KONSEP HUKUM DALAM PERJANJIAN LAMA
DEFINISI
Kata
hukum berasal dari bahasa Ibrani yaitu torah
yang muncul sebanyak 220 kali. Torah[1]
secara etimologis berarti “hukum, perintah, petunjuk, pengajaran”. Namun untuk
penggunaan kata torah maka maksud
yang dituju adalah mengajar atau melatih. Torah berasal dari kata yarah[2]
yang secara etimologis berarti “melemparkan atau menembak, mengajar atau
melatih”.
Dalam KBBI, hukum berarti
suatu peraturan yang dibuat baik secara tertulis maupun tidak tertulis atau
undang-undang yang mengikat perilaku setiap masyarakat tertentu[3].
Kalau dilihat dari konteks pada masa PL, hukum itu berarti “pengajaran”;
Pengajaran ini diberikan oleh para ayah (Amsal 3:1), oleh orang-orang bijak
(Amsal 13:14), oleh nabi-nabi (Yesaya 1:10), tetapi terutama oleh Allah dengan
Musa sebagai Perantara (II Tawarikh
33:8). Dalam struktur-struktur suatu masyarakat, biasanya terdapat dua unsur,
yaitu: kebijakan dan prosedur. Kebijakan bisa bersifat hukum mengenai cara
memelihara kehidupan, prosedur-prosedur adalah cara mengungkapkan secara
konkret realitas masyarakat itu sebagaimana yang telah dipahami olehnya sendiri[4].
LATARBELAKANG DAN PERKEMBANGAN KONSEPSI
Hukum Taurat merupakan ungkapan
perjanjian namun tidak sepenting perjanjian. Pemberian hukum Taurat ini
merupakan sebagian pemberian diri Allah sendiri kepada umat-Nya dalam
perjanjian dan menyatakan maksud-maksud kasih yang sama (kel 19:5-6). Dalam hal
ini, hukum Taurat tidak diberikan agar manusia itu menjadi umat Allah,
melainkan karena mereka adalah umat Allah dan untuk pernyataan anugerah Allah.
Karena Allah menyatakan diri sebagai Allah yang menyelamatkan dan peka susila
maka tanggapan yang layak atas hal itu ialah dengan ketaatan.
1. Perkembangan Hukum Taurat
Selain ke-10 Hukum yang sudah
diberikan, terdapat juga keputusan-keputusan lain yang diambil karena dilema
konkret. Diantaranya dengan menanyakan suatu perkara kepada imam.
Keputusan-keputusan ini yang kemudian dicatat dalam daftar-daftar kecil berisi
pengajaran. Di samping itu terdapat juga hukum-hukum Musa yang diberikan lewat
penyingkapan. Dan kesemua hukum itu akhirnya dirangkum dalam kelima kitab
Taurat.
2. Beberapa Bagian Utama Mengenai Hukum Taurat
a. Sepuluh Hukum atau Sepuluh Firman (Kel
20:1-17; Ul 5:6-21)
b. Pernyataan tentang perjanjian dalam Kel
19
c. Kitab Undang-undang kuno
yang terbit sesudah 10 hukum.
d. Kumpulan hukum-hukum yang
ada dalam Ul 12-26 yang mengingatkan pada relevansi hukum yang terus-menerus.
Bagi setiap peraturan itu,
mereka diminta untuk taat walau tanpa syarat. Semua hukum tersebut menyatakan
sifat Allah dengan umat-Nya dalam syarat-syarat yang konkret.
3. Hukum PL dan Hukum Bangsa-bangsa Tetangga
Hukum diberikan oleh Allah, hal ini
menempatkan hukum dalam gagasan yang unik. Dalam satu segi semua hukum dalam PL
bersifat religius. Hukum yang ada dalam bangsa Israel ternyata memiliki benyak
kemiripan dengan hukum yang berkembang di masyarakat sekitar. Hal ini
menunjukkan adanya pengaruh suatu hukum yang tersebar luas.
TUJUAN HUKUM
Maksud perundang-undangan Alkitabiah
ini adalah untuk menertibkan dan mengatur hidup peradilan Israel di bidang
perdata, keagamaan dan pidana sesuai dengan kekudusan yang diperlukan untuk
memelihara hubungan kovenan dengan Yahweh. Pada umumnya, hukum Perjanjian Lama
terdiri atas ketentuan-ketentuan yang menyatakan dan bersifat menentukan bagi
kehidupan umat Ibrani (Ulangan 30:15-18). Bagian terbesar dari
perundang-undangan Perjanjian Lama terdapat dalam Kel 20 – Ulangan 33, dan
seluruhnya berasal dari persetujuan kovenan atau upacara-upacara pembaharuan di
Gunung Sinai dan Gunung Nebo. Tujuan hukum itu berdasarkan perjanjian yang
mengikat dan mewajibkan dua pihak yang berbeda. Beberapa subkategori yang penting,
yaitu:
1. Hukum Kasus, biasanya
dikemukakan dalam rumusan yang bersyarat “jika/apabila... maka”, membuat
rujukan pada suatu situasi hukum tertentu yang berdasarkan hipotesis, misalnya
dalam Ulangan 22:22
2. Hukum apodiktis atau
perintah-perintah langsung yang bersifat afirmatif dan negatif yang menetapkan
batas-batas perilaku yang pantas dalam masyarakat Ibrani, misalnya Keluaran 20 :12
3. Hukuman mati, paduan dari larangan yang
membuat suatu penyataan hukum yang jelas tentang berbagai kejahatan khusus yang
patut dijatuhi hukuman mati, misalnya Keluaran 21:15
Isi dari hukum Timur Dekat kuno dapat diringkaskan
di bawah tiga pokok:
1. Hukum Perdata meliputi perkawinan, warisan,
harta milik, budak, utang, pungutan pajak, dan upah.
2. Hukum
Seremonial adalah pembunuhan, perzinahan dan pemerkosaan, pencurian,
penyimpangan seksual.
3. Hukum
Penyembahan mengatur atau mengorganisasikan undang-undang di bawah empat bagian
utama, meliputi korban persembahan, pengudusan, cara penyembahan, dan
pelaksanaan hari raya.[5]
Sepuluh Perintah dalam Kitab Perjanjian berikutnya, dikembangkan dengan
keterangan untuk praktik kehidupan sehari-hari.[6]
HUKUM
DALAM MASYARAKAT
1. Keutamaan Perjanjian
Hukum Taurat sebagai dasar perjanjian
merupakan dasar kehidupan masyarakat Israel. Bertujuan untuk membentuk
masyarakat menjadi wahana kehadiran Allah dalam dunia, diberikan kepada semua
penduduk tanpa terkecuali. Hukum secara khusus dipercayakan kepada para imam,
para imam kemudian mengajarkan kepada umat. Ada orang-orang tertentu yang
dipercaya sebagai hakim (ex. Samuel) untuk menghakimi, dan juga ada tua-tua
kota untuk mengadili kasus-kasus dalam kehidupan sehari-hari.
2. Hukum dalam Kitab Nabi-nabi
Para nabi ini tidak berfungsi sebagai
pembaharu hukum melainkan sebagai orang yang menyerang pelanggaran-pelanggaran
terhadap perjanjian kuno dan syarat-syarat yang sah. Nabi-nabi mempunyai visi
yang luas biasa tentang kekudusan Allah serta tuntutan-tuntutannya, akibatnya
upacara ibadah jadi kurang penting. Karena tanpa disertai kebenaran, ibadah
jadi sesuatu yang keji. Hukum Taurat mengusahakan kerangka acuan yang lebih
universal dan mendalam. Beberapa nabi muncul untuk menanggapi hal ini, Mikha,
Yehezkiel, Yeremia, dll. Jadi dalam PL sudah tergerak hati, bukan untuk
menyingkirkan hukum, melainkan meneguhkannya.
3. Perkembangan Setelah Masa Pembuangan
Setelah pembuangan terjadi banyak
perubahan penting falam kehidupan Israel. Semua lembaga yang mendukung Hukum
Taurat telah musnah. Karena hukum tertulis merupakan penghubung dengan masa
lalu, maka mereka mempelajari hal itu sungguh-sungguh. Hukum Taurat masih tetap
mendapat tempat terutama dalam masyarakat. Mereka dengan tekun melakukan
penelaahan Alkitab di bawah pimpinan Ezra. Sebagai akibatnya, muncullah hukum
lisan yang memiliki kewenangan yang sama dengan hukum yang tertulis. Waktu
berubah, hukum tertulis sudah mulai tidak bisa merangkum semua keadaan yang
disebabkan bangsa Persia dan Roma. Mereka kemudian menafsirkan Hukum Taurat
sesuai dengan keadaan waktu itu. Hukum lisan dianggap sebagai titik pusat dalam
kehidupan seseorang. Ada yang taat kepada hukum karena itu merupakan keharusan
(Legalisme) dan ada yang taat pada hukum karena itu merupakan kesenangan dan
dengan maksud-maksud yang suci (Nomisme).
HUKUM
TAURAT
Isi Hukum
Taurat
Hukum Taurat dibagi dalam tiga golongan
yaitu:
1. Dekalog atau dasar
titah yang disebut “asaret hadd’barim”.
Dabar berarti perkataan, titah
atau firman. Dasatitah harus dipandang
sebagai ringkasan seluruh hukum Taurat.
2. Misypatim, yaitu
undang-undang hukum sipil, yang mengatur umat Tuhan sebagai “warga negara”
(Peraturan mengenai janda, anak yatim, orang-orang miskin, budak belian,
tentang raja dan lain-lain).
3. Khuqqim, yaitu undang-undang
yang berisi peraturan mengenai kebaktian (Ketetapan mengenai bait suci,
kurban-kurban, hari raya, dan lain-lain).
Sifat
Hukum Taurat
Menurut
Dyrness, ada beberapa sifat Hukum Taurat, antara lain[7]:
1. Jangkauan yang Luas
Pengertian tentang Hukum Taurat membuat
manusia mengerti apa seluruh kehidupan berada di bawah kontrol kehendak Allah.
2. Imbauan yang Bersifat Pribadi
Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa
Taurat dikemukakan berdasarkan apa yang telah diperbuat Allah untuk Israel.
Alasan yang paling kuat untuk taat kepada hukum haruslah hati yang tergugah,
suatu keputusan batin dan moral yang bersifat pribadi.
3. Kekuatan Mutlak
Hukum Taurat didasarkan pada kekudusan
Allah, maka kesempurnaan dituntut dari pihak umat-Nya. Melawan berarti kutuk
atau mendatangkan murka Allah. Memang tidak ada yang bisa menaati sepenuhnya,
tapi bukan alasan untuk tidak berusaha. Kemurahan Allah menyediakan jalan bagi
manusia untuk dapat menyediakan ketentuan-ketentuan bagi penebusan.
4. Penerapan Universal
Memang Taurat bangsa Israel adalah sesuatu
yang unik namun tidak berarti bahwa bangsa lain tidak mengenal hukum itu.
Dalam diktat Teologi PL, ada beberapa sifat Hukum
Taurat, yaitu:
1. Bonitas (Kebaikan).
Maksud Tuhan dengan memberi hukum
taurat bukanlah untuk kebinasaan, melainkan
untuk keselamatan kita.
2. Perfectio (Kesempurnaan)
Hukum Taurat mencerminkan tuntutan Tuhan yang penuh kasih
dan hak-hakNya yang kudus, sudah sempurna (Mazmur 19:8) dan tidak perlu ditambah-tambah lagi dengan
peraturan-peraturan.
3. Immutabilitas (Tak dapat berubah)
Hukum Taurat merupakan undang-undang Dasar kerajaan Allah
yang kekal. Tidak ada satu patahkatapun yang akan lenyap[8].
Tiga macam cara penggunaan Hukum Taurat
Menurut J. Verkuyl, ia
menguraikan tiga macam cara penggunaan Hukum Taurat:
1. Usus elencticus atau usus Pedagogicus (Fungsi
hukum Taurat yang menginsyafkan kita akan kesalahan kita). Hukum Taurat
menyatakan bahwa kita adalah orang berdosa dan olehnya kita dituntun kepada Kristus.
2. Usus Normativus atau usus didacticus (fungsi
normatif atau fungsi pengajaran).
- Hukum Taurat diberikan kepada kita untuk menuntun di jalan kita.
- Hukum Taurat berfungsi sebagai nasihat dan teguran Yesus.
3. Usus sivilis atau Usus Politicus Hukum Taurat
Usus Civilis Hukum Taurat
adalah “Perjuangan untuk memancarkan sedikit dari terang hukum Taurat ke dalam
kesusilaan umum ke dalam kehidupan sosial dan ekonomi, ke dalam pembuatan
undang-undang dan segala perbuatan pemerintah contohnya: Undang-undang Perkawinan,
undang-undang kesusilaan dan sebagainya.
KONSEP HUKUM
DALAM PEMIKIRAN ORANG ISRAEL
Untuk mengerti hukum dalam
Alkitab, yakni aspek terakhir dari hubungan antara kedua Perjanjian yang
dibahas oleh von Rad, sangat perlu mengkaji arti sepenuhnya dari hukum itu,
baik dalam Perjanjian Lama dalam Perjanjian Baru.
Pertama,
von Rad membahas makna hukum pada masa awal Israel. Ia menolak pendapat bahwa
hukum dulunya adalah aspek yang utama ataupun mutlak perlu dalam hubungan
antara Allah dan umatNya. Hubungan Israel dengan Allah tidak tergantung pada
hukum; sebaliknya, hubungan itu adalah prasayarat hukum.
Kedua,
von Rad membahas sikap-sikap terhadap hukum dalam pemberitaan para nabi. Di
Israel kuno hukum dimengerti sebagai sesuatu yang sebenarnya dapat ditaati.
Jika hukum itu tidak ditaati, bukan berarti Israel tidak mampu melainkan tidak
bersedia untuk menaatinya. Pemahaman hukum seperti ini, demikian juga halnya
dengan pemahaman hubungan Israel dengan Allah secara keseluruhan, diubah oleh
para nabi. Nabi-naboi awal menerapkan hukum pada Israel secara radikal. Mereka
menunjukan bahwa ketidaktaatan terhadap hukum menunjukan kegagalan total dari
hubungan mereka dengan Allah, sehingga hukuman dan kematian akan menimpa
mereka. Nabi Yeremia dan Yehezkiel menyelami situasi ini lebih dalam lagi serta
menyadari bahwa Allah sendiri akan memungkinkan suatu ketaatan yang baru.
Proses pembaruan hukum ini dapat dipahami dengan pendekatan von Rad yang
mendasar terhadap teologi Perjanjian Lama, yaitu penafsiran ulang tradisi-tradisi
tua.
Ketiga,
von Rad menunjukan bahwa juga setelah pembuangan, hukum tetap tidak merupakan
hal yang paling pokok bagi iman Isarel.
Keselamatan dalam Perjanjian Lama selalu didasarkan pada anugerah Allah,
walaupun dalam beberapa bagian Perjanjian Lama (misalnya sejarah Tawarikh) von
Rad melihat langkah-langkah pertama yang mengalih kepada pemahaman tentang
keselamatan yang lebih mengandalkan peranan hukum.
Terakhir,
von Rad beralih kepada masalah pemahaman jemaat Kristen mula-mula tentang hukum
Perjanjian Lama. Ia berpendapat bahwa prinsip yang sama ditemukan di sini
seperti halnya dalam nabi-nabi Perjanjian Lama, yakni “penafsiran ulang dalam
terang peristiwa penyelamatan yang baru”. Menurut dia, hukum Perjanjian Lama
digenapi secara radikal dalam Kristus, yang hidup secara sempurna di hadapan
Allah, menanggung hukuman akibat ketidataatan orang lain terhadap hukum Allah
dan memungkinkan hubungan yang lebih bersifat pribadi antara manusia dan Allah
daripada hidup yang dialami di bawah Perjanjian Lama.[9]
PERBEDAAN ANTARA KONSEP HUKUM ANTARA PL DAN PB
A. Konsep Hukum
Dalam PL
1. Hukum
Taurat merupakan undang-undang Kerajaan Allah yang kekal.
2. Hukum
Taurat itu tidak dapat berubah.
3. Hukum
itu diberikan untuk mengatur bangsa atau umat pilihan Tuhan.
B. Konsep Hukum Dalam PB
1. Hukum Taurat tidak menuduh (mendakwa) kita
lagi
2. Hukum Taurat bertindak sebagai penasihat ilhi
di dalam keputusan-keputusan kita.
3. Hukum
Taurat berfungsi sebagai nasihat dan teguran Yesus[10].
MAKNA TEOLOGIS
Hukum
diberikan sebagai tandak kasih karunia dari Allah dan sebagai peneguhan bahwa
Israel memang adalah umat-Nya. Oleh sebab itu dalam menjalankan hukum, kita
juga perlu melakukannya berlandaskan kasih kepada Allah.
Meaning: 1) law, direction, instruction 1a) instruction, direction (human or divine)
1a1) body of prophetic teaching 1a2) instruction in Messianic age 1a3) body of
priestly direction or instruction 1a4) body of legal directives 1b) law 1b1)
law of the burnt offering 1b2) of special law, codes of law 1c) custom, manner
1d) the Deuteronomic or Mosaic Law
Origin: from 03384; TWOT - 910d; n f
Usage: AV - law 219; 219
Meaning: 1) to throw, shoot, cast, pour
1a) (Qal) 1a1) to throw, cast 1a2) to cast, lay, set 1a3) to shoot arrows 1a4)
to throw water, rain 1b) (Niphal) to be shot 1c) (Hiphil) 1c1) to throw, cast
1c2) to shoot 1c3) to point out, show 1c4) to direct, teach, instruct 1c5) to
throw water, rain
Origin: a primitive root; TWOT - 910; v
Usage: AV - teach 42, shoot 18, archers
5, cast 5, teacher 4, rain 2, laid 1, direct 1, inform 1, instructed 1, shewed
1, shooters 1, through 1, watered 1; 84
[3] Daryanto, Kamus Bahasa Indonesia
Lengkap, (Surabaya: Apollo, 1997)
[4]
Dyrness, W; Tema-tema dalam Teologi
Perjanjian Lama, (Malang: Gandum Mas, 2004)
[5] Hill Andrew E &Walton John
H; Survei Perjanjian Lama, (Malang: Gandum Mas,
2008).
[8] Diktat Sekolah Tinggi Theologi Injili
Arastamar (SETIA) Bengkulu, hlm. 20
[9] David L. Baker, Satu alkitab Dua Perjanjian , (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000), 164 - 166
[10] Diktat Sekolah Tinggi Theologi Injili Arastamar (SETIA) bengkulu, hlm.
21
Tidak ada komentar:
Posting Komentar