ESKATOLOGI DALAM PERJANJIAN LAMA
DEFINISI
Secara terminologis, istilah
eskatologis dibangun dari dua kata Yunani, yaitu eskhatos, yang artinya “akhir”
atau “terakhir”, dan logos, yang artinya “Firman” atau “ajaran”[1].
Kata eskatologi secara hurufiah yang berarti pengetahuan mengenai hal-hal
terakhir[2]
atau tentang akhir zaman . Dalam pembahasan ini kita akan membahas mengenai
ajaran Alkitab tentang eskatologi dan secara khusus membahas tentang eskatologi
didalam PL.
Ajaran Alkitab tentang
eskatologi (ajaran tentang Akhir Zaman) tidak hanya mempedulikan nasib orang
secara perseorangan, tetapi juga sejarah manusia. Menurut Alkitab, Allah tidak
hanya menyatakan diri-Nya melalui orang-orang yang mendapat ilham, tetapi juga
dalam dan melalui peristiwa-peristiwa yang membebaskan umatNya. Selanjutnya,
isi dari penyataan ini tidak terbatas pada kebenaran-kebenaran mengenai sifat
dan tujuan Allah, tetapi juga menyangkut juga tindakan-tindakan pelepasan
umat-Nya[3].
Menurut Russel, ada tiga bentuk penyelamatan yang Allah lakukan, penciptaan
dunia, pengendalian sejarah, dan kedatangan kerajaan-Nya. Hal ini menimbulkan
keyakinan bahwa Allah yang bertindak dalam sejarah adalah Allah yang sama yang
juga akan bertindak pada hari-hari terakhir, dimana Ia akan menyempurnakan
segala sesuatunya pada hari-hari terakhir itu[4].
Inilah yang diharapkan bangsa Israel, yaitu harapan akan penyelamatan bagi
umat-Nya.
Baker
membagi pemahaman tentang eskatologis ini dalam tiga bagian, Eskatologi PL,
Eskatologi para nabi dan Eskatologi Apokaliptik[5].
1. Eskatologi dalam PL merupakan keyakinan bahwa
sejarah bergerak dengan tujuan tertentu yang ditentukan oleh Allah, dan Allah
berkarya dalam sejarah untuk memastikan tujuan tersebut. Menurut Baker, Israel
sejak awal memang sudah memiliki semacam harapan untuk masa depan (kej 12:1-3;
Kel 3:8; Bil 24; Ul 33, dll). Pengharapan merupakan pandangan yang optimis
tentang masa depan yang mengharapkan berkat-berkat jasmani dan rohani baik di
dunia politik maupun keluarga. Ini bukan perubahan radikal, namun tatanan itu
sudah dimulai dari sekarang. Ide tentang perubahan radikal muncul setelah zaman
para nabi. Eskatologi PL bersifat historis-Teologis dengan keyakinan bahwa
Allah berkarya dalam sejarah Israel.
Harapan-harapan akan masa depan PL sebagaimana telah dirangkum oleh
Baker dari beberapa ahli PL didasarkan pada:
a. Kepastian bahwa Allah tetap berkarya
meskipun kehidupan bisa saja sulit (Vriezen)
b.
Ketegangan antara kehadiran Allah dan ketersembunyian-Nya, yang menimbulkan
pengharapan akan kehadiran Allah yang sempurna di masa depan (Jacob).
c. Pemahaman tentang dosa dan ketidakpercayaan
Israel secara radikal, yang hanya dapat diatasi oleh anugerah Allah (Bultmann).
d. Keyakinan para nabi bahwa Allah akan berkarya
di masa depan, sebagaimana Ia telah berkarya dimasa lalu walau dengan cara yang
benar-benar baru (Von Rad)[6].
2. Eskatologi Para Nabi
Terjadi perkembangan dalam
eskatologi Israel. Nabi-nabi sebelum pembuangan menyerang optimisme Israel yang
populer dan memberitakan penghakiman Allah yang radikal. Sementara nabi-nabi
pada masa pembuangan memperkenalkan suatu optimisme baru sambil menunjuk satu
permulaan baru, ciptaan baru dan keselamatan baru. Ada empat ciri utama
pengharapan para nabi:
a. Hari Tuhan
Sejak awal mereka meyakini akan ada waktu
atau hari ketika Tuhan campur tangan dalam sejarah Israel (Am 15:18-20). Hal
ini kemudian muncul dalam berbagai ungkapan seperti ‘hari Tuhan’, ‘hari
pembalasan’, ‘pada hari itu’.
b. Pembaruan Rohani
Nabi-nabi menantikan pembaruan umat Allah.
Bahwa setelah penghukuman ada pembaruan, bahwa sisa bangsa Israel akan dibawa
pulang dan mereka akan ikut serta dalam perjanjian baru yang akan diadakan.
c. Harapan yang bersifat kebendaan
kebendaan yang dimaksud khususnya tempat,
tentang Firdaus yang muncul kembali atau tentang pengharapan tanah suci yang
akan diperbaharui.
d. Mesias
Umat Israel yang memusatkan perhatiannya
pada masa depan mengharapkan munculnya satu tokoh yaitu Mesias yang akan
memenuhi kebutuhan rohani maupun politis mereka. Konsep tentang Mesias ini
dapat dilihat melalui gambaran-Nya sebagai Anak Daud[7].
3. Eskatologi Apokaliptik
Perkembangan ini didorong oleh kekecewaan
dari orang-orang yang pulang dari pembuangan ketika mereka melihat kondisi
Yehuda yang tetap dijajah. Dan melalui para pelihat, mereka kemudian melihat
kepada suatu zaman baru yang cenderung bersifat transendentalisme dan dualisme.
Ada dua ciri eskatologi apokaliptik, antara lain:
Anak Manusia dan gambaran tentang
kebangkitan orang mati[8].
Dyrness membagi Pengharapan Israel dalam beberapa bagian:
1. Harapan Mengenai
Kerajaan
Dalam pemahanan eskatologi
bagi bangsa Israel ditekankan pada harapan-harapan mengenai datangnya akhir
zaman atau Kerajaan Allah. Sejak pengalaman Israel yang paling awal dengan
Allah, mereka telah belajar untuk mempercayai-Nya untuk membawa mereka ketanah
yang dijanjikan kepada Abraham (Kej 12:1-3). Jadi bagi Israel pengharapan aspek
yang amat kongkret dan nyata: pada suatu hari Allah akan memberikan kepada
mereka tanah pejanjian itu[9].
Ada dua aliran pemikiran yang
pada masa nabi-nabi melanggar batasan-batasannya dan mengalir menjadi satu
untuk membentuk satu harapan mengenai kerajaan penyelamatan yang universal.
Pertama, ada aliran yang sifatnya bagaikan serbuan dalam perang, yang
menghubungkan harapan dengan campur tangan
Allah[10]. Ini dilatar belakangi dari
semula bahwa Israel mengerti bahwa Allah harus berperang untuk mereka dan
mengalahkan musuh-musuh mereka. Kedua, yaitu bahwa masa datang yang akan
diadakan Allah merupakan juga penyempurnaan, sesuatu yang tumbuh dari apa yang
sudah ada sebelumnya[11].
Jalan pemikiran ini menyiratkan bahwa kerajaan itu akan datang dengan cara-cara
damai, bahwa ia telah ada dalam perjanjian yang diadakan Allah dengan umat-Nya
dan dalam lembaga-lembaga yang bersifat perjanjian.
Perlu kiranya dicatat bahwa
kedua versi pengharapan ini berlangsung sampai zaman Yesus. Di satu pihak,
hilangnya suara para nabi sesudah zaman pembuangan membawa kepada pengharapan,
yang disebut dengan istilah apokaliptik, yaitu Allah akan turun tangan dengan
kuasa-Nya dan menyelamatkan tatanan yang jahat ini dan pada saat yang sama
membawa keselamatan bagi mereka yang menderita[12].
a. Gambaran Nubuat Mengenai Kerajaan
·
Mutlak berdasarkan keputusan Allah. Karakteristik
pertama dari gambaran nubuat tentang masa datang ialah masa itu akan datang
karena Allah menghendakinya. Jadi, orang harus berharap kepadaNya saja untuk
dapat mengerti secara benar mengenai masa datang itu[13].
·
Ciptaan baru.
Yang diinginkan Allah bagi umat-Nya ialah suatu ciptaan baru. Kerajaan
itu haruslah sesuatu yang baru karena telah sampai pada titik dimana tatan yang
lama tidak dapat lagi bertahan[14].
·
Seorang
perantara. Dalam gambaran yang bersifat nubuat mengenai masa depan,
terlihat bahwa Allah memakai seorang perantara. Melalui dan didalam perantara
ini kenyataan tatanan yang baru akan terwujud[15].
·
Tujuan
pekerjaan penyelamatan dari Allah. Tujuan pekerjaan penyelamatan dari Allah
terangkum dalam kalimat yag selalu diulang “ Aku akan menjadi Allah mereka dan
mereka akan menjadi umat-Ku”.
b. Gagasan Mengenai Pengadilan
Pengadilan Allah ialah
tindakan pembenaran yang sedemikian rupa sehingga si penyeranag dihukum dan si
korban mendapat ganti rugi. Jadi, pengadilan termasuk dalam aktifitas
penyelamatan yang dikerjakan Allah. Yaitu penyelamatan Allah untuk memulihkan
kembali tatanan ciptaan yang telah jatuh dengan hukuman disatu pihak dan
penyelamatan dipihak yang lain[16].
1) Pengadilan adalah hak istimewa Allah
berdasarkan sifat-Nya. Dalam satu arti semua aktivitas Allah berkaitan dengan
pengadilan, karena semuanya mengungkapkan pemerintahan-Nya yang adil.
2) Kedua, pengadilan adalah pekerjaan allah yang
dinamis, yang sekaligus melibatkan kebijaksanaan dalam memutuskan sesuatu dan
tindakan.
2. KEMATIAN DAN AKHIRAT
Semua bangsa di dunia paham
benar bahwa kematian adalah akhir kehidupan yang wajar dibumi ini. Akan tetapi
dalam Perjanjian Lama, kematian dikaitkan dengan dosa sehingga mencerminkan
sesuatu yang tidak wajar mengenai dunia sebagaimana adanya, sesuatu yang dapat
dikalahkan oleh Allah saja[17].
Kematian adalah simbol kebinasaan yang dibawa dosa kedalam dunia dan sekaligus
merupakan bagian dari kebinasaan itu sendiri. Dalam pengertian ini, maut
bukanlah bagian yang normal dari dunia, tetapi sesuatu yang bertentangan dengan
maksud-maksud baik Allah[18].
Pada umumnya, keberadaan
orang-orang yang mati dalam masa Perjanjian Lama dijelaskan dengan kata Ibrani,
yarad, yang artinya “turun” ke tempat atau kedunia orang mati yang disebut
Sheol. Sheol ialah tempat orang mati yang berada dibagian bumi yang paling
bawah[19].
Fokus dominan dari PL kelihatannya tentang tempat kemah tubuh manusia kemana ia
akan pergi, bukan pada kemana jiwa mereka akan berada[20].Sheol
tidak dihubungkan dengan suatu lokasi, tetapi menurut orang Ibrani adalah
eksistensi, yang pada dasarnya bertentangan dengan Allah. Di Sheol tidak ada kelangsungan hidup. Menurut Russel,
yang berada dalam Sheol ini adalah bayang-bayang dari orang yang mati itu[21].
Disitu orang mendapat perhentian bersama-sama nenek moyang mereka ( Kej 37:35
dan 1 Raja-Raja 2:10)[22].
Ditambahkan oleh Russel
tentang kebangkitan orang mati yang sesuai dengan kitab Daniel yaitu adanya
kepercayaan pada seuatu yang melampaui kematian diungkapkan dalam bentuk ‘jiwa
yang kekal’ dalam bentuk ‘tubuh yang dibangkitkan’. Tubuh kebangkitan itu
sesuai dengan Kerajaan Allah ke dalam mana orang mati dimasukkan: tubuh
jasmaniah untuk kerajaan di bumi dan tubuh rohaniah untuk kerajaan sorgawi.
Pada saat penghakiman, tubuh akan berubah menjadi tubuh-tubuh rohani yang cocok
dengan lingkungan sorgawi[23].
MAKNA TEOLOGIS
Eskatologi ini merupakan bentuk penantian kepada
seseorang yang diurapi.
[1] Welly Pandensolang, Eskatologi Biblika, ( Andi:Yogyakarta, 2008),
1
[2]
Gerald O’Collins & Edward Farrugia,
Kamus Teologi (Kanisius : Yogyakarta, 2006), 73
[3] “
Eskatologi” dalam Ensiklopedi
Alkitab Masa Kini Jilid I A-L, (Jakarta:Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF,
2007), 286
[4] D.S. Russel, Penyingkapan Ilahi:
Pengantar Ke Dalam Apokaliptik Yahudi (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007), 121-135
[5] D.S. Russel, Penyingkapan Ilahi:
Pengantar Ke Dalam Apokaliptik Yahudi (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007),
121-135
[7] Ibid., hal 23-24
[8] Ibid., hal 25
[9] William Dyrness, Tema-Tema Dalam
Teplogi Perjanjian Lama, (Gandum Mas: Malang 1990), 207
[15]
Ibid., 211
[16]
Ibid., 215
[17]
Ibid., 217
[18]
Ibid.,
[19] Welly Pandensolang, Eskatologi Biblika, ( Andi:Yogyakarta, 2008),
88
[20] Paul Enns, The Moody Handbook Of Theology Buku
Pegangan Teologi, (Literatur SAAT: Malang, 2008),
469
[21] D.S. Russel, Penyingkapan Ilahi:
Pengantar Ke Dalam Apokaliptik Yahudi (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007),
121-135
[23] D.S. Russel, Penyingkapan Ilahi:
Pengantar Ke Dalam Apokaliptik Yahudi (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007),
121-135
Tidak ada komentar:
Posting Komentar