Minggu, 21 Mei 2017

Hubungan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru



HUBUNGAN ANTARA PL DAN PB MENURUT D.L. BAKER[1]

Satu Alkitab Dua Perjanjian, ada hubungan teologis apa sebenarnya di antara kedua perjanjian ini?
Ada banyak usaha yang sudah dilakukan sepanjang sejarah gereja untuk menjawab pertanyaan ini: Zaman Bapa Gereja: Kedua perjanjian dilihat sebagai satu Alkitab. Pada abad pertengahan: PB dianggap berkesinambungan dengan PL walaupun PB dianggap lebih unggul dari PL. Pada masa reformasi: Kesatuan dan keragaman (Luther), kesamaan dan perbedaan (Calvin) Alkitab diakui. Pada abad ke-17-19: Penelitian Alkitab, Orthodoksi, paradigma pencerahan yang bersifat humanistik menolak beberapa bagian Alkitab terutama PL, Konservatif bertahan dengan pengilhaman Alkitab namun bersedia untuk mempertimbangkan ide-ide baru. Pada akhir abad 19 dan awal abad 20: menekankan adanya tahap-tahap perkembangan dalam PL yang disempurnakan dalam PB (pendekatan bertahap). Masa Modern terdapat empat mecam pendekatan: 1) PB dianggap sebagai Alkitab yang hakiki, dengan alasan;  PL adalah prasyarat PB. PB adalah Alkitab yang sesungguhnya dan PL adalah tambahan, usang, tidak Kristiani dan hanya merupakan dokumen sejarah atau firman Allah secara tidak langsung (Bultmann), PL adalah lawan dari PB dan tidak berrelevansi langsung bagi orang Kristen (Hirsch), PL dan PB adalah janji namun PL hanya relevan jika dipandang sebagai janji dan PL hanya bisa ditafsirkan dalam terang PB (Baumgartel), PB lebih tinggi daripada PL karena memiliki hubungan langsung dengan orang Kristen (Hezze), dan PL berlaku bagi jemaat Kristen jika ia disahkan oleh PB (Gunneweg). 2) Kedua Perjanjian sama-sama Kitab Suci Kristen, dengan alasan; PL dan PB bukan hanya kesatuan tapi sama dalam hal teologi dan Kristologi (Vischer), PL dan PB berhubungan satu sama lain dan PL menunjuk kepada Kristus, PL menanti dan PB berbicara tentang masa depan sambil menoleh ke belakang (Barth), Kristus adalah pusat dari Alkitab dan PL adalah jalan yang menuntut kepada Kristus (Jacob), PL dan PB sama-sama penyataan Allah dan mempunyai dasar teologi yang sama (Knight), kitab suci Kristen terdiri dari PL dan PB, sinambung, dan membicarakan Allah yang satu (Childs). 3) PL sebagai Alkitab yang hakiki. alasannya; PL adalah Alkitab yang hakiki dan PB sebagai tafsirannya, PL memiliki prioritas historis dan teologis dalam hubungannya dengan PB (Ruler), prioritas teologi PL berada di atas PB, dan bisa menerangkan dirinya sendiri (Misskotte), PL harus digunakan untuk dapat mengerti  Kristus dengan lebih benar (Barr). 4) Kedua Perjanjian sebagai sejarah keselamatan. Alasannya; peristiwa-peristiwa yang dialami tokoh-tokoh Alkitab penting untuk iman kita yang mampu membawa kepada konsep tentang sejarah keselamatan yang menghubungan PL dan PB (Von Rad), kesaksian tentang Yesus dalam PL digenapi dalam PB yang menunjukkan adanya karya keselamatan Allah bagi dunia sehingga kedua perjanjian berhubungan secara teologis.
Untuk menjawab pertanyaan terebut, ada tiga tema kunci yang digunakan; 1) Tipologi, cara mengungkapkan sejarah keselamatan yang menghubungkan kedua perjanjian, penggambaran atau persesuaian PL kepada PB (modern), metode tafsir yang dominan dan khas dalam PL oleh PB (Goppelt), analogi antara PL dan PB (Wolff). Tipologi bukan eksegesis, nubuat, alegori, perlambangan, sistem tafsir, tafsiran khayal, ia bersifat historis dan mensyaratkan persesuaian yang nyata secara teologis berdasarkan karya Allah yang konsisten dalam sejarah umat pilihan-Nya. Ia dapat berupa contoh, teladan, ilustrasi, pola, analogi, dll. 2) Janji dan Penggenapan, rumusan tentang terwujudnya rencana Allah dalam sejarah namun penggenapan itu masih bersifat sementara. Pola ini menyatukan PL dan PB dalam keyakinan bahwa janji-janji PL akan keselamatan dan kerajaan, perjanjian yang baru dan ciptaan yang baru telah digenapi dalam Kristus. 3) Beranekaragam tetapi bersatu, terdapat kesinambungan dan ketidaksinambungan antara PL dan PB, juga terdapat kesatuan dan keanekaragaman teologis di antara keduanya. Kesatuan teologis itu bersifat dinamis dan bisa berubah menjadi keanekaragaman teologis. Namun bukankah dari keanekaragaman yang ada itu juga bisa melahirkan kesatuan?
Hubungan Teologis antara Kedua Perjanjian sebuah kesimpulan: ada berbagai macam pendekatan berbeda tentang hubungan kedua perjanjian ini, mereka memiliki daya tarik masing-masing dengan kelebihan dan kekurangannya. Tidak bisa disangkali adanya kontras dan paradoks dalam Alkitab, namun masih dalam kesatuan teologis yang hakiki dan berpusat pada Yesus Kristus. Kita perlu menyimpulkan bahwa kedua perjanjian itu merupakan satu Alkitab dengan wibawa yang sama. Dalam PL terkandung pengharapan eskatologi yang bersifat historis teologis dan  ketegangan-ketegangan yang belum terpecahkan. Dalam PB  terlihat pemakaian tipe dan ramalan dari PL (France) selain itu, peristiwa-peristiwa Injil juga hanya dapat dimengerti dalam terang PL. Dengan begitu PL menantikan PB dan PB menoleh ke belakang ke arah PL. Jadi PL adalah dasar historis dan teologis bagi penulisan PB dan PB menggenapi dan memecahkan ketegangan-ketegangan PL. Terdapat lima konsep yang mengarahkan kita kepada pemahaman tentang hubungan teologis antara kedua perjanjian ini: Kristologi, Sejarah Keselamatan, Tipologi, janji dan penggenapan dan kesinambungan dan ketidaksinambungan antara PL dan PB yang ternyata kesemuanya berpusat pada satu tokoh yaitu Yesus Kristus. Memang ada bagian PL maupun PB yang tidak diterapkan langsung dalam kehidupan Kristen, mengingat adanya konteks yang mempengaruhi penulisan dengan konteks yang ada pada masa sekarang dan dalam penafsiran, konteks ini perlu diperhatikan.


[1] D.l. Baker, Satu Alkitab Dua Perjanjian, (Jakarta: BPK GM, 2000), 1 dst

Tidak ada komentar:

Posting Komentar