Minggu, 21 Mei 2017

Hubungan Allah, Tanah dan Manusia Berdasarkan Kejadian 2:4b-7



Hubungan Antara Allah – Manusia – Tanah
Berdasarkan Kejadian 2 : 4b – 7 sebagai Dasar untuk Memahami Etika PL

 
Abstract

Everything in the world has changed with no occasion to make it coming back. Alhtough someone tell you that the histories will  always repeatable but nothing can same again. The only samething idea in the world is the fact that you are human, you live in the world and something who almighty made  it and you have to respect  them as a human if you want to be the real man.

Pendahuluan
            Perkembangan dunia saat ini menunjukkan kemajuan pesat bagi peradaban manusia namun kemunduran bagi bumi dan relasi dengan Allah. Kepedulian terhadap sesama, alam sekitar dan kebergantungan kepada Allah sudah bukan merupakan hal yang penting. Satu-satunya yang menjadi pusat kehidupan, pusat kepentingan, semua berorientasi pada diri sendiri. Manusia atau individu adalah pusat segala sesuatunya di dunia. Manusia mencintai dirinya sendiri lebih dari apapun. Segala sesuatu dilakukan jika itu baik bagi diri sendiri dan dapat dipertanggungjawabkan oleh diri sendiri. Pembukaan Alkitab dalam Kejadian 2: 1 – 4 memberikan definisi yang jelas tentang manusia. Dari sinilah kita dapat memikirkan cara untuk bertindak etis selaku manusia masa kini.

Isi
Reinterpretasi Hubungan Allah – Tanah – Manusia
Melalui Deskripsi Kejadian 2 : 4b – 7

Latar Belakang Penulisan
            Makalah ini dimulai dengan lebih memberi penekanan pada faktor manusia. Sebenarnya penulis ingin mengganti judul makalah ini menjadi hubungan antara manusia – tanah – Allah. Namun untuk memberi kesan santun pada kebesaran Allah dalam pandangan timur, maka judul ini tetap dipertahankan.
            Bagi penulis, masa kini merupakan masa di mana setiap orang mendewakan dirinya sendiri. Apapun yang dipandang baik dan dapat dipertanggungjawabkan oleh individu, merupakan hal yang sah dan ini didukung oleh Hak Azazi Manusia. Jika individu menganggap bahwa sesuatu itu benar, maka tidak ada seorangpun boleh mengubahnya kecuali jika dirinya sendiri memutuskan untuk melakukannya. Dalam kaitan dengan Allah dan Tanah, individu memutuskan perlu tidaknya peduli terhadap kedua faktor ini.
Kitab kejadian memberi gambaran etis pentingnya kepedulian terhadap kedua hal ini, karena keduanya merupakan elemen penyusun manusia. Kejadian menjelaskan bahwa manusia pada hakikatnya, tersusun oleh dua komponen, tubuh dan jiwa. Tubuh berasal dari tanah dan jiwa berasal dari Tuhan. Penulis mengkaji hubungan ketiga elemen ini melalui pendekatan kepenulisan Kejadian 2 : 4b – 7.

Pengantar Kitab Kejadian Secara Singkat
Judul
            Para ahli sepakat bahwa judul bagi kitab ini yang cocok adalah bere’sit karena dari sinilah segala sesuatu dimulai dan dari sini jugalah sejarah kehidupan dunia dan manusia dimulai.

Tujuan Penulisan Kitab Kejadian
            Menurut Wolf, berdasarkan isinya, Kitab Kejadian merupakan prolog bagi seluruh Alkitab (2004 : 104). Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan dalam artikel mengatakan bahwa Kejadian merupakan landasan hakiki bagi Pentateukh dan bagian Alkitab lain. Kitab Kejadian ini merupakan satu-satunya catatan yang dapat dipercaya tentang awal alam semesta, manusia, pernikahan, dosa, kota – kota, bahasa – bahasa, Israel dan sejarah penebusan. Kitab Kejadian memberikan suatu pemahaman dasar tentang Allah baik dari segi penciptaan, kehidupan manusia, kejatuhan, kematian, penghakiman, janji, dll[2]. Dengan demikian, bukan hanya sebagai prolog atau landasan bagi Pentateukh dan penulisan seluruh materi Alkitab. Kitab ini meletakkan dasar bagi iman tidak hanya orang Kristen namun juga bangsa Yahudi tentang satu Energi Maha Daya yang mengatur setiap elemen bumi termasuk yang ada di dalamnya yang disebut sebagai Tuhan.
           
Penulis Kitab Kejadian
Penulis Kejadian Secara Umum
            Longman dalam pendahuluannya di bab 2 bukunya menyatakan adanya dilema jika menuliskan nama penulis kitab Kejadian ini. Ia menyatakan bahwa jika menolak otoritas Musa sebagai pengarang, kesetiaan iman dipertanyakan, namun jika mengatakan Musa adalah pengarang dari kitab Kejadian, maka kecerdasan yang jadi pertanyaan[3] (2013:14). Park lebih tegas lagi menyatakan bahwa Musa adalah penulis dari kitab Kejadian. Bahkan dengan gaya bahasa yang cukup keras, Park menyatakan bahwa adalah sesuatu yang salah jika tidak mengakui otoritas Musa sebagai pengarang. Selain itu, kitab ini justru akan tidak mempunyai wibawa penulis. Yesus sendiri mengutip kitab Musa atau dengan kata lain mengakui otoritas kepengarangan Musa, jadi, menolak kitab Kejadian sebagai tulisan Musa sama dengan tidak percaya Yesus (2002 : 2). Davis mengakui ide bahwa Musa adalah penulis Pentateukh. Sampai abad ke-19, para ahli Teologi pun berpendapat demikian. Baru setelah itu, otoritas penulis dipertanyakan dan mulai muncul beberapa nama atau kelompok orang yang diperkirakan sebagai penulis kitab Kejadian. Bagi Davis, bukti baik secara internal dan eksternal menunjuk penulis kitab ini adalah Musa. Secara eksternal bukti kepenulisan Musa ditunjukkan melalui pemakaian referensi kitab Musa oleh Yosua, orang-orang Yahudi Palestina, tokoh-tokoh PB, bahkan oleh Yesus sendiri. Secara internal, berdasarkan kesatuan tulisan, pengetahuan pengarang tentang kronologi peristiwa, kebudayaan, dan lokasi-lokasi kejadian, semua merujuk kepada Musa (2001 : 17 – 24). Lepas dari semua pendapat itu, Longman mencoba memberi jalan keluar bagi permasalahan ini. Ia sepertinya memang menyetujui otoritas Musa sebagai penulis kitab Kejadian, namun juga tidak menampik bahwa ada kemungkinan besar campur tangan penulis lain dalam kitab Kejadian. Memang ada jarak waktu yang jauh antara Musa dan para nenek moyang Israel, karena itu, bisa jadi Musa mengumpulkan beberapa bahan sejarah untuk dimasukkan dalam tulisannya (2013 : 50 – 68).
Kita tidak bisa memastikan siapa penulis kitab Kejadian karena memang tidak ada pengakuan langsung dalam bentuk tulisan tentang jati diri penulis. Tapi penulis melihat memang ada beberapa kejanggalan jika penulis kitab Kejadian ini bahkan Pentateukh adalah Musa. Biasanya, ada kesan subyektif dalam setiap tulisan seseorang, demikian juga dengan sejarah. Lagipula dengan tingkat kepadatan tugas Musa, kemungkinan baginya untuk menulis secara obyektif sangat kecil, kecuali memang ada orang lain[4] yang menulis kitab Kejadian maupun keempat kitab lainnya. Yang paling penting adalah, siapapun pengarangnya, otoritas tertinggi tetap berada di tangan Allah. Lagipula di zaman sekarang, jemaat awam tidak terlalu mempermasalahkan penulis kitab, tokoh-tokoh Alkitabpun tidak dapat diingat seluruhnya. Karena yang penting bagi mereka bukan penulisnya melainkan otoritas tertinggi di balik pengarang itu, Allah.

Penulis Kejadian 2 : 4b – 7
Para ahli sepertinya mempunyai suara bulat tentang penulis Kejadian 2 : 4b – 7 ini berbeda dengan yang terjadi pada kitab Kejadian secara umum, dan ini melegakan. Kejadian 2 : 4b – 7 ini disetujui diambil dari sumber Y. Sumber Y sendiri dipercaya merupakan sumber tertua, kemungkinan muncul pada zaman pemerintahan Daud dan Salomo yaitu abad 11 – 10 sM. Wahono mengatakan bahwa sumber Y ini bergantung pada tradisi lisan yang sebelumnya dan cerita pertamanya adalah Kejadian 2 : 4b (2011 : 61 – 62).  Sumber Y menggunakan nama Yahweh secara konsisten. Menurut Longman, Y adalah seorang penutur cerita, yang dapat diamati dengan membandingkan nada kisah penciptaan di Kejadian 2 : 4b – 25 dan Kejadian 1 : 1 – 2 : 3 yang dihubungkan dengan sumber P (2013 : 59, 62). Ia menambahkan bahwa sumber Y merupakan jenius sastra di balik kitab Kejadian. Karya tulisnya dikatakan lebih bersemangat, intim, dan bersifat antropomorf secara leluasa, memberi penekanan erat terhadap hubungan manusia dengan Allah dan keterikatan manusia dengan bumi (2013 : 63). Blommendal menambahkan bahwa sumber ini juga bersifat universal yang menyatakan Allah sebagai khalik langit dan bumi serta manusia (2012 : 18). 
            Karena itu, berdasarkan keterangan-keterangan tersebut, penulis semakin yakin untuk melihat deskripsi ini dari sisi kemanusiaannya. Untuk melihat hubungan yang terjalin antara Manusia, Allah dan tanah serta menarik upaya etis bagi hubungan ini sebagai dasar dalam beretika.

Isi Kitab Kejadian
            Berdasarkan isinya, Kitab Kejadian ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu Kejadian 1 – 11 tentang asal – usul dunia dan kebanyakan dari kisah ini lebih dianggap bersifat mitos Yahudi dan Kejadian 12 – 50 tentang para nenek moyang Israel.

Kesimpulan
            Penulis tidak begitu peduli Kitab Kejadian dapat dipertanggungjawabkan atau tidak dalam dunia science modern. Ada banya versi tentang teori Penciptaan yang disajikan baik secara fisika maupun metafisika. Faktanya adalah bahwa sebagian besar umat manusia sampai saat ini masih mengakui Kitab kejadian sebagai pemberi informasi tentang penciptaan dunia. Mungkin tidak bisa diterima science karena buku ini memang tidak ditulis untuk kepentingan penelitian science. Tapi jika buku ini masih tetap dipercaya keabsahannya oleh orang percaya sampai saat ini, maka buku ini disebut sebagai buku iman. Tidak semua hal yang bisa dijelaskan oleh nalar fisika disebut kebohongan, itu iman.

Teori Penciptaan Manusia Berdasarkan Kejadian 2 : 4b – 7
            Ada berbagai macam teori tentang penciptaan, baik dibahas sebagai secara mitologi maupun science. Kitab Kejadian menyajikan teori penciptaan ini dalam dua cara dan sumber yang berbeda, Kejadian 1 : 1 – 2 : 4a dan 2 : 4b – 7[5].  Adapun dalam sub judul ini, penulis akan membahas tentang teori penciptaan berdasarkan Kejadian 2 : 4b – 7.

Penyediaan Bahan Baku (Kejadian 2 : 4b – 6)
            Penulis memberikan judul ini dalam topik tafsir pertama tentang proses kreasi manusia. Pemilihan judul ini dilakukan untuk mengarahkan makalah ini pada tujuan utamanya, menemukan hubungan antara Allah, tanah dan manusia demi pengambilan keputusan etis selanjutnya.  

Keadaan Di Awal Penciptaan (Kejadian 2 : 4 – 5b)
Ketiadaan saksi mata sejarah penciptaan menyebabkan munculnya berbagai versi rekaan tentang kronologi penciptaan. Penulis Alkitab sebagai teks dasar iman Kristen memberikan gambarannya sendiri tentang penciptaan. Gambaran penciptaan muncul dalam dua versi berbeda. Singkatnya kronologi penciptaan yang muncul dalam kitab Kejadian membuat reka ulang kejadian sebatas imajinasi para pembaca. Bagian dari tafsiran inipun butuh kekuatan khayal. Entah ini cukup ilmiah atau tidak, penelitian ini dimulai di sini:
Ketika TUHAN Allah menjadikan bumi dan langit, -- belum ada semak apapun di bumi, belum timbul  tumbuh-tumbuhan apapun di padang, sebab TUHAN Allah belum menurunkan hujan ke bumi,  dan belum ada orang untuk mengusahakan tanah itu; 

Bumi dan langit merupakan ciptaan Allah yang pertama, namun berdasarkan teks, belum ada apapun di sana. Ayat 5 menerangkan bahwa semak belum ada, tumbuh-tumbuhan belum ada. Versi BIS-nya lebih memberikan petunjuk tentang keadaan ini:
Belum ada benih yang bertunas dan belum ada tanam-tanaman di bumi, karena TUHAN belum menurunkan hujan dan belum ada orang untuk mengerjakan tanah itu.

Bumi masih serupa dengan planet lain dalam lingkaran tata surya yang mengelilingi matahari. Tidak ada kehidupan di dalamnya, keadaan tandus, tidak ada bedanya dengan planet lainnya, kering. Istilah bumi sendiri berasal dari kata erets yang memiliki pengertian tanah, bumi, tanah suatu negeri. Sepertinya tanah yang dimaksud di sini lebih mengarah kepada pengertian zona teritorial ketimbang elemen teratas  penyusun lempeng bumi.  Sifatnya lebih luas dari bumi. Berbeda dengan tanah yang muncul dalam Kejadian 2 : 7 yang berasal dari kata adamah yang sifatnya lebih spesifik, bagian teratas dari lempeng permukaan bumi.

Tanda – tanda Awal Kehidupan (Kejadian 2 : 6)
            Tanda- tanda awal kehidupan di bumi muncul dengan adanya keterangan tentang kabut yang naik ke atas dari bumi dan membasahi seluruh permukaan bumi itu. Para ahli Geologi menyimpulkan bahwa air merupakan gejala awal adanya kehidupan dan salah satu bukti kelayakan huni suatu planet. Sampai saat ini para ahli sedang mencari planet lain yang kemungkinan bisa menjadi tempat hidup bagi makhluk hidup. Indikator awal adanya suatu kehidupan di planet adalah air. Bumi sendiri memiliki 70% lapisan hidrosfer.
            Dalam kabut[6] seperti yang disebutkan dalam Kejadian 2 : 6 terkandung senyawa penting pendukung bagi kehidupan. Kabut yang naik ke atas permukaan bumi menunjuk kepada proses penguapan bumi. [7]Jika ide ini benar, sebelum proses penguapan terjadi, dalam lempeng bumi yang Allah ciptakan memang sudah terkandung air. Memang ayat ini tidak secara tersurat menjelaskan bahwa daratan dan lautan sudah terpisah. Namun menurut Pulpit Commentary, pada saat ini, sudah terjadi pemisahan keduanya, sementara atmosfer membawa air laut ke langit sehingga menghasilkan hujan yang jatuh ke bumi (- : 41).  Berdasarkan keterangan Kejadian 2 : 6 ini, kabut itu naik ke atas dari bumi. Proses agar kabut yang berisi uap air  naik dari permukaan bumi dilakukan oleh atmosfer. Atmosfer terdiri dari atom-atom yang juga mempunyai peran penting dalam kehidupan dan perlindungan bagi bumi. Ketika uap air naik dan berkumpul di awan. Setelah awan berat, ia mengalami kondensasi sehingga terjadi hujan yang membasahi permukaan bumi, tepat seperti yang diterangkan dalam Kejadian 2 : 6b. Proses ini akan terus berulang dan ini dinamakan sebagai siklus air. Siklus air ini merupakan mekanisme penting pendukung kelangsungan hidup di darat[8].  The Pulpit Commentary menjelaskan bahwa pada saat yang sama ketika Ia menurunkan hujan, Allah mempersiapkan hujan itu bagi tumbuhan. Inilah juga yang dicatat dalam hari ketiga penciptaan ( - , 41).
           
Bahan Baku Tersedia
            Tanah merupakan bagian daratan bumi. Tanah ini merupakan campuran dari berbagai senyawa organik maupun non organik. Tanah sangat penting bagi kehidupan di bumi karena tanah mendukung kehidupan. Air dan udara merupakan bagian dari tanah[9]. Allah juga mengambil prakarsa untuk menciptakan manusiadari tanah.

Proses Kreasi Allah pada Manusia (Kejadian 2 : 7)
            Dalam sub judul ini, dideskripsikan proses kreasi Allah terhadap manusia. Tidak memuat tafsiran secara keseluruhan namun upaya untuk mempermudah pemahaman tentang kreasi Allah dari segi elemen penyusun manusia.

Berkreasi dengan Debu Tanah
            Dalam ayat 7 ini muncul klausa “Tuhan Allah membentuk manusia dari debu tanah”. Debu dalam bahasa aslinya adalah ‘aphar yang berarti debu atau bubuk, serbuk, dll. Sementara tanah berasal dari kata ‘adamah atau tanah sebagai substansi bumi. Jadi adamah aphar berarti serbuk atau bubuk tanah. Ada sedikit kesulitan mengerti cara Allah menciptakan manusia dari debu tanah. Namun hal ini bisa lebih mudah dilakukan jika dikaitkan dengan proses pembuatan tembikar. Orang-orang di zaman PL, para penulis PL, mengenal proses pembuatan tembikar. Dalam PL, tembikar muncul beberapa kali dengan bahasa asli cheres yang berarti tanah. Tembikar dalam PL biasa dikaitkan dengan pembuatnya si tukang periuk. Nama lain dari tembikar adalah gerabah[10]. Pada masa kini, tembikar dikenal dengan nama keramik. Namun seiring perkembangan zaman ada berbagai senyawa kimia baru dipakai juga dalam pembuatan keramik. Keramik yang terbuat dari tanah liat dinamakan keramik klasik atau tradisional[11].
            Keramik ini bisa terbuat dari lempung[12], lanau, pasir, dll[13]. Debu tanah yang dimaksud di sini dalam terjemahan bahasa Indonesia adalah lanau[14]. Ukuran partikelnya di antara lempung dan pasir, lebih besar dari lempung namun lebih kecil dari pasir. Tanah yang digunakan untuk membuat tembikar merupakan tanah pilihan dan diolah dengan tekhnik khusus. Bedanya adalah, untuk pembuatan tembikar ada proses pembakaran. Sebuah sumber menjelaskan tentang pembuatan tembikar sebagai berikut:
Proses pertama memilih tanah yang benar-benar bagus, tidak boleh memilih sembarang tanah. Yang jelas tanah tersebut bukan tanah kapur, karena tanah tersebut tidak bisa diolah menjadi bahan utama. Proses kedua, tanah yang sudah dipillih kemudian disiram air dan diamkan selama satu hari satu malam, berfungsi agar tanah tersebut benar-benar lunak untuk mempermudah proses pengolahan. Keesokan harinya tanah harus disisir dengan cangkul untuk mencari batu-batu yang masih ada dalam tanah, proses menyisir tersebut di lakukan sebanyak tiga sampai lima kali.
Proses ketiga tanah yang sudah diolah tersebut dibentuk bulat seperti bola, dan dimasukan kedalam mesin penggilingan tanah agar tanah tersebut benar-benar halus. Proses penggilingan tanah dilakukan sebanyak tiga sampai lima kali, tanah yang sudah dihaluskan dibulatkan lagi seperti bola, agar mudah memindahkan tanah tersebut. Proses keempat adalah proses pembentukan segala bentuk yang diinginkan. Proses kelima tanah liat yang sudah dibentuk jadi dijemur di bawah terik matahari selama satu sampai dua hari, agar tanah tersebut tidak terlalu lunak. Agar halus, simpan lagi selama satu malam. Selanjutnya, lakukan proses penjemuran dan penghalusan selama enam sampai tujuh hari, sebelum barang tersebut benar-benar siap untuk dibakar[15].

            Hal di atas merupakan mekanisme pembuatan tembikar, namun hanya sampai pada proses pembakaran. Penulis berpikir bahwa terjemahan yang digunakan untuk tembikar ini yang erat kaitannya dengan tanah memiliki proses yang sama dengan pembuatan bejana tanah di Palestina atau dunia PL. Dalam menciptakan manusia, Allah tidak hanya sebatas menciptakan secara verbal, namun membentuk langsung dengan tangan-Nya. Kata membentuk berasal dari kata yatsar yang asal katanya bermaksud untuk menunjuk kepada sebuah upaya “meremas sesuatu sampai menjadi bentuk tertentu”. Hasil terbaik dibutuhkan kerja tangan Allah secara langsung, mulai dari pemilihan bahan, proses pembuatan, dan hasil akhir. TUHAN Allah memilih bahan terbaik dari debu tanah, mengolahnya sendiri sampai tanah itu mencapai bentuk tertentu yang dinamakan sebagai tubuh manusia. Dengan demikian, manusia merupakan maha karya Ilahi dengan nilai seni tertinggi. Seorang seniman adalah orang pertama yang akan merasa puas dengan hasil karya-Nya, dan sumber P mencatat perasaan yang tergambar dalam diri Allah ketika Ia melihat hasil karya-Nya itu (Kej 1 : 31).

Menghidupkan Hasil Kreasi
            “.... menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya”. Davis mengatakan dibentuk, tubuh manusia itu masih tetap merupakan benda mati. Karena itu Allah harus menghidupkannya dengan cara menghembuskan nafas ke dalamnya (Davis, 2001 : 80). Tanpa kehidupan, debu tanah yang sudah dikreasikan sedemikian rupa hanya akan menjadi patung pada umumnya. Allah memberikan nafas ke dalam lubang hidup manusia dan menjadikannya hidup. Kata menghembuskan dalam  teks ini berarti meniupkan nafas ke dalam lubang hidung patung debu tanah tersebut. Nafas seperti banyak tafsiran yang sudah muncul terlebih dahulu menyatakan tidak hanya sekedar udara namun juga bagian  dari diri Allah yang diberikan dalam diri manusia yaitu jiwa.  Sosiopater menambahkan bagian dari diri Allah ini dari bahasa aslinya yaitu “nepes hayya” atau nafas Allah. Sehingga jika nafas ini berlalu, manusia hanya  menjadi “makhluk mati”. (2011 : 48).
Jiwa sendiri merupakan bagian yang bukan jasmaniah (immaterial) dari seseorang mencakup pikiran dan kepribadian yang sinonim dengan roh, akal, atau awak diri[16]. Jiwa manusia merupakan bagian sentral dalam diri manusia yang merupakan salah satu indikator utama kehidupan manusia sekaligus yang membedakannya dengan hewan. Jiwa inilah kehidupan berupa bagian dari diri Allah, sumber kehidupan, yang ada dalam diri manusia yang menjadikan manusia mirip dengan Allah. Mirip dengan Allah berarti memiliki karakteristik seperti Allah. Karena jiwa manusia dapat disebut makhluk rohani (Barth, 2013:34).
Jiwa mencakup rasio dan kepribadian manusia. Jika hipotesis ini benar, maka jiwa ini terletak di dalam otak manusia yang merupakan pengatur segala macam fungsi organ manusia[17]. Sumber Y yang menuliskan teks ini bisa jadi mengidentifikasikan secara sederhana sebuah pemahaman bahwa kehidupan berkaitan dengan udara yang ada dalam diri manusia yaitu nafas. Tapi jika dikaitkan dengan dunia medis atau biologi, bisa didapatkan penjelasan lebih daripada itu. Ketika Allah menghembuskan nafas hidup dalam lubang hidung debu tanah, Ia mengaktifkan seluruh organ tubuh dan meletakkan koordinator bagi semua organ di dalam otak yaitu jiwa. Sehingga dengan demikian, seluruh organ tubuh yang berasal dari debu tanah itu diatur sedemikian rupa oleh kekuatan besar dalam diri manusia pemberian Allah, bagian dari diri Allah. Jadi seharusnya, Allah sendirilah yang memiliki kewenangan langsung untuk mengatur diri manusia.

Manusia menjadi Makhluk yang Hidup
            “.... Demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup”. Allah membentuk manusia sedemikian rupa dengan debu tanah dan mengembuskan nafas-Nya ke dalam  lubang hidung manusia sehingga versi BIS mengatakan “maka hiduplah manusia itu”. Kata makhluk di sini berasal dari kata nephes yang berarti organisme sempurna lengkap dengan tubuh, pikiran, emosi, kehendak, atau biasa disebut dengan individu.

Kesimpulan
            Kejadian 2 : 4b – 7 ini tidak memang tidak memberikan gambaran ilmiah modern tentang penciptaan dunia dan manusia. Namun teks ini menghantarkan setiap pembaca kepada sebuah imajinasi tentang karya besar Allah dalam dunia terutama bagi penciptaan manusia. Dunia science modern dapat memberi dukungannya bagi pendeskripsian logis tentang penciptaan dan berdasarkan penggalian inilah ditarik aplikasi etis terhadap hubungan Allah – manusia – dan tanah.
           
Perkembangan Hubungan antara Allah – Manusia – Tanah Berdasarkan Sejarah
            Semua yang ada di dalam dunia ini berubah walaupun subyeknya tetap sama. Hubungan antara Allah, manusia dan tanah juga mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Berikut ini penulis menggambarkan hubungan antara ketiganya berdasarkan perkembangan periode waktu sejarah.

Perkembangan Hubungan Manusia – Allah – Tanah pada Era Pra – Aksara
            Pra aksara merupakan istilah masa kini yang digunakan untuk menggantikan istilah pra sejarah dengan alasan bahwa bahkan jauh sebelum manusia mengenal tulisan, manusia sudah memiliki sejarah (Kemendikbud, 2014 : 4). 
            Pada masa ini, ada dua ciri khas pola kehidupan manusia purba, yaitu kedekatan dengan sumber air dan kehidupan alam terbuka. Air merupakan kebutuhan vital bagi manusia, selain di sekitar air ditumbuhi berbagai macam tumbuhan, dan dikelilingi juga berbagai macam hewan. Karena itu tidak heran jika mereka sungai dan danau merupakan tujuan tempat tinggal mereka. Awalnya mereka hidup dengan meramu dan berburu. Manusia purba hidup nomaden sesuai dengan ketersediaan makanan di sekitar mereka. Kehidupan mulai meningkat ketika mereka mulai mengenal sistem pertanian. Namun semuanya masih serba sangat sederhana. Kehidupan mereka bergantung total kepada alam. Peralatan yang mereka pergunakan untuk berburu terbuat dari batu, sehingga zaman ini kebanyakan dikenal juga sebagai zaman batu.
            Masyarakat pra-aksara diperkirakan sudah mengenal sistem kepercayaan. Mereka percaya adanya kekuatan besar yang menguasai alam, namun kebanyakan bukti mengarah kepada adanya upacara pemakaman dan seni. Hal ini terlihat dari beberapa bukti berupa dolmen, sarkofagus, menhir, dll. Bukti-bukti dari sistem kepercayaan ini mendorong berkembangnya kepercayaan anisme dan dinamisme.

Perkembangan Hubungan Manusia – Allah – Tanah pada Masa Kuno
            Peradaban di zaman kuno ini telah lebih maju ketimbang masa pra-aksara. Indikator bagi peradaban kuno adalah peradaban sungai. Catatan sejarah menunjukkan bahwa kebanyakan situs-situs purbakala kerajaan kuno ditemukan di sekitar sungai. Ada beberapa catatan penemuan sejarah peradaban kuno seperti lembah sungai Nil, Kuning, Indus, Gangga, Tigris, dll.
            Pada masa ini tekhnologi sudah lebih baik dari sebelumnya. Manusia mulai memproduksi alat-alat bagi pertanian, mengenal sistem irigasi dan pembukaan hutan untuk lahan pertanian. Tempat tinggal sudah menetap, namun kebanyakan peradaban masih di sekitar sumber air atau sungai. Perkembangan tekhnologi pada masa ini dikenal juga melalui bahan produksi peralatan yang mereka pergunakan seperti besi, emas, perak, dan perunggu. Sehingga, nama lain untuk masa ini adalah zaman perunggu dan zaman besi.
            Sistem religi diperkirakan sudah ada sejak tahun  10.000 SM dengan ditemukannya situs kuil tertua di Turki[18]. Pada masa itu umumnya orang-orang menaruh kepercayaannya kepada benda-benda alam seperti matahari, bulan, bintang, bumi, bahkan laut. Kepercayaan terus berkembang, di beberapa tempat seperti Mesir, Kanaan, India, Fenisia mulai muncul Politeisme. Religi lebih berkembang lagi dengan adanya penyembahan terhadap manusia yang dianggap sebagai wakil dewa dalam hal ini raja seperti yang dilakukan di Mesopotamia. Berbagai aliran keagamaan seperti Hindu, Budha, dan politeis lain bermunculan. Dalam komunitas Yahudi, muncul Monoteisme. Beberapa abad sebelum Masehi, mulai muncul pemikir-pemikir filsafat. Di Asia Timur, pemikiran-pemikiran penting muncul sebagai hasil harmonisasi antara alam dan para leluhur yang membawa kesejahteraan kepada mereka dan membawa hakikat bagi diri mereka. Selain Asia Timur, India, filsafat ini juga berkembang pesat di Yunani.  Di abad Masehi muncul kembali berbagai kepercayaan baru. Dua aliran terkenal yang muncul adalah Nasrani dan Muslim. Kristen dianggap sebagai suatu aliran yang lahir dari agama monoteis terdahulu dalam Yudaisme. Sementara Islam lahir di daratan Arab namun dalam warna teologi yang nyaris serupa juga dengan Yudaisme. Karena itu kedua aliran keagamaan ini juga bersifat Monoteistik dan berlatarbelakang sama yaitu  Yudaisme. Namun ketiga agama ini saling bertentangan satu sama lain.
            Pembabakan ini merupakan periode puncak keagamaan. Ada begitu banyak aliran kepercayaan yang muncul, bersaing, berperang dan mencoba untuk bertahan. Hampir setiap kaum cendikia mulai memikirkan tentang adanya kekuatan lain di luar atau dalam diri mereka yang mengatur keseimbangan alam semesta. Tapi yang jelas adalah bahwa pada zaman ini, hubungan manusia dengan Allah sangat akrab meskipun gambaran masing-masing aliran kepercayaan tentang Allah berbeda.
           
Perkembangan Hubungan Manusia – Allah – Tanah pada Era Modern
            Abad ini berlangsung sekitar tahun 1500 sampai 1800 Masehi bahkan bisa dibilang sampai ke tahun 1900 M. Era ini diawali dengan adanya revolusi industri dengan penemuan mesin uap. Indikator paling populer adalah pemujaan terhadap rasio manusia. Pada masa ini, science demikian berkembang dan menjadi alat untuk pemenuhan ambisi kekuasaan ekonomi, kapitalis, konsumerisme, dll. Tenaga manusia digantikan dengan tenaga mesin sehingga tingkat pengangguran semakin meningkat. Jika tetap ingin bekerja, para buruh dibayar dengan harga murah, akibatnya timbul perbudakan. Eropa bangkit melakukan penjelajahan samudera yang melahirkan perluasan kekuasaan ke daerah-daerah baru demi mengeksploitasi kekayaan alam di daerah jajahan, menyebarkan agama mereka dan membentuk koloni-koloni baru[19].
            Pada masa ini manusia adalah tema sentral. Penenemuanp-penemuan baru yang manusia miliki telah menciptakan manusia-manusia baru yang serakah. Manusia menggunakan akalnya untuk mengeruk segala sesuatu yang ada di sekitarnya demi kemakmuran hidup pribadi dan negaranya. Negara yang memiliki kemampuan science tinggi akan memperbudak dan mengeruk kekayaan negara lain yang dianggap terbelakang. Akibatnya, negara yang kaya semakin kaya dan negara miskin semakin miskin.
Tidak hanya bagi sesama manusia, efek modernisasi ini juga mengena pada bumi. Tenaga manusia memiliki keterbatasan berbeda dengan mesin. Mesin memang terbatas namun manusia sebagai pencipta mesin tahu dengan pasti cara menyiasatinya. Mesin mampu menghasilkan berkali-kali lipat daripada yang dapat dihasilkan oleh tangan manusia. Mesin juga mampu menjangkau ketinggian ataupun kedalaman yang tidak dapat dijangkau oleh manusia. Karena itu eksploitasi terjadi pada bumi. Jika tangan manusia hanya mampu menggali dan mengambil tambang dalam jumlah terbatas, mesin raksasa dapat mengeruk hasil bumi lebih banyak. Penggalian terhadap tambang tidak pernah berjudul ramah lingkungan. Penebangan hutan pun tidak pernah bertema penyelamatan lingkungan. Namun demi peruntungan ekonomi sekelompok orang, mesin-mesin ini merupakan sarana termudah.
Industri-industri besar bermunculan sejak adanya revolusi industri. Efek dari kemunculan raksasa-raksasa industri ini bagi bumi adalah limbah-limbah kimia yang menyebabkan pencemaran lingkungan. Pencemaran lingkungan ini tidak hanya berdampak buruk bagi bumi, namun juga bagi makhluk hidup yang ada di sekitar industri.
Di lain pihak dalam tubuh agama-agama sering terjadi peperangan. Sayangnya, peperangan dengan latar belakang politik dan ekonomi ini malah berujung kepada sensitif agama dan acapkali terjadi justru  dalam tubuh keluarga monoteis. Hal yang paling disayangkan adalah peperangan antar agama ini terjadi justru dalam tubuh agama tiga serumpun. Dan hal ini terus berkelanjutan sampai sekarang.
            Khusus di Kekristenan, Teologi pun berkembang dengan sangat baik sejalan dengan pemujaan terhadap rasio manusia. Timbul para pemikir-pemikir baru dalam dunia Kristen. Kristen yang awalnya sedemikian patuh pada gereja Katolik Roma melahirkan satu aliran baru yaitu Protestan. Sementara gereja Katolik semakin gelisah dan berambisi untuk menyelesaikan masalahnya dengan Luther dan pengikutnya, teologi-teologi baru bermunculan. Akibatnya dalam  tubuh agama inipun sering terjadi ketegangan. Dengan rasionya, semua orang mulai mencari jawab atas semua pertanyaan yang muncul tentang pemikiran Kristen.
           
Perkembangan Hubungan Manusia – Allah – Tanah pada Era Post – Modern
            Kemiskinan, kehidupan yang kaku, penderitaan hasil dari modernisme melahirkan satu pembabakan baru dalam sejarah dunia yaitu posmodernisme. Ada berbagai gejala yang menandai postmodern, antaralain: Munculnya globalisasi ekonomi dan perkembangan teknologi komunikasi di berbagai belahan dunia, perkembangan di bidang seni, dll[20].
            Masa ini merupakan era pasar bebas. Segala macam produk bebas memasuki suatu wilayah. Produk yang ditawarkan bervariasi. Bukan hanya produk otomotif maupun cyber, produk-produk kecil seperti pakaian dalam, jarum, hiasan imitasi, dll diperdagangkan dari dan ke berbagai negara. Komunikasi via seluler dan internet merupakan salah satu indikator penting bagi periode ini. Perkembangan terjadi begitu pesat dalam beberapa dekade terakhir. Peralatan ini bukan lagi merupakan kebutuhan tersier bagi seseorang. Semua orang dari berbagai kalangan, daerah, usia, menggunakan seluler yang terhubung ke internet ini. Para raksasa industri juga berebutan untuk mengeluarkan  produk-produk dengan menawarkan berbagai aplikasi menarik bagi penggunanya. Semua orang bebas memilih.
            Hanya dengan mengambil dua contoh di atas, penulis menyimpulkan masa  ini sebagai masa kebebasan individu. Tidak hanya dalam hal bernafas, berpikir, berkehendak, maupun  mengemukakan pendapat, kebebasan terjadi dalam hal apapun. Jika seseorang merasa taat peraturan merupakan hal yang baik, maka itu sah. Apapun yang dilakukan individu, jika baginya itu baik, entah itu baik atau buruk, itu sah. Keabsahan individu untuk bertindak ini didukung juga oleh Hak Azasi Manusia. Dalam kaitannya dengan hukum, meskipun ada hukum tertulis, hukum itupun perlu interpretasi ulang.
Kondisi bumi pada saat ini semakin tidak seimbang. Efek kerusakan lingkungan hasil dari zaman modern terjadi di mana-mana  karena itu lahirlah propaganda terhadap kepedulian lingkungan. Namun propaganda ini tidak terjadi secara menyeluruh. Etika postmodern tentang lingkungan memang sudah memiliki bentuk teori namun tidak dalam hal praktis. Sebuah anekdot singkat menyatakan demikian,
“Hanya manusialah yang mengatakan ‘Save The Earth!!! Go Green!!!’ sambil terus menebang dan membakar hutan sambil selalu memakai tisu toilet”.

Gejala umum, manusia postmodern mulai sangat prihatin terhadap nasib bumi namun mereka berbuat segala sesuatu yang baik menurut pandangannya sendiri tanpa mempedulikan pendapat orang lain. Mereka yang satu tujuan, satu pikiran, satu kepentingan akan membentuk satu kelompok tertentu. Kelompok yang peduli pencemaran lingkungan akan mulai melakukan propaganda-propaganda untuk penyelamatan lingkungan seperti “dilarang membuang sampah sembarangan”, “kurangi penggunaan kendaraan bermotor”, “hari tanpa asap sedunia”, dll. Kelompok yang peduli terhadap  kehidupan hewan mempropagandakan tentang  pola hidup vegetarian. Ada berbagai kelompok lain sesuai dengan tujuan mereka masing-masing.
Kekecewaan terhadap kehidupan dunia modern dan sistem kapitalisme yang ada di dalamnya membuat banyak orang kembali lagi mengisi bagian kosong yang ada dalam hidup mereka yang tidak dapat diselesaikan hanya dengan rasio. Ada yang memecahkan masalah ini dengan mendekatkan diri kepada Tuhan, seni, pertapaan, dll. Namun semuanya masih bergantung kepada keputusan individu.  Ada sebagian orang yang menganggap ibadah kepada Tuhan penting dan memutuskan menjadi orang yang taat beribadah. Namun ada sebagian yang tidak percaya bahwa Tuhan ada dan masih terus mencari jalan keluar untu mengisi ruang kosong dalam hidupnya. Semuanya bebas, tergantung pada keputusan individu.

Kesimpulan
            Catatan periode sejarah menggambarkan perubahan-perubahan yang terjadi dari zaman ke zaman. Perubahan terjadi di berbagai bidang kehidupan. Namun makalah ini diarahkan kepada hubungan antara Allah – manusia dan tanah. Dinamika hubungan antara Allah – manusia dan tanah setiap zaman berbeda. Allah tetap sama, bumi tetap sama, namun manusia berubah dari masa-kemasa. Jika dulu teori Biologi menyatakan bahwa manusia harus beradaptasi dengan lingkungannya agar dapat tetap bertahan dalam lingkungan tersebut, sekarang teori itu sudah tidak sepenuhnya lagi benar. Kelangsungan alam bergantung pada kebijakan manusia. Di akhir cerita pada abad ini, kesejahteraan individu menjadi subyek sentral dunia.

Hubungan antara Allah – Manusia – Tanah Berdasarkan Kejadian 2 : 4b – 7 sebagai Dasar dalam Memahami Etika PL
Beberapa peneliti terdahulu telah mencoba menemukan hubungan antara Allah – manusia dan tanah ini. Wrigth menggambarkan hubungan ketiganya dalam segitiga etis mencakup ciri penting hubungan antara Allah, umat dan tanah. Hubungan antara Allah dan umat-Nya dinyatakan dalam perjanjian. Bukti dari perjanjian itu adalah tanah. Dalam hubungan perjanjian ini terdapat kewajiban-kewajiban vertikal dan horizontal. Manusia bertanggungjawab pada Allah dan tanah (2012:63).
Terjadi perubahan sangat signifikan terjadi dalam peran Allah di mata manusia dari zaman ke zaman. Perubahan merupakan hal yang wajar dan alami. Namun perubahan yang terjadi bersifat negatif. Jika pada awalnya, manusia purba dalam keterbatasannya mencoba memikirkan sosok penguasa dunia untuk dijadikan pusat penyembahan atau ibadah mereka terutama ketika upacara-upacara khusus, semakin maju pola pemikiran manusia, Tuhan semakin kabur dari pemandangan mereka. Jika pada awalnya, bumi menjadi tumpuan hidup bagi manusia dan manusia bergantung sepenuhnya kepadanya, maka kondisi terakhir berbanding terbalik. Kelangsungan hidup bumi tergantung pada  kebijakan manusia. Perubahan yang berujung pada kekacauan ini terjadi karena dosa. Agus Santoso pada artikel yang ditulisnya dalam Makalah Simposium Nasional ISBI V tahun 2010 mencatat tentang adanya kerusakan dalam segitiga etis hubungan dialogis antara Allah – manusia dan bumi efek dari dosa ini (2010 : 97 – 100).  Efek dari dosa inilah yang menyebabkan keserakahan manusia baik di bidang kekayaan juga kekuasaan. Keserakahan ini menimbulkan ketidakadilan dan penindasan di bumi.
Sosiopater menjelaskan hubungan ini dalam hal ketergantungan manusia terhadap Allah dan tanah. Manusia memiliki hubungan dan ketergantungan khusus dengan tanah berdasarkan asal-usulnya, debu tanah, dan kelanjutan hidupnya di permukaan bumi. Adam[21] dan adamah[22]  memiliki akar kata yang sama yaitu “dm” yang berarti merah kecoklatan sebagai petunjuk warna tanah dan warna darah manusia. Manusia juga menggantungkan hidup sepenuhnya kepada air yang muncul dari dalam tanah (2011 : 56 – 57). Selain itu manusia bergantung sepenuhnya kepada Allah karena nafas yang diberikan Allah kepada manusia. Dengan demikian, hidup bukanlah milik manusia sepenuhnya melainkan milik Allah dan ini diberikan berdasarkan karunia. Karena itu, manusia harus bergantung sepenuhnya kepada Allah (Sosiopater, 2011: 57 – 58).
Dari sudut pandang yang berbeda, Dyrness memandang hubungan antara ketiganya dalam bentuk solidaritas. Manusia sebagai ciptaan Allah yang berasal dari debu tanah perlu untuk menunjukkan sodaritasnya kepada tanah dan Allah. Solidaritas kepada tanah ditunjukkan dengan mengambil tanggungjawab sebagai wakil Allah untuk berkuasa, mengelola atau memelihara tanah dan semua yang ada di dalamnya. Solidaritas kepada Allah ditunjukkan dalam bentuk ibadah kepada-Nya (1990 : 63 – 68).
Melalui pendeskripsian Kejadian 2 : 4b – 7 penulis menemukan sebuah pemikiran yang mungkin bisa membantu dalam mengingatkan kembali hubungan yang ada di antara ketiganya, Allah – manusia dan tanah sebagai upaya untuk mengerti etika PL. Berdasarkan Kejadian 2 : 4b – 7, manusia tersusun atau dua elemen yaitu tubuh dan jiwa. Tubuh merupakan partikel bumi dan jiwa adalah partikel Allah. Individu tidak pernah terjadi dengan sendirinya dan menghilang tanpa arah. Individu berasal dari kedua elemen ini dan akan kembali lagi ke sana.
Antara tubuh dan jiwa terikat. Ikatan yang ada antara tubuh dan jiwa disebut sebagai hati. Dalam hati manusia merasa, berpikir, mengenal, mempertimbangkan. Di dalam hati ada emosi. Hati bisa bersifat baik ataupun jahat. Hati yang dimaksud bukanlah lever atau jantung. Hati yang dimaksud dalam PL adalah akal budi, otak, daya pikir (Barth, 2013 : 34). Ikatan yang dimiliki dalam otak manusia ini yang membuat manusia dapat memikirkan tindakan etis yang tepat bagi Allah dan tanah penyusun dirinya. Dengan otak, akal budi atau kemampuan berpikirnya manusia mencintai dirinya sendiri dan berusaha memberikan yang terbaik bagi dirinya. Namun ada ikatan emosi yang kuat dalam diri manusia terhadap Allah dan tanah. Manusia tetap berasal dari debu tanah dan nafas Allah. Karena itu, dengan otaknya juga manusia memutuskan untuk bertindak etis terhadap Allah dan tanah tempatnya bernaung. Tindakan etis yang dilakukan bagi Allah dan tanah merupakan wujud dari rasa perhatiannya diri sendiri.
Jika manusia tidak berrelasi dengan Allah maka ia akan kehilangan hakikatnya sebagai manusia. Kalau manusia tidak memelihara tanah, bumi dan segala sesuatu di dalamnya, maka itu berarti ia sedang merusak atau menghancurkan dirinya sendiri. Tindakan etis manusia terhadap Allah dan tanah merupakan wujud dari tindakan etisnya bagi diri sendiri.

Penutup
            Etika PL dapat dimengerti dengan baik ketika manusia mengerti hubungan yang terjalin antara Allah – manusia dan tanah. Allah tetap adalah pusat dari segala sesuatu. Semuanya berasal dari Allah dan akan kembali kepada Allah. Allah menciptakan bumi yang menjadi tempat tinggal makhluk hidup dan menciptakan manusia sebagai penguasanya. Namun manusia abad ini sudah tidak terlalu memikirkan lagi pentingnya pemahaman tentang tindakan etis. Manusia postmodern bertindak menurut pikirannya sendiri dan bertanggungjawab terhadap segala hal yang dilakukannya tanpa perlu terpengaruh dengan pendapat orang lain. Kejadian 2 : 4b – 7 memberikan pemahaman yang sederhana tentang hubungan Allah – manusia dan tanah untuk memahami etika PL dan menarik aplikasi etisnya bagi kehidupan masa kini. Bahwa jika manusia dengan akalnya ingin menyejahterakan dirinya sendiri maka terlebih dahulu ia harus bertindak etis bagi tanah tempatnya hidup dan Allah pencipta sumber kehidupan dan pemilik hidupnya.
Kepustakaan

Barth, C dan Marie.
            2013    Teologi Perjanjian Lama I.     Jakarta : BPK Gunung Mulia.
Blommendal, J.
            2012    Pengantar Kepada Perjanjian Lama.             Jakarta : BPK Gunung Mulia.
Davis, John D.
            2001    Eksposisi  Kitab Kejadian : Suatu Telaah.      Malang : Gandum Mas.
Dyrness, William.
            1990    Tema – tema Teologi Perjanjian Lama.         Malang : Gandum Mas.
ISBI
            2010 Makalah Simposium Nasional V.
Karman, Yongki.
            2012    Bunga Rampai Teologi PL.    Jakarta : BPK Gunung Mulia.
Longman, Tremper III.
            2013    Panorama Kejadian.   Jakarta : Scripture Union Indonesia.
Mulana, Agus. dkk.
2014    Sejarah Indonesia SMA/MA Kelas X Semester I         Jakarta : Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Park, Yune Sun.
            2002    Tafsiran Kitab Kejadian.         Batu : YPPII.
Sosiopater, Karel.
            2011    Etika Taman Eden.     Jakarta : Suara Harapan Bangsa.
Sosiopater, Karel.
            2011    Etika Perjanjian Lama.           Jakarta : Suara Harapan Bangsa.
Spence, H.D.M. et all
-          The Pulpit Commentary Vol I : Genesis – Exodus. Massachuseeeeetts : Hendrickson Publisher.
Wahono, S. Wismohady.
            2011    Di Sini Ku Temukan.   Jakareta : BPK Gunung Mulia.
Wolf, Herbert.
            2014    Pengenalan Pentateukh. Malang : Gandum Mas.
Wright, Christopher J.H.
            2012    Hidup Sebagai Umat Allah.    Jakarta : BPK Gunung Mulia.
http://www.sabda.org/sejarah/artikel/pengantar_full_life.htm
http://id.wikipedia.org/wiki/Bumi
http://id.wikipedia.org/wiki/Tanah
http://www.sarapanpagi.org/arkeologi-vt6466.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Kehidupan_ekstraterestrial


[1] Mahasiswa STT Cipanas NIM 1400101
[2] http://www.sabda.org/sejarah/artikel/pengantar_full_life.htm
[3] Padahal kalau dibaca, kita Kejadian sendiri memang tidak menuliskan siapa pengarangnya. (Longman, 2013 : 49).
[4] Sumber Y, E, D, dan P
[5]Berdasarkan cara penulisan dan teori kepengarangan tulisan ini. Dyrness bahkan menuliskan bahwa Kejadian 2 : 4b – 7 ini merupakan awal sejarah hubungan Allah dan manusia. (1990 : 50).

[6] Bumi menguap dalam bentuk kabut atau gas, dan kabut yang naik dari permukaan bumi ini biasa di sebut dengan uap air atau air murni.
[7] Hal yang sedikit aneh karena terjemahan BIS justru menggunakan kata “merembes dari bawah”. Jika kabut naik, ini jelas penguapan namun berbeda dengan merembes. Merembes terjadi untuk peristiwa air yang turun dan masuk ke dalam celah-celah kecil bukan naik ke atas melalui celah-celah.
[8] http://id.wikipedia.org/wiki/Bumi
[9] http://id.wikipedia.org/wiki/Tanah
[12] Tanah liat
[14] Dalam bahasa Indonesia, lanau merupakan nama lain dari debu (http://id.wikipedia.org/wiki/Lanau).
[16] http://id.wikipedia.org/wiki/Jiwa
[17] http://id.wikipedia.org/wiki/Otak
[21] Bahasa asli untuk manusia
[22] Bahasa asli untuk tanah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar