarkan dengan kata-kata inkarnasi.
Realitas Ultimat
Bagaimana
Allah menciptakan dunia? Bagi Plato, dunia diciptakan oleh suatu keberadaan
yang mirip Allah yaitu sang ‘pembuat’ yang membentuk suatu bahan atau materi
yang abadi sesuai pola ide kekal yang aksis secara terpisah dari sang pembuat. Dalam
hal ini, Allah dalam konsep Plato berada dalam kondisi tertentu yang terbatas.
Sementara itu, banyak pemikir Kristen
berpendapat bahwa dunia diciptakan dari sesuatu yang tidak ada (creatio ex
nihilo), maksudnya, tidak ada apapun sebelum penciptaan selain Allah. Allah
menciptakan dunia berdasarkan kehendak bebas-Nya namun dalam kondisi yang
teratur. Keteraturan ini yang kemudian memungkinkan adanya sains. Wawasan Dunia
Kristen juga berbeda dari semua bentuk Deisme. Menurut mereka, Allah memang
menciptakan dunia, namun setelah itu, Ia memisahkan diri dari ciptaan-Nya itu
dan membiarkannya berjalan sendiri. Bahkan setelah abad ke-20, Allah malah
dianggap tidak mampu bergerak bebas dalam alam raya.
Pengetahuan
Dalam Kekristenan, manusia dapat memperoleh pengetahuan
tentang Allah, karena Allah sendirilah yang telah mewahyukan tentang diri-Nya. Allah
menciptakan manusia dengan sejumlah ide-ide bawaan, disposisi-disposisi, dan
kategori-kategori pikiran, dan ini memungkinkan orang untuk memiliki
pengetahuan tentang ciptaan-Nya juga tentang diri-Nya sendiri. Bukan berarti
bahwa indera manusia jadi kehilangan peranannya dalam memberikan informasi.
Namun perlu juga disadari bahwa dalam empirisisme ada beberapa pengetahuan yang
tidak berasal dari pengalaman indera. Apa yang kita lihat saat ini merupakan
realita kontingen di mana satu obyek pengamatan bisa mengalami perubahan dalam
pengalaman indera jika dalam waktu yang berbeda, mengingat indera terbatas
untuk menangkap kasus apa yang seharusnya terjadi dalam segala waktu. Selain
itu, indera juga telah dipengaruhi oleh
ide-ide, kategori-kategori, dan watak tertentu. Ide ini yang kemudian membawanya kepada pengalaman indera yang
kemudian digunakan untuk menilai realita.
Etika
Fakta bahwa
manusia merupakan gambar Allah juga menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk
yang bermoral. Dosa telah merusak gambar Allah dan membuat manusia berpaling
dari Allah dan hukum moral; akibatnya, manusia sering berbuat kesalahan baik
dalam emosi, tindakan atau pikiran. Allah merupakan sumber hukum, entah itu
hukum keteraturan semesta ataupun hukum moral. Dalam Teisme Kristen, hukum
moral itu bersifat universal dan obyektif. Terdapat prinsip, namun juga
aturan-aturan di dalamnya. Prinsip-prinsip merupakan preskripsi-preskripsi
moral yang lebih umum sementara aturan bersifat lebih spesifik. Prinsip jarang
berubah dengan tingkat universalitas yang tinggi namun tidak jelas kapan waktu
yang tepat untuk penggunaannya sementara aturan mudah berubah sesuai dengan
situasi yang ada. Dan hal ini juga diterapkan dalam Alkitab. Misalnya PB, PB
memberi aturan pada orang Kristen abad pertama namun tidak menyangkut situasi
yang khusus sekarang. Namun dalam saat yang bersamaan beberapa aturan dapat
diterapkan dalam situasi-situasi yang terjadi di setiap waktu. Oleh sebab itu
yang jasi bahan perhatian adalah bahwa di balik setiap aturan terdapat
prinsip-prinsip moral yang mengikat setiap orang dalam setiap waktu. Perlu
diperhatikan bahwa Wawasan Dunia Kristen menolak etika situasi yang mengatakan
bahwa etika Kristen tidak memaksakan kewajiban lain selain kasih. Kasih adalah
hal yang absolut, apapun tindakan yang muncul selama motivasinya kasih, maka
hal itu akan dibenarkan. Padahal kasih belum cukup untuk menjadi panduan bagi
tindakan moral, masih perlu spesifikasi lebih lanjut tentang cara
memanifestasikannya. Kasih juga membutuhkan pimpinan kebenaran moral yang
diwahyukan secara ilahi. Dalam situasi yang membingungkan untuk menentukan prinsip
mana yang harus dipakai, Allah melihat hati kita. Dalam penghakiman Allah tidak
hanya melihat kebenaran dari konsekuensi tindakan, ia juga melihat hati kita.
Umat Manusia
Manusia merupakan makhluk yang bersifat orthodoks, ia
juga merupakan satu-satunya makhluk yang mempunyai gambar Allah namun mampu
melakukan tindakan yang mengerikan. Allah menciptakan dunia sebagai puncak
ciptaan-Nya dengan tujuan untuk memuliakan Allah dan menikmati Dia
selama-lamanya. Namun manusia jatuh ke dalam dosa dan melakukan pemberotnakan
terhadap Allah. Akibatnya manusia
kehilangan kemuliaan Allah (Rm 3:23). Jadi bagi setiap orang Kristen, dosa
adalah fakta pengalaman manusia. Setiap manusia memiliki keterbatasan dalam
banyak hal namun juga memiliki keinginan yang tidak terbatas. Jika keduanya
disatukan, maka akan timbul penderitaan spiritual dan emosional. Bentuknya bisa
berupa keputusasaan (antusiasme salah arah). Menurut Kieerkegard, keputusasaan
bisa merupakan hal yang tidak disadari. Seseorang merasakan ada sedikit hal yang
tidak beres, tanpa mampu menyentuh ketidakberesan itu. Ini bisa mengakibatkan
penolakan diri dan dunia pribadi. Indikasi dari persoalan ini adalah bahwa
ternyata permasalahan manusia itu terletak dalam batin bukan pada apa yang ada
di luar dirinya. Manusia tidak mampu menyembunyikan dirinya sendiri, kesembuhan
ini terjadi melalui hubungan yang lengkap dan benar dengan Allah. Keterbatasan
dan ketidakterbatasan manusia itu hanya dapat disatukan oleh Allah sendiri.
Dalam hal ini, Wawasan Dunia Kristen sadar bahwa kebutuhan manusia untuk
pengampunan dan penebusan menekankan bahwa berkat keselamatan hanya diperoleh
melalui Yesus dan manusia wajib bertobat dari dosa dan beriman kepada Allah;
menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadi, lahir baru dan mempunyai
hubungan yang baik dengan Allah. Bertobat tidak berarti sempurna tiba-tiba
tetapi mempunyai natur dan Roh Allah dan dipanggil untuk menjalani ketaatan
kepada kehendak Allah.
‘Proporsi Utama’
Kekristenan
Proporsi utama Kekristenan adalah fakta bahwa manusia dan
alam semesta di mana mereka tinggal adalah ciptaan Allah yang telah menyatakan
diri-Nya dalam Alkitab. Sementara presaposisi Wawasan Dunia Kristen adalah
bahwa keberadaan Allah diwahyukan dalam Alkitab. Hubungan Allah dengan Alkitab
adalah khusus sehingga wajar kalau kita kemudian menerima perkataan Alkitab
tentang Allah, manusia, dan dunia. jadi semua keputusan kahir tentang
keberadaan Allah dan kebenaran Wawasan Dunia Kristen harus berkaitan dengan
Allah.
BAB III
CARA MEMILIH SUATU WAWASAN DUNIA
Manusia diperhadapkan dengan pilihan di antara sekian
banyak proposisi dari berbagai wawasan dunia, dan pemilihan harus diarahkan
kepada wawasan dunia yang paling koheren tentang dunia ini. Berikut jabaran
pemikiran tentang mekanisme pemilihan ini:
Menguji Suatu Pandangan
Hidup
Ada tiga bentuk ujian: ujian rasio (reason), ujian
pengalaman (experience), ujian praktis (practice).
1.
Ujian Rasio
Bagi kebanyakan
orang Kristen rasio dipandang sebagai musuh iman Kristen. Ujian rasio merupakan
logika, atau lebih tepat lagi hukum non-kontradiksi. Hukum non-kontradiksi menyatakan bahwa Allah, yang dapat berupa apa
saja, tidak dapat menjadi B atau non-B pada saat yang bersamaan atau dalam
pengertian yang sama. Adanya kontradiksi selalu menandakan adanya kesalahan
(error). Karena itu perlu sistem konseptual yang bersifat konsisten secara
logis, jika tidak, bisa berakibat fatal. Kasus inilah yang terjadi pada
skeptisisme dan solipsisme. Ada kontradiksi dalam diri kaum skeptis, mereka
menyatakan bahwa tidak seorangpun yang mengetahui apapun, lalu darimana mereka
bisa memastikan tentang hal ini jika mereka tidak memiliki pengetahuan. Mereka
memiliki absurditas referensi diri. Ketika suatu ide diterapkan pada mereka
sendiri maka ide itu tidak berlaku bagi mereka. Sementara itu solipsisme
menyatakan bahwa hanya diri sendiri yang memiliki keberadaan, namun faktanya
mereka sibuk melakukan pembelaan terhadap orang lain.
2. Ujian Pengalaman
Pengalaman yang menjadi
bahan ujian bisa berasal dari pengalaman yang ada di dalam diri maupun
pengalaman yang ada di luar diri. Bisa menimbulkan konflik jika hanya
memberikan perhatian pada satu sisi. Mereka yang lebih memberikan perhatiannya
pada hal obyektif akan mengabaikan hal subyektif begitu sebaliknya.
Ujian di luar diri terjadi
ketika ide kita diperhadapkan dengan fakta dan pengalaman-pengalaman di luar
diri kita dan akhirnya mempertemukan kita pada konsekuen atau tidaknya ide
kita. Ujian dalam diri terjadi karena adanya kesadaran moral dalam diri manusia
itu sendiri. Kesadaran moral ini digunakan untuk mendukung rangkaian dari
wawasannya atau juga untuk membela diri terhadap serangan dari orang lain.
3. Ujian Praktis
Selain diuji secara
teoritis, wawasan dunia juga perlu menghadapi ujian secara praktis untuk
meyaiknkan kekonsistenan hidup dalam keharmonisan dengan sistem yang dianut.
Sebuah Pertanyaan Mengenai Metode
Ada beberapa metode yang dipakai untuk menjelaskan
wawasan dunia, metode itu antara lain: Deduktif: Keabsahan argumennya dilihat
dari bentuknya dengan anggapan bahwa semua argumen adalah sah jika memiliki
bentuk logika yang sama dengan model yang terkenal tanpa memperhatikan
kata-kata tertentu yang mungkin berbeda.
Pendekatan deduktif ini memberi kepastian logis, bahwa apapun bentuk argumen
yang sah, jika premis-premisnya benar maka kesimpulannya pasti benar. Biasanya
digunakan silogisme untuk lebih memahaminya, yaitu dengan memakai premis mayor,
premis minor yang lebih spesifik dan diakhiri kesimpulan. Contoh: Jika semua A
adalah B dan semua C adalah adalah A maka semua C adalah B. Metode lainnya
adalah Induktif: Pemikiran ini dapat mencakup pemikiran dari beberapa kasus
tertentu menuju ke generalisasi untuk banyak kasus lain. Metode ini tidak
memiliki kepastian logis dan hanya merupakan probabilitas. Interpretasi terbaik
adalah yang paling setia menjelaskan pesan keseluruhan teks sesuai dengan
konteks historis dan sastra. Sebelum interpretasi akhirnya dinyatakan,
seseorang harus mempelajari kosakata, konteks tekstualnya. Dan kondisi historis
saat teks itu ditulis secara teliti. Interpretasi yang paling benar adalah
interpretasi yang paling sesuai dengan informasi yang relevan.
Masalah Kepastian
Orang-orang membutuhkan kepastian tentang apa yang mereka
pikirkan dan yakini. Perlu pembedaan pemahaman tentang matematis dan logika
dengan kepastian di bidang lainnya. Kepastian logika ditemukan secara eksklusif
dengan bidang-bidang logika formal, geometri dan matematis. Namun bagaimana
dengan disiplin ilmu geografi, sejarah, Fisika? Jawaban yang menarik adalah bahwa
ketika seseorang meninggalkan pemikiran rasional yang bersifat formal dan
memasuki dunia darah, keringat, dan air mata, ia harus melepaskan kepastian
logika dan menerima probabilitas. Kalau tidak, masih ada cara lain, kepastian
moral. Menurut Carnell, probabilitas rasional dan kepastian moral yang utuh
atau sempurna tidak mungkin bertentangan.
Dalam hidup, kita sering bertindak dengan keyakinan yang
lebih besar daripada jamian yang diberikan oleh bukti-bukti. Kebanyakan
tindakan dilakukan dengan probabilitas sehingga untuk tujuan praktis,
probabilitas ini menjadi tidak dapat dibedakan dengan kepastian.
BAB IV
PENJELASAN LANJUTAN TENTANG UJIAN RASIO
Kebanyakan orang berpandangan bahwa agama bertentangan
dengan hukum logika. Ada apa sebenarnya dengan kedua prinsip ini:
Apakah Agama Berlawanan
Dengan Logika?
Ada beberapa filsuf yang menolak logika untuk
pendekatannya terhadap agama. Stace dalam artikelnya yang berjudul “Mistik dan
Rasio Manusia” mengungkapkan bahwa semua upaya untuk mencapai Allah dengan cara
logika adalah sia-sia dan orang-orang yang religius harus menolak logika ketika
berhadapan dengan Allah. Baginya, semua upaya untuk merasionalisasikan paradoks
sehingga diterima secara logis adalah sia-sia. Tulisan Stace ini sulit dipahami
karena menimbulkan kontradiksi di dalamnya. Ia menolak logika, namun dapat
menentukan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh logika.
Apakah Agama Melampaui
Logika?
Torrence berpendapat bahwa
rasio manusia tidak memiliki kemampuan sama sekali untuk memahami tentang
Allah. Lalu bagaimana ia dapat meyakini keabsahan pemikirannya sendiri? Carl F.
Henry memandang adanya inkonsistensi dalam pemikiran Torrence. Ia menyetujui
pengetahuan tentang Allah yang obyektif dan proporsional dalam hal
metodologisnya, hal ini tidak berlaku. Menurut Henry, Torrence sudah terdeteksi
skeptisisme. Senada dengan Torrence, muncullah Herman Dooyeweerd ke permukaan
dengan teori ‘Batas’nya yang menyatakan bahwa semua ciptaan Allah adalah obyek
hukum dan Allah adalah subyeknya. Sehingga hukum adalah pembatas hubungan
antara Allah dan ciptaan-Nya, dan hukum yang berada di bawah batas (maksudnya apa nih?) tidak berlaku bagi Allah. Dikemudian
hari ajaran ini menimbulkan masalah setelah diaplikasikan ke dalam rasio
manusia. Muncul keterpisahan mutlak
antara logika Allah dengan logika manusia. Bagi pengikutnya, hukum-hukum logika
tentang inverensi yang sah muncul pada sisi manusia. Menurut L. Kalsbeek,
keterbatasan pikiran kita membuat kita hanya dapat berspekulasi tanpa makna
jika berkaitan dengan hal apapun yang terletak di sisi lain batas. Sehingga
implikasi yang ditimbulkan yaitu bahwa manusia tidak memiliki pemikiran
bermakna tentang Allah. Rasio manusia berada di bawah batas sehingga
kontinuitas antara Pencipta dengan ciptaan menjadi tidak ada. Lalu bagaimana
mereka dapat memiliki pengetahuan yang banyak tentang Allah? Alvin Platinga
memberi rujukan terhadap jenis agnotisisme yang diaplikasikan terhadap logika
Allah dan logika manusia, bahwa jika tidak ada satupun yang benar-benar kita
ketahui tentang Allah maka tidak ada hal yang benar-benar kita percaya
tentang-Nya. Sehingga tentu saja tak satupun konsep kita berlaku bagi Dia.
Penjelasan Lanjut
Tentang Hukum Non-Kontradiksi
Sebelumnya sudah dijelaskan
tentang Hukum non-kontradiksi, berikut penjelasan lanjutannya: Jika A adalah salah satu anggota kelas yang
kita sebut B, maka A bagaimanapun juga tidak dapat menjadi anggota kelas
komplementer non-B sekaligus. Contoh, Dogi merupakan anggota populasi
anjing, namun ia belum tentu sama dengan semua anggota komunitasnya, karena
dalam suatu komunitas terdapat banyak populasi, entah itu lalat, kecoa,
kelelawar, tikus. Jadi jika pernyataan-pernyataan kontradiktif benar bagi suatu
subyek yang sama dalam waktu yang sama, maka segala sesuatu adalah sama.
Membuktikan Hukum Non
Kontradiksi
Hukum non-kontradiksi tidak
dapat dibuktikan secara langsung, hanya tersirat. Mengapa? Pertama, Bukti tidak langsung
dibangun berdasarkan pernyataan bahwa tindakan manusia yang signifikan
mengharuskan kita untuk melihat hukum non-kontradiksi sebagai presaposisi. Bahwa
ada perbedaan antara B dan non-B atau fakta bahwa di dunia ini memang terdapat
perbedaan. Menolak hukum non-kontradiksi sama saja dengan menyatakan bahwa
semua konsekuensi tidak masuk akal, dan mustahil bagi manusia untuk bertindak
signifikan. Argumen kedua mengandung dua elemen: 1) Dalam penggunaan bahasa
perlu diperhatikan, untuk kata-kata yang mengandung makna yang kontras jangan
dipakai kata yang sama dalam arti yang sama dan saat yang sama. 2) dalam tingkat
keberadaan, properti yang kontras tidak mungkin menjadi subyek yang sama pada
saat yang sama dalam pengertian yang sama. Hukum non-kotradiksi bukan hanya
hukum pemikiran namun juga hukum keberadaan. Penolakan terhadap hukum ini akan
mengakibatkan kemusitahilan dan menjadikan segala sesuatu tidak memiliki arti.
Pandangan Mengenai
Absurditas Referensi-Diri
Kondisi ini timbul ketika sebuah teori yang diperhadapkan
dengan dirinya sendiri mengandung kesalahan atau kemustahilan logika. Para awam
filsafat terkejut dengan kenyataan ada begitu banyak pendapat-pendapat yang
absurd ketika filsafat merujuk pada diri sendiri. Misalnya dalam beberapa kasus
ajaran naturalisme, banyak filsuf berargumen bahwa determinisme bersifat
menghancurkan diri sendiri. J.P. Moreland menyatakan bahwa fisikalisme bersifat
menyalahkan diri sendiri. Aliran ini menyebabkan rasionalitas dianggap sebagai
hal yang mustahil. Jadi bagaimana mungkin ia dapat menawarkan suatu teori yang
rasional bila ia meniadakan prakondisi bagi adanya rasionalitas.
Evidensialisme
Banyak orang yang menolak
Kekristenan dengan alasan bahwa dalam Kekristenan tidak ditemukan cukup bukti,
inilah evidensialisme. Menurut Clifford, tidak pernah ada cukup bukti untuk
mendukung kepercayaan religius. Sehingga jika ada orang yang menerima suatu
kepercayaan relihius, maka ia bersalah dalam tindakan yang tak bermoral, tak
bertanggungjawab dan tidak rasional. Para ateis seperti Clifford percaya bahwa
kepercayaan religius adalah salah sampai terbukti bahwa kepercayaan itu benar.
Jadi, orang yang percaya diwajibkan untuk membuktikan bahwa Allah ada.
Penolakan Terhadap
Evidensialisme
Ada beberapa filsuf yang turut ambil bagian dalam upaya
penyelesaian permasalahan ini salah satunya Alvin Platinga. Menurut dia, memang
sangat mungkin sekali ada bukti-bukti yang mendukung kepercayaan tentang Allah
namun ini tidak wajib ada supaya orang mempunyai kepercayaan yang rasional.
Rasionalitas dari kepercayaan religius tidak tergantung pada penemuan argumen
atau alasan yang mendukung. Platinga mengembangkan dua argumen untuk melawan
Clifford: pertama, jika kita mengikuti Clifford, maka semua aktivitas epistemis
akan ditiadakan, kita juga akan kehilangan hak kita untuk mempercayai banyak
pernyataan penting yang muncul tanpa bukti. Kedua, tesis Clifford bersifat
menghancurkan diri sendiri. Jika bagi dia percaya sesuatu tanpa bukti adalah
tidak bermoral, maka mana bukti dari pernyataan evidensialisnya itu? Akhirnya
Clifford menghadapi dilema dengan teorinya sendiri.
Orang Kristen tidak perlu terjebak dengan pola pemikiran
evidensialis karena mereka sendiri tidak bisa memberikan bukti tentang teori
mereka. Mutu dari kepercayaan seseorang tidak ditentukan hanya berdasarkan
bukti melainkan iman. Memang ada banyak bukti pendukung yang bisa digunakan
menguatkan kepercayaan tapi ini bukanlah penentu apakah kepercayaan seseorang
itu rasional atau tidak.
BAB V
KEKRISTENAN DAN UJIAN RASIO
Ada dua
permasalahan yang dapat dilihat dari bab ini. Pertama tentang dugaan adanya
inkonsistensi antara kepercayaan Kristen tentang Allah dengan adanya segala
bentuk kejahatan di dalam dunia ciptaan Allah. Kedua, tentang masalah
inkarnasi, bagaimana mungkin Yesus dapat menjadi Allah sejati dan manusia
sejati. Dari dua kepercayaan tersebut, mereka menganggap bahwa ada kontradiksi
dalam Wawasan Dunia Kristen.
Problema Deduktif
Mengenai Kejahatan
Masalah kejahatan bersumber dari fakta-fakta bahwa
beberapa kepercayaan Kristen bertentangan dengan fakta adanya kejahatan di
dunia. Orang Kristen percaya bahwa Allah itu maha baik, maha tahu, maha kuasa,
Ia adalah Allah yang menciptakan dunia ini. Namun antara sifat-sifat Allah
dengan fakta kejahatan yang ada dalam ciptaan-Nya seolah-olah ada kontradiksi,
yaitu Jika Allah maha baik, maha tahu, maha kuasa, mengapa Ia membiarkan
kejahatan tetap ada. Dengan begitu timbul pemikiran bahwa ternyata Allah tidak
ada. Orang-orang Kristen terjepit dengan fakta ini. Keinginan untuk meneguhkan
kepercayaan kepada Allah diperhadapkan dengan kenyataan bahwa kejahatan memang
ada. Versi deduktif problema kejahatan berupaya untuk menunjukkan bahwa
keberadaan kejahatan secara logis tidak konsisten dengan ajaran dasar iman
Kristen. Dan hal ini telah menyerang sampai ke inti teisme Kristen. Jadi bukan
hanya sekedar pemikiran bahwa Kekristenan mungkin salah, tapi pasti salah. Bagaimana
cara memecahkan masalah ini?
Jika
dirunut, masalah ini timbul dari adanya proposisi bahwa Allah itu eksis, Maha
Kuasa, Maha Tahu, Maha Kasih, Allah menciptakan dunia, namun dunia mengandung
kejahatan. Proposisi-proposisi ini yang menimbulkan masalah deduktif problema
kejahatan. Para ahli kemudian mencari kemungkinan adanya proposisi yang hilang yang
belum sempat terungkap yaitu bahwa ada dunia yang tidak mengandung kejahatan. Ternyata,
proposisi ini tidak benar dan kontradiksi tidak dapat dibuktikan.
Platinga
muncul dengan idenya untuk menambah proposisi baru yang diterima secara logis
yang konsisten dengan proposisi-proposisi lain sehingga kekhawatiran untuk
diserang kembali bisa dikuburkan. Proposisi yang diusulkan oleh Platinga adalah
“Allah menciptakan sebuah dunia yang sekarang mengandung kejahatan dan Allah
memiliki suatu alasan yang baik dalam hal ini”. Jika dirangkum, kepercayaan Kristen itu
menjadi seperti ini:
Allah itu eksis dan Dia adalah Maha Kuasa, Maha Kasih, dan
Dia telah menciptakan dunia. Allah menciptakan dunia yang sekarang mengandung
kejahatan dan Ia memiliki alasan yang baik untuk hal ini. Karena itu dunia
mengandung kejahatan. Dengan begitu kita bisa yakin bahwa ternyata adanya
kejahatan di dunia ini tidak menimbulkan masalah bagi logika Kekristenan. Pertanyaannya
lagi, mengapa Allah mengijinkan kejahatan terjadi? Manusia mencoba mencari
jawaban untuk masalah ini, namun bukankah pemikiran manusia memiliki
keterbatasan?
Inkarnasi
Inkarnasi merupakan
suatu kepercayaan esensial dalam Kekristenan, yaitu tentang kelahiran Yesus
Kristus yang adalah Anak Allah yang kekal dan ilahi ke tengah-tengah umat
manusia. Sehingga Yesus Kristus adalah Allah sekaligus manusia sejati. Doktrin
ini merupakan target yang paling menantang untuk diserang. Menurut mereka, jika
Allah kehilangan salah satu propertinya, apakah Ia masih dapat disebut Allah?
Yesus adalah Allah sejati dan manusia sejati, bagaimana menunjukkan kedua
eksistensi ini dalam cara yang bersamaan? Kesulitan ini serius, namun Morris
membantu kita dengan beberapa pendekatan melalui bukunya yang berjudul The Logic of God Incarnate.
1.
Properti-properti yang Esensial
dan Non-Esensial
Kata
properti menunjuk kepada ciri atau karakteristik sesuatu. Sementara kata
esensial menunjuk kepada properti yang tidak dapat diubah atau hilang tanpa
meniadakan obyek yang bersangkutan dari jenisnya sekarang, properti
non-esensial memiliki pengertian yang sebaliknya. Allah memiliki properti
esensial seperti eksistensi yang niscaya, mahakuasa, mahatahu, tidak berdosa,
dsb. Keberadaan apapun yang tidak memiliki properti esensial keallahan adalah
bukan Allah. Sementara Yesus, Ia memiliki semua properti esensial Keallahan.
Bagaimana dengan manusia, apa properti esensialnya? Menurut Aristoteles,
properti esensial manusia adalah rasionya.
2. Properti-properti yang
Esensial dan yang Umum
Properti umum adalah semua
properti yang khusus dimiliki oleh manusia tanpa harus menjadi esensial. Contoh,
semua manusia mempunyai rambut di kepalanya (umum), namun tidak berarti bahwa
orang yang botak atau gundul itu bukan manusia. Manusia tidak mahakuasa, tidak
mahatahu, juga tidak memiliki eksistensi
kuasa, dst. Ini adalah elemen-elemen dari natur manusia. Meskipun saya punya
kemampuan, namun saya tetap memiliki keterbatasan-keterbatasan.
3. Menjadi Manusia Seutuhnya dan
Menjadi Sekadar Manusia
Menurut Morris, seorang
individu adalah manusia seutuhnya jika ia memiliki properti esensial manusia,
semua properti membentuk natur dasar manusia. Namun menjadi hanya sekedar
manusia jika ia memiliki semua properti ditambah beberapa properti pembatas.
Yesus adalah manusia seutuhnya dan bukan hanya sekadar manusia. Karena Yesus
memiliki semua properti esensial sebagai manusia dan juga memiliki properti Keallahan.
Pemahaman Kristologi Orthodoks
yang senada dengan Morris tentang inkarnasi. Dengan begitu, serangan-serangan
dari para kritikus tentang kekontradiksian Alkitab bisa diselesaikan.
BAB VI
MENGAMATI LEBIH JAUH MASALAH KEJAHATAN
Problema
deduktif kejahatan berubah bentuk menjadi problema induktif kejahatan. Dari perpindahan
dari pernyataan yang keras tentang kesalahan teisme Kristen ke pernyataan yang
lebih halus. Menurut para pengajarnya, kejahatan telah meruntuhkan probabilitas
yang mendukung teisme sehingga kepercayaan teistik menjadi mustahil. Untuk
menjawabnya, sebagian orang percaya bahwa Allah memiliki alasan tertentu untuk
mengijinkan kejahatan tanpa mampu menjawab alasan apa yang membuat Allah
mengijinkan hal itu terjadi. Dari sini timbul prasangka bahwa rasio tidak
relevan sama sekali dalam kepercayaan kepada Allah.
Ada juga
beberapa pemikir Kristen yang cukup berani untuk menjawab realita ini. Ada yang
menitikberatkan pada nilai dan signifikansi dari kehendak bebas manusia. Ada
pula yang menaruh perhatiannya pada arti penting kehidupan manusia yang diatur
oleh hukum. Menurut Tennant, dunia sebagai tatanan moral harus berupa suatu
tatanan fisik yang bercirikan hukum atau keteraturan. Sehingga di dalamnya
karakter, kultur dan intelektual dapat berkembang. Keteraturan ini juga
ternyata bisa menjadi alasan dari munculnya kebaikan dan kejahatan moral dan
juga kejahatan alamiah yang terjadi bukan karena perbuatan manusia. Pendekatan
lainnya adalah penekanan pada gagasan pembentukan jiwa yaitu pandangan tentang
adanya kerinduan untuk menjadi saleh dari manusia agar dapat bersekutu dengan
Dia, untuk mencapai hal ini maka manusia perlu diproses, melalui tantangan,
kekecewaan, dll.
Problema Kejahatan Yang
Tidak Beralasan
Sebuah versi problema kejahatan yang tak beralasan
menjelaskan demikian: Jika Allah ada,
maka semua kejahatan memiliki alasan pembenarannya. Tapi adalah tidak benar
bahwa semua kejahatan memiliki alasan pembenaran. Dengan demikian, Allah tidak
ada.
Sepertinya memang banyak
kejahatan terjadi di dunia ini terjadi tanpa alasan. Namun dengan pengetahuan
manusia yang terbatas sulit untuk memastikan apakah manusia dapat benar-benar
mengetahui bahwa kejahatan khusus benar-benar tak beralasan dan tak bertujuan.
Menurut Jane Mary Trau, satu-satunya jalan yang pasti untuk membuktikan bahwa
dunia ini benar-benar mengandung kejahatan yang tak beralasan adalah dengan
membuktikan bahwa Allah tidak ada.
Problema Kejahatan Dan
Wawasan Dunia Non-Kristen
Para penolak Kekristenan historis menggunakan problem
kejahatan dalam rangka perlawanan mereka terhadap kepercayaan Kristen terhadap
Allah. Naturalisme tidak membenarkan pengikutnya untuk mempercayai semua
kebaikan obyektif. Fenomena tentang “Baik” dan “jahat” tidak merujuk pada hal
yang transenden melainkan pada preferensi subyektif, dan menganggap kedua hal
ini sebagai hal yang relatif. Panteistis Zaman Baru memiliki masalah yang sama
dengan agama-agama Timur. Masalah mereka adalah: jika segala sesuatu adalah
satu, amak yang Esa (Allah atau apapun) bukan lagi keberadaan yang melampaui
kebaikan dan kejahatan. Hal yang kita lihat sebagai jahat atau baik merupakan
hasil ilusi.
BAB VII
NATURALISME
Aliran ini merupakan kompetisi utama wawasan dunia
Kristen. Presaposisi utama mereka adalah: Tidak ada apapun yang eksis di luar
keteraturan material, mekanikal dan natural. S.D. Gaede menjelaskan bahwa
wawasan dunia ini bergantung pada pemahaman bahwa material merupakan realitas
sepenuhnya. Sementara materi yang membentuk dunia ini tidak diciptakan
melainkan selalu ada. Sisi negatifnya adalah anggapan bahwa yang supranatural
itu tidak ada. C.S. Lewis menambahkan bahwa apa yang dipercayai oleh kaum
naturalisadalah fakta ultimat, merupakan suatu proses yang luas dalam ruang dan
waktu yang berjalan mengikuti caranya sendiri. Jadi setiap kejadian tertentu
terjadi karena sudah ada kejadian yang nendahuluinya. Semua benda dan kejadian
saling terkait, tidak ada yang eksis pada dirinya sendiri. Menurut William
Haverson, segala sesuatu dapat dijelaskan berdasarkan hubungan-hubungan partikel
yang membentuk materi itu.
Dari penjelasan-penjelasan di atas dapat disimpulkan
bahwa seorang naturalis adalah seorang yang percaya pada proposisi-proposisi
berikut: yang eksis hanya alam sehingga Allah tidak ada, alam selalu eksis,
alam dikarakteristikkan sebagai keseragaman total, alam adalah suatu sistem
yang determinis, alam adalah suatu sistem yang materialistis, alam adalah
sauatu sistem yang berdiri sendiri. Seorang naturalis juga tidak mempercayai
mujizat.
Terdapat perbedaan antara wawasan dunia Kristen dan
naturalis. Perbedaan itu antara lain: Allah bersifat eksis, Ia-lah yang
menciptakan alam, Ia bertindak bebas dalam alam, kekekalan alam disangkal,
dunia tidak ada tanpa tindakan kreatif Allah dan tidak dapat eksis tanpa
pemeliharaan Allah. Orang Kristen percaya bahwa alam menunjukkan keteraturan
dan kerutinan, eksistensi alam bergantung pada Allah. Akhirnya Teisme Kristen
menyangkal bahwa alam dapat menjelaskan tentang dirinya sendiri.
Kasus Melawan
Naturalisme
Ada penemuan yang tidak dapat dijelaskan secara
naturalistis, dan penemuan ini mengakibatkan ketidakpercayaan terhadap paham
ini.
Menurut
Lewis, pikiran manusia memiliki kemampuan untuk menangkap kebenaran kontingen
apapun kasusnya. Namun pikiran manusia juga mampu menangkap hubungan wajib yang
pasti menjadi kasusnya. Kemampuan untuk menangkap hubungan yang wajib ini
merupakan ciri esensial penalaran manusia.
Hubungan yang wajib ini juga yang perlu ditekankan oleh kaum naturalis
dalam argumen dan penalaran mereka. Namun ternyata mereka mendeskreditkan
penalaran. Pertanyaannya, bagaimana mungkin mereka bisa menjelaskan tentang
alam jika mereka menolak pemikiran? Mungkin memang benar ada
kepercayaan-kepercayaan yang terbentuk tanpa argumen rasional, namun yang
dimaksud di sini adalah hubungan logis antara kepercayaan dan dasar kepercayaan
itu. Pengetahuan tentang satu hal melampaui alam yang beroperasi ketika manusia
bernalar. Masalah lain yang dihadapi naturalisme adalah menjelaskan bagaimana
kekuatan yang tidak bernalar itu mampu membangkitkan pikiran, pengetahuan dan
penalaran yang logis. Naturalis menghadapi masalah besar dengan uji pertama
yang harus dilewati oleh setiap wawasan dunia yaitu rasio.
Ia juga
bermasalah dengan ujian pengalaman tentang bagaimana bisa bermoral yang baik
tanpa percaya dengan Allah? Sementara menurut Rashdall, kepercayaan akan Allah
merupakan presaposisi yang logis bagi moralitas yang obyektif dan absolut. Lalu,
apa yang mereka pikirkan tentang kondisi batiniah yang lain, entah itu tentang
sakit fisik, perasaan kasih kepada orang lain, apakah ini hanya sebatas ilusi,
gangguan syaraf atau sejenis penyimpangan?
Ujian
ketiga adalah ujian praktik. Dalam teori mereka menolak ciri esensial dari
kemanusiaan, mengahpus semua penekanan yang dianggap sebagai eksistensi oleh
kekristenan. Namun dalam hal praktis, mereka melakukan hal yang berbeda.
BAB VIII
GERAKAN ZAMAN BARU
Menurut
Ruth Tucker GZB merupakan suatu variasi mistis, spiritualitas dan kelompok
okultis yang susah didenisikan yang sebenarnya sudah tidak baru lagi. Adanya
ritual pemanggilan roh, bola kristal, mewarnai GZB ini. Gerakan ini merupakan
reproduksi dari aliran kafir kuno yang sudah bercampur baur dengan beberapa
penyelewengan agama modern.
Titik Awal Yang Mungkin
Menurut J. Gordon Melton, titik awal yang mungkin dari
pertumbuhan mereka adalah dengan adanya transformasi berupa kesembuhan yang
kemudian berubah menjadi segmen terbesar dan teridentifikasi dari GZB sebagai
kesembuhan holistis. Peristiwa ini menimbulkan impian bagi banyak kalangan untuk
mentransformasi seluruh ras manusia. GZB merupakan tiruan dari ‘kelahiran
baru’, dan inilah alasan mereka menolak penginjilan Kristen. Pengalaman yang
terjadi pada GZB bersifat religius, sebuah pengalaman religius, mencakup
pelepasan dari aspek-aspek negatif kehidupan seperti hubungan yang rusak atau
tereksploitasi, kemiskinan, sakit, kebosanan, dll. Dibebaskan juga dari cara
pemikiran “orthodoks yang ‘opresif’ yang penting” dalam Kekristenan. Dan
menggantikannya dengan keterbukaan dan kesetaraan dengan hubungan yang positif.
Pengalaman transformasi yang terjadi pada mereka berbentuk pengalaman religius
dan mistis yang mendalam, namun hal ini bukanlah hal yang universal dalam GZB.
Juga bukan akhir, melainkan awal dari serangkaian pengalaman tambahan dan
pencarian yang dimanifestasikan dengan beragam cara.
Peranan Kepercayaan
Dalam Pemikiran GZB
GZB juga memiliki serangkaian kepercayaan dalam hidupnya.
Namun kepercayaan mereka mudah berubah dan perkembangannya masih terus
bergejolak. Kepercayaan bagi mereka memang merupakan hal yang penting namun
masih kalah pentingnya ketimbang pengalaman, juga tidak diwajibkan untuk
membuktikan kepercayaan mereka itu. Ujian terhadap kepercayaan semata-mata
bersifat pragmatis yaitu sejauh mana kepercayaan-kepercayaan itu dapat
bermanfaat. Satu-satunya hal yang konstan dalam pemikiran mereka adalah ketidakpastian
mereka dan berakibat dalam cara pandang mereka tentang Kebenaran (kapital K). Dan
GZB percaya bahwa ada banyak cara untuk mencapai Kebenaran walaupun mereka tidak
tahu apa Kebenaran yang dimaksud. Dan kepercayaan relijius atau spiritual
merupakan salah satu cara untuk mencapainya.
Pemilihan
Kepercayaan-Kepercayaan Di Dalam GZB
Ada beberapa pilihan
kepercayaan yang dilakukan GZB berdasarkan kemampuan fungsionalnya untuk
membawa GZB dalam satu pengalaman tertentu, antara lain:
1) Reinkarnasi dan Karma: Dipilihnya
paham ini didasarkan pada kenyataan bahwa tidak ada jalan pertumbuhan dan
perkembangan spiritual yang dapat diselesaikan dalam satu kali hidup. Setiap individu
akan menghadapi konsekuensi dari perbuatan mereka baik yang sekarang maupun
yang dahulu. Paham tentang reinkarnasi dan karma ini sendiri diadopsi dari
beberapa agama timur, sementara tentang sejarah dan eksistensi berasalah dari
filsuf kuno seperti Plato, Aristoteles, dan kaum Stoik. 2) Energi atau Kekuatan
Universal: Energi dipandang sebagai alat untuk penyembuhan fisik dan psikis.
Energi dasar ini bukan seperti energi yang kita kenal melainkan merupakan suatu
yang menunjang dan meresap dalam eksistensi. 3) Meditasi dan terapi fisik bisa
dijadikan sarana untuk pelesan energi ini.
4) Kesadaran yang Lebih Tinggi.
5) Allah: Banyak penganut GZB merupakan panteis, kepercayaan bahwa segala
sesuatu adalah satu dan yang satu itu adalah Tuhan. Sehingga siapapun dia, ia
adalah Tuhan.
Pandangan Hidup GZB
Tentang Allah: Allah itu
impersonal; ia ada di luar batasan baik dan jahat; segala sesuatu adalah Allah
(panteisme). Metafisika: Dunia ini bersifat ilahi. Epistemologi: Kebenaran
terdapat di dalam setiap manusia; didapatkan melalui kondisi kesadaran mereka
yang mistis.
Etika: Relatif. Manusia: makhluk
spiritual dan merupakan allah-allah. Masalah dasar manusia: ketidaktahuan akan
potensi kemanusiaan kita yang sebenarnya. Solusi bagi masalah: transformasi
kesadaran. Kematian: Suatu ilusi; jalan masuk kepada hidup selanjutnya. Yesus
Kristus: Salah satu dari para guru atau pengajar besar lain yang muncul
sepanjang sejarah.
GZB Dan Ujian Rasio
Terdapat banyak inkonsistensi dalam dari GZB. Sangat
jarang muncul pengajaran tentang hukum non-kontradiksi dalam pemikiran mereka. Bagi
GZB kesadaran manusia merupakan hal terpenting melampaui hukum-hukum logika, sehingga
mereka tidak menggunakan hukum non-kontradiksi dalam uraiannya, akibatnya
uraian tersebut menjadi tidak masuk akal sama sekali. Penganut GZB juga menolak
pendekatan konseptual, evidensial, dan
analitis terhadap agama dan iman. Allah dianggap melampaui semua kategori
manusia dan mereka merasa memiliki kesanggupan untuk membedakan allah dari
teori-teori yang menyesatkan tentang Allah termasuk Kektristenan. Menanggapi
pendapat mereka, Clark dan Geisler mengungkapkan kenyataan bahwa jika Allah
melampui pengetahuan dan ide manusia, maka manusia tidak akan mampu
mengaplikasikan atau mempredikatkan
Allah secara bermakna dan konsisten. Lalu bagaimana mereka dapat
seolah-olah mengerti tentang Allah? Dalam teori pengetahuan relatif yang sangat
mereka banggakan pun terdapat inkonsistensi. Mereka percaya bahwa semua jalan
spiritual akan membawa kepada tujuan yang sama, namun mereka menganggap bahwa
tidak semua jalan itu setara. Tapi mengapa mereka menolak salah satu jalan
diantaranya yaitu Kekristenan?
GZB Dan Ujian
Pengalaman
Salah satu bentuk kegagalan GZB adalah dalam rangka
memberi penjelasan yang benar tentang pertanyaan yang timbul akibat pengalaman
kita akan kejahatan dan penderitaan. GZB tidak bisa memberi penjelasan yang
benar terhadap pertanyaan yang timbul karena pengalaman terhadap kejahatan
karena bagi mereka tidak ada kebaikan atau kejahatan bersifat relatif dan
merupakan hasil dari ilusi atau ketidaktahuan.
GZB Dan Ujian Praktek
Bagaimana seseorang yakin bahwa dalam hidupnya telah
terjadi perubahan-perubahan ke arah yang lebih baik? Mengukur tindakannya
tersebut. Standar yang obyektif dan dapat diketahui. Dan ternyata standar ini
tidak terdapat dalam GZB. Bagi GZB, semua kewajiban sama relatifnya dengan
semua kebenaran atau kejahatan. Lalu jika kejahatan terjadi di depan mata
mereka apa yang akan mereka lakukan?
Ada saat di mana relativisme itu akan berbenturan dengan
nilai-nilai dasar manusia. Kebenaran dan kejahatan tidak sama, apa yang terjadi
ketika kita tertimpa kemalangan? Apakah kita tetap akan setegar itu untuk
mengatakan bahwa apa yang terjadi itu merupakan hal yang relatif.
BAB IX
INKARNASI DAN KEBANGKITAN
Ada dua kasus dalam doktrin Kristen yang sering diserang,
inkarnasi dan kebangkitan.
Inkarnasi
Inkarnasi merupakan kelahiran Yesus Kristus yang
merupakan tanda masuknya Anak Allah yang kekal dan ilahi di tengah-tengah
manusia sehingga Yesus juga sekaligus menjadi Allah dan manusia yang sempurna.
Doktrin ini merupakan doktrin yang menjadikan Kekristenan unik di mata
agama-agama lain. Orang Kristen percaya bahwa Allah Tritunggal dapat dikenali
karena Ia telah mewahyukan diri-Nya dengan cara yang paling langsung dan paling
komprehensif yaitu dengan menjadi manusia. Diperlukan pendekatan-pendekatan
untuk dapat mengidentifikasikan secara teliti dan menganalisa hadirnya alternatif-alternatif
lain yang rasional bagi pemahaman
tradisional tentang Yesus.
Alternatif-alternatif itu antara lain: paham bahwa Yesus
adalah manusia biasa, manusia yang baik (tesis Unitarian), bahkan paling baik.
Mungkin tesis ini menilai Yesus secara positif. Namun apakah Yesus hanya
sebatas manusia yang baik atau merupakan Allah yang berreinkarnasi? Jika
dilihat dari tindakan dan ucapan-Nya, adalah tidak konsisten untuk
menghipotesakan diri-Nya hanya sebagai seorang manusia yang baik. Jika Ia hanya
sebatas manusia yang baik, bagaimana mungkin Ia dapat mengampuni dosa,
sementara hanya Allah sajalah yang dapat mengampuni dosa? Alternatif lain yang
lebih tidak mungkin adalah dengan menyatakan bahwa Yesus adalah manusia yang
jahat karena Ia telah menyesatkan orang dengan menyatakan bahwa diri-Nya adalah
Allah. Yang paling parah adalah pemikiran bahwa Yesus adalah seorang yang
kurang waras atau merupakan inkarnasi Iblis. Dengan begitu semua alternatif ini
tidak benar untuk menggambarkan Yesus.
Alternatif paling logis atau adalah mempercayai Yesus Kristus sebagai
Allah. Setelah itu, implikasi-implikasi lain akan mengikuti. Bisa berupa Jika
Yesus adalah Allah, berarti Allah ada,
Allah bereksistensi terhadap manusia, ajaran-Nya merupakan firman Allah,
kita telah menerima wahyu-Nya dan memiliki pengenalan akan Dia.
Kebangkitan
PB menampilkan peristiwa kebangkitan Yesus merupakan
peristiwa sejarah dan diperkuat dengan kesaksian para saksi mata. Kebangkitan
juga merupakan peristiwa pokok dalam PB, dan inti pengajaran dari PB. Ada
banyak teori yang diajukan untuk menyangkal kabar tentang peristiwa ini,
seperti halusinasi, tubuh Kristus dicuri, Yesus hanya sekedar pingsan, dll.
Tapi faktanya, bahwa Yesus memang hidup.
Teori tentang peristiwa setelah kematian Kristus haruslah
konsisten dengan hal-hal berikut: pertama, Yesus sungguh-sungguh mati bukan
pingsan seperti yang diperkirakan oleh teori pingsan. Kedua, setelah
penyaliban, para murid dicekam oleh rasa takut, bingung, dan kehilangan arah,
dan ini menguatkan asumsi bahwa murid-murid tidak mungkin mencuri mayat Yesus.
Ketiga, Yesus dikuburkan di kuburan baru yang digali dalam bukit batu, yang
ditutup dengan batu besar, disertai dengan pengawalan yang ketat. Keempat,
kubur itu kosong, dan dengan ketatnya penjagaan juga dengan jumlah orang yang
melihat fakta yang sama tentang kuburan yang kosong, bagaimana bisa pengalaman
ini hanya merupakan halusinasi. Kelima, para saksi kebangkitan itu tiba-tiba
mengalami trasformasi, murid-murid yang tadinya ketakutan dan bersembunyi
kemudian berubah menjadi dengan sangat berani memberitakan kebangkitan Kristus.
Bukti terakhir adalah dengan munculnya jemaat. Tapi darimana gereja dan kita
saat ini juga bisa memiliki keyakinan yang sebesar itu tentang kebangkitan? Ini
bukan usaha gereja melainkan inisiatif Kristus sendiri yang menjadikan iman terwujud.
BAB X
MEMENANGKAN PEPERANGAN DALAM DUNIA IDE
Banyak kritik yang muncul terhadap Theisme Kristen, dan
ini telah disampaikan dalam bab-bab dimuka. Juga banyak ujian yang harus
dihadapi olehnya sebagai wawasan dunia, dan ternyata Theisme Kristen lolos
untuk setiap ujian dan kritik yang diberikan. Sehingga Theisme Kristen menjadi
sistem yang memenuhi semua tuntutan pribadi dan utuh. Sehubungan dengan hal
ini, teisme Kristen menyatakan bahwa diri-Nya berpusat pada satu Pribadi, yaitu
Kristus. Kepercayaan ini tidak hanya sebatas pengakuan dari mulut, namun juga
dalam hati. Banyak orang Kristen yang percaya bahwa pernyataan-pernyataan
esensial teisme Kristen adalah benar namun tidak pernah mengambil langkah untuk
percaya kepada Kristus. Inilah langkah awal berperang bagi Kristus yang bangkit
dan Injil Keselamatan. Langkah kedua adalah dengan melakukannya pada level wawasan
dunia. Terakhir, belajarlah melalui pemahaman dari teks Alkitab yang sudah
dikutip Ef 6:19-18.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar