SEJARAH
PERKEMBANGAN EKLESIOLOGI
EKLESIOLOGI
ABAD PERTENGAHAN
Pada abad pertengahan perhatian
teologis diarahkan kepada segi institusional. Pada abad ini, Paus menjadi
pemimpin gereja Katolik di Eropa Barat. Nama ‘Paus’ berasal dari bahasa Yunani
papas yang berarti bapak. Gelar ini diberikan di Timur kepada uskup-uskup,
kepala-kepala biara dan juga imam-imam biasa. Sementara di Barat ‘papa’ (terj
Latin) menjadi gelar untuk uskup-uskup, namun sejak ± 450 dipakai hanya untuk
uskup Roma yang sekarang disebut Paus.
Secara teoritis, kuasa setiap uskup
sama, namun secara praktis, uskup-uskup di gereja lama biasanya mendapat lebih
penghargaan. Mengapa keuskupan Roma menjadi pusat? Karena ada anggapan bahwa
uskup adalah pengganti Petrus (sulung diantara para rasul), selain itu mereka
juga yang telah memelihara kubur-kubur kedua rasul utama yaitu Petrus dan
Paulus. Awalnya, kedudukan ini hanya merupakan penghormatan saja, namun
prestise yang mereka miliki ini juga yang kemudian menjadikan mereka tokoh yang
menyelesaikan permasalahan dalam gereja. Uskup Roma juga tidak berhak untuk
memaksakan kehendaknya kepada uskup-uskup lain karena sebenarnya mereka
memiliki kedudukan yang sama, sebagai pengganti rasul dan menerima wibawa dari
Yesus.
Hubungan gereja dengan pemerintah
pun mengalami pasang surut. Acapkali gereja mencoba untuk mencampuradukkan
antara kepentingan politik dengan kepentingan agama, sempat pula para Paus
berniat untuk mengambil alih kuasa baik rohani maupun politik, yang
mengakibatkan timbulnya pertikaian antara Paus dengan Kaisar. Hal ini tercermin
dalam uraian-uraian eklesiologis dan keputusan-keputusan yang dikeluarkan Paus.
Puncaknya adalah dikeluarkannya Bulla Unam Sanctam oleh Paus Bonifatius VIII
(1294-1303) pada tahun 1302 yang berisi tentang kekuasaan Paus (wakil Kristus)
yang meliputi hal-hal rohani dan politik. Kekuasaan politik diberikan kepada
kaki tangan Paus, yaitu raja. Bonifatius VIII menggunakan ajaran mengenai kedua
pedang (Luk 22:35-38) untuk menekankan akan keinginannya tersebut.
Melewati tahun 1300-an, mulai bermunculan
gerakan-gerakan awam yang kurang setuju dengan kekuasaan para klerus. Mereka
menuntut kebebasan dalam membaca dan menterjemahkan Alkitab dalam bahasa
rakyat. Dan pada akhirnya, benih-benih reformasi mulai siap ditaburkan.
EKLESIOLOGI
REFORMASI (LUTHER DAN CALVIN)
Reformasi Luther (1483-1546) dimulai dengan pembaharuan dalam pemahaman
mengenai cara manusia memperoleh keselamatan. Manusia selamat dengan
menyerahkan diri dalam iman (sola fide), kepada Allah yang menyelamatkan
manusia dengan kasih karunia (sola gratia), hanya karena Kristus. Pemahaman ini
mempunyai keonsekuensi bagi caranya dalam memandang gereja. Sebenarnya ia
sendiri tidak pernah bermaksud untuk memecah belah gereja Roma atau menolak
kepemimpinan Paus. Namun Paus menolak teologi Luther.
Menurut Luther, hanya Alkitab (sola
scriptura) yang menjadi tolak ukur untuk menentukan ajaran apa yang benar dan
apa yang salah. Akibatnya, wewenang Paus dan uskup untuk menentukan ajaran
gereja terputus. Gereja sendiri bagi Luther adalah persekutuan orang-orang yang
dikumpulkan Kristus yang saling diikat oleh ikatan Roh Kudus yang berdasar pada
Kristus dan yang hidup dari firman Allah. Kebenaran gereja ditentukan oleh
Firman yang diberitakan juga melalui sakramen. Sesuai dengan Agustinus,
kebenaran gereja ditentukan oleh Firman dan iman, ia juga setuju dengan konsep
gereja tak kelihatan. Luther juga mengubah corak jabatan gereja dengan mengatakan
bahwa pejabat gereja adalah pelayan Firman. Ia juga menghapuskan perbedaan
antara jabatan kaum awam dan kaum Klerus. Menurutnya, kalau para pejabat gereja
mengabaikan tugas mereka, maka orang awam wajib mengambil alih tugas dan
menunjuk pelayan-pelayan yang layak. Munculnya kelompok-kelompok radikal di
saat-saat selanjutnya, membuat Luther berpikir tentang pentingnya organisasi
dan kepemimpinan yang mantap dalam gereja.
Calvin menguraikan secara lebih
sistematis Eklesiologi Protestan. Menurutnya, gereja adalah alat utama yang
diberikan Allah kepada orang-orang percaya untuk mewujudkan persekutuan dengan
Kristus. Senada dengan Luther, ia melihat gereja yang benar dimana Firman
diberitakan dengan sakramen dan firman Allah. Juga gereja adalah perkumpulan
orang-orang percaya yang dikumpulkan oleh Allah sendiri. Mengadopsi kata-kata
Cyprianus tentang gereja yang adalah ibu semua orang percaya, tanpa gereja
sebagai ibu, maka tidak ada juga Allah sebagai Bapa. Sesuai dengan Agustinus,
tentang gereja kelihatan dan gereja yang tidak kelihatan.
Sedikit berbeda dengan Luther, bagi
Calvin, jabatan gereja adalah ketetapan Allah demi pemeliharaan gereja. Tugas
para pejabatnya adalah membina anggota-anggota gereja dalam iman dengan
pelayanan Firman dan sakramen-sakramen, dengan kuasa yang mereka miliki yaitu
kuasa Firman. Firman tidak menyangkut jiwa, namun mengatur kehidupan. Bagi
Calvin, Gereja tidak mungkin sempurna dan suci, namun harus diusahakan supaya
anggota-anggota gereja hidup sesuai dengan perintah-perintah Allah, dalam hal
ini disiplin gerejawi dipakai sebagai alat pendidikan. Siapa yang menjadi
pengawas? Majelis gereja.
REAKSI
TERHADAP GEREJA RAKYAT: KAUM ANABAPTIS
Muncul juga golongan reformasi
radikal dalam tubuh Protestan. Salahsatunya adalah golongan Anabaptis yang
muncul di Swiss tahun 1525 di
Apa penilaian mereka tentang para
reformator? Golongan Anabaptis menuduh para reformator tidak konsekuen. Mereka
menolak para Paus, namun menggantinya dengan pendeta-pendeta yang menuntut hak
istimewa untuk berkhotbah. Imamat am orang percaya diakui dan dianjurkan untuk
memeriksa Alkitab, namun tidak diizinkan berkhotbah dengan alasan ketertiban.
Mereka mengatakan iman yang menentukan keselamatan, namun menerima anak-anak
sebagai anggota gereja, dll.
Penolakan tersebut dijawab oleh
Calvin dengan mengungkapkan bahwa kerajaan Allah itu belum datang secara penuh
dan dosa masih menyebar di bumi, tindakan mereka kasar. Namun sayang, jawaban
mereka untuk baptisan anak kurang memuaskan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar