Hubungan
Antara Allah – Manusia – Tanah
Berdasarkan
Kejadian 2 : 4b – 7 sebagai Dasar untuk Memahami Etika PL
Abstract
Everything
in the world has changed with no occasion to make it coming back. Alhtough
someone tell you that the histories will
always repeatable but nothing can same again. The only samething idea in
the world is the fact that you are human, you live in the world and something
who almighty made it and you have to
respect them as a human if you want to
be the real man.
Pendahuluan
Perkembangan
dunia saat ini menunjukkan kemajuan pesat bagi peradaban manusia namun
kemunduran bagi bumi dan relasi dengan Allah. Kepedulian terhadap sesama, alam
sekitar dan kebergantungan kepada Allah sudah bukan merupakan hal yang penting.
Satu-satunya yang menjadi pusat kehidupan, pusat kepentingan, semua
berorientasi pada diri sendiri. Manusia atau individu adalah pusat segala
sesuatunya di dunia. Manusia mencintai dirinya sendiri lebih dari apapun. Segala
sesuatu dilakukan jika itu baik bagi diri sendiri dan dapat
dipertanggungjawabkan oleh diri sendiri. Pembukaan Alkitab dalam Kejadian 2: 1
– 4 memberikan definisi yang jelas tentang manusia. Dari sinilah kita dapat
memikirkan cara untuk bertindak etis selaku manusia masa kini.
Isi
Reinterpretasi
Hubungan Allah – Tanah – Manusia
Melalui
Deskripsi Kejadian 2 : 4b – 7
Latar Belakang Penulisan
Makalah
ini dimulai dengan lebih memberi penekanan pada faktor manusia. Sebenarnya
penulis ingin mengganti judul makalah ini menjadi hubungan antara manusia –
tanah – Allah. Namun untuk memberi kesan santun pada kebesaran Allah dalam
pandangan timur, maka judul ini tetap dipertahankan.
Bagi penulis, masa kini merupakan
masa di mana setiap orang mendewakan dirinya sendiri. Apapun yang dipandang
baik dan dapat dipertanggungjawabkan oleh individu, merupakan hal yang sah dan
ini didukung oleh Hak Azazi Manusia. Jika individu menganggap bahwa sesuatu itu
benar, maka tidak ada seorangpun boleh mengubahnya kecuali jika dirinya sendiri
memutuskan untuk melakukannya. Dalam kaitan dengan Allah dan Tanah, individu
memutuskan perlu tidaknya peduli terhadap kedua faktor ini.
Kitab
kejadian memberi gambaran etis pentingnya kepedulian terhadap kedua hal ini,
karena keduanya merupakan elemen penyusun manusia. Kejadian menjelaskan bahwa
manusia pada hakikatnya, tersusun oleh dua komponen, tubuh dan jiwa. Tubuh
berasal dari tanah dan jiwa berasal dari Tuhan. Penulis mengkaji hubungan
ketiga elemen ini melalui pendekatan kepenulisan Kejadian 2 : 4b – 7.
Pengantar Kitab Kejadian Secara Singkat
Judul
Para ahli sepakat bahwa judul bagi
kitab ini yang cocok adalah bere’sit
karena dari sinilah segala sesuatu dimulai dan dari sini jugalah sejarah
kehidupan dunia dan manusia dimulai.
Tujuan
Penulisan Kitab Kejadian
Menurut
Wolf, berdasarkan isinya, Kitab Kejadian merupakan prolog bagi seluruh Alkitab
(2004 : 104). Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan dalam artikel mengatakan
bahwa Kejadian merupakan landasan hakiki bagi Pentateukh dan bagian Alkitab
lain. Kitab Kejadian ini merupakan satu-satunya catatan yang dapat dipercaya
tentang awal alam semesta, manusia, pernikahan, dosa, kota – kota, bahasa –
bahasa, Israel dan sejarah penebusan. Kitab Kejadian memberikan suatu pemahaman
dasar tentang Allah baik dari segi penciptaan, kehidupan manusia, kejatuhan,
kematian, penghakiman, janji, dll[2].
Dengan demikian, bukan hanya sebagai prolog atau landasan bagi Pentateukh dan penulisan
seluruh materi Alkitab. Kitab ini meletakkan dasar bagi iman tidak hanya orang
Kristen namun juga bangsa Yahudi tentang satu Energi Maha Daya yang mengatur
setiap elemen bumi termasuk yang ada di dalamnya yang disebut sebagai Tuhan.
Penulis
Kitab Kejadian
Penulis
Kejadian Secara Umum
Longman dalam pendahuluannya di bab
2 bukunya menyatakan adanya dilema jika menuliskan nama penulis kitab Kejadian
ini. Ia menyatakan bahwa jika menolak otoritas Musa sebagai pengarang,
kesetiaan iman dipertanyakan, namun jika mengatakan Musa adalah pengarang dari
kitab Kejadian, maka kecerdasan yang jadi pertanyaan[3]
(2013:14). Park lebih tegas lagi menyatakan bahwa Musa adalah penulis dari
kitab Kejadian. Bahkan dengan gaya bahasa yang cukup keras, Park menyatakan
bahwa adalah sesuatu yang salah jika tidak mengakui otoritas Musa sebagai
pengarang. Selain itu, kitab ini justru akan tidak mempunyai wibawa penulis.
Yesus sendiri mengutip kitab Musa atau dengan kata lain mengakui otoritas kepengarangan
Musa, jadi, menolak kitab Kejadian sebagai tulisan Musa sama dengan tidak
percaya Yesus (2002 : 2). Davis mengakui ide bahwa Musa adalah penulis
Pentateukh. Sampai abad ke-19, para ahli Teologi pun berpendapat demikian. Baru
setelah itu, otoritas penulis dipertanyakan dan mulai muncul beberapa nama atau
kelompok orang yang diperkirakan sebagai penulis kitab Kejadian. Bagi Davis,
bukti baik secara internal dan eksternal menunjuk penulis kitab ini adalah
Musa. Secara eksternal bukti kepenulisan Musa ditunjukkan melalui pemakaian
referensi kitab Musa oleh Yosua, orang-orang Yahudi Palestina, tokoh-tokoh PB,
bahkan oleh Yesus sendiri. Secara internal, berdasarkan kesatuan tulisan,
pengetahuan pengarang tentang kronologi peristiwa, kebudayaan, dan lokasi-lokasi
kejadian, semua merujuk kepada Musa (2001 : 17 – 24). Lepas dari semua pendapat
itu, Longman mencoba memberi jalan keluar bagi permasalahan ini. Ia sepertinya
memang menyetujui otoritas Musa sebagai penulis kitab Kejadian, namun juga
tidak menampik bahwa ada kemungkinan besar campur tangan penulis lain dalam
kitab Kejadian. Memang ada jarak waktu yang jauh antara Musa dan para nenek
moyang Israel, karena itu, bisa jadi Musa mengumpulkan beberapa bahan sejarah
untuk dimasukkan dalam tulisannya (2013 : 50 – 68).
Kita
tidak bisa memastikan siapa penulis kitab Kejadian karena memang tidak ada
pengakuan langsung dalam bentuk tulisan tentang jati diri penulis. Tapi penulis
melihat memang ada beberapa kejanggalan jika penulis kitab Kejadian ini bahkan
Pentateukh adalah Musa. Biasanya, ada kesan subyektif dalam setiap tulisan
seseorang, demikian juga dengan sejarah. Lagipula dengan tingkat kepadatan
tugas Musa, kemungkinan baginya untuk menulis secara obyektif sangat kecil,
kecuali memang ada orang lain[4] yang
menulis kitab Kejadian maupun keempat kitab lainnya. Yang paling penting
adalah, siapapun pengarangnya, otoritas tertinggi tetap berada di tangan Allah.
Lagipula di zaman sekarang, jemaat awam tidak terlalu mempermasalahkan penulis
kitab, tokoh-tokoh Alkitabpun tidak dapat diingat seluruhnya. Karena yang
penting bagi mereka bukan penulisnya melainkan otoritas tertinggi di balik
pengarang itu, Allah.
Penulis
Kejadian 2 : 4b – 7
Para
ahli sepertinya mempunyai suara bulat tentang penulis Kejadian 2 : 4b – 7 ini
berbeda dengan yang terjadi pada kitab Kejadian secara umum, dan ini melegakan.
Kejadian 2 : 4b – 7 ini disetujui diambil dari sumber Y. Sumber Y sendiri
dipercaya merupakan sumber tertua, kemungkinan muncul pada zaman pemerintahan
Daud dan Salomo yaitu abad 11 – 10 sM. Wahono mengatakan bahwa sumber Y ini
bergantung pada tradisi lisan yang sebelumnya dan cerita pertamanya adalah
Kejadian 2 : 4b (2011 : 61 – 62). Sumber
Y menggunakan nama Yahweh secara konsisten. Menurut Longman, Y adalah seorang
penutur cerita, yang dapat diamati dengan membandingkan nada kisah penciptaan di
Kejadian 2 : 4b – 25 dan Kejadian 1 : 1 – 2 : 3 yang dihubungkan dengan sumber
P (2013 : 59, 62). Ia menambahkan bahwa sumber Y merupakan jenius sastra di
balik kitab Kejadian. Karya tulisnya dikatakan lebih bersemangat, intim, dan
bersifat antropomorf secara leluasa, memberi penekanan erat terhadap hubungan
manusia dengan Allah dan keterikatan manusia dengan bumi (2013 : 63). Blommendal
menambahkan bahwa sumber ini juga bersifat universal yang menyatakan Allah
sebagai khalik langit dan bumi serta manusia (2012 : 18).
Karena itu, berdasarkan
keterangan-keterangan tersebut, penulis semakin yakin untuk melihat deskripsi
ini dari sisi kemanusiaannya. Untuk melihat hubungan yang terjalin antara
Manusia, Allah dan tanah serta menarik upaya etis bagi hubungan ini sebagai
dasar dalam beretika.
Isi
Kitab Kejadian
Berdasarkan
isinya, Kitab Kejadian ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu Kejadian 1 – 11
tentang asal – usul dunia dan kebanyakan dari kisah ini lebih dianggap bersifat
mitos Yahudi dan Kejadian 12 – 50 tentang para nenek moyang Israel.
Kesimpulan
Penulis tidak begitu peduli Kitab
Kejadian dapat dipertanggungjawabkan atau tidak dalam dunia science modern. Ada banya versi tentang
teori Penciptaan yang disajikan baik secara fisika maupun metafisika. Faktanya
adalah bahwa sebagian besar umat manusia sampai saat ini masih mengakui Kitab
kejadian sebagai pemberi informasi tentang penciptaan dunia. Mungkin tidak bisa
diterima science karena buku ini
memang tidak ditulis untuk kepentingan penelitian science. Tapi jika buku ini masih tetap dipercaya keabsahannya oleh
orang percaya sampai saat ini, maka buku ini disebut sebagai buku iman. Tidak
semua hal yang bisa dijelaskan oleh nalar fisika disebut kebohongan, itu iman.
Teori Penciptaan Manusia Berdasarkan Kejadian 2 : 4b –
7
Ada berbagai macam teori tentang
penciptaan, baik dibahas sebagai secara mitologi maupun science. Kitab Kejadian menyajikan teori penciptaan ini dalam dua
cara dan sumber yang berbeda, Kejadian 1 : 1 – 2 : 4a dan 2 : 4b – 7[5]. Adapun dalam sub judul ini, penulis akan
membahas tentang teori penciptaan berdasarkan Kejadian 2 : 4b – 7.
Penyediaan
Bahan Baku (Kejadian 2 : 4b – 6)
Penulis memberikan judul ini dalam
topik tafsir pertama tentang proses kreasi manusia. Pemilihan judul ini
dilakukan untuk mengarahkan makalah ini pada tujuan utamanya, menemukan
hubungan antara Allah, tanah dan manusia demi pengambilan keputusan etis
selanjutnya.
Keadaan
Di Awal Penciptaan (Kejadian 2 : 4 – 5b)
Ketiadaan
saksi mata sejarah penciptaan menyebabkan munculnya berbagai versi rekaan tentang
kronologi penciptaan. Penulis Alkitab sebagai teks dasar iman Kristen
memberikan gambarannya sendiri tentang penciptaan. Gambaran penciptaan muncul
dalam dua versi berbeda. Singkatnya kronologi penciptaan yang muncul dalam kitab
Kejadian membuat reka ulang kejadian sebatas imajinasi para pembaca. Bagian
dari tafsiran inipun butuh kekuatan khayal. Entah ini cukup ilmiah atau tidak,
penelitian ini dimulai di sini:
Ketika TUHAN Allah menjadikan
bumi dan langit, -- belum
ada semak apapun di bumi, belum timbul tumbuh-tumbuhan
apapun di padang, sebab TUHAN Allah belum menurunkan hujan ke bumi, dan belum ada orang
untuk mengusahakan tanah itu;
Bumi
dan langit merupakan ciptaan Allah yang pertama, namun berdasarkan teks, belum
ada apapun di sana. Ayat 5 menerangkan bahwa semak belum ada, tumbuh-tumbuhan
belum ada. Versi BIS-nya lebih memberikan petunjuk tentang keadaan ini:
Belum
ada benih yang bertunas dan belum ada tanam-tanaman di bumi, karena TUHAN belum
menurunkan hujan dan belum ada orang untuk mengerjakan tanah itu.
Bumi
masih serupa dengan planet lain dalam lingkaran tata surya yang mengelilingi
matahari. Tidak ada kehidupan di dalamnya, keadaan tandus, tidak ada bedanya
dengan planet lainnya, kering. Istilah bumi sendiri berasal dari kata erets yang memiliki pengertian tanah,
bumi, tanah suatu negeri. Sepertinya tanah yang dimaksud di sini lebih mengarah
kepada pengertian zona teritorial ketimbang elemen teratas penyusun lempeng bumi. Sifatnya lebih luas dari bumi. Berbeda dengan
tanah yang muncul dalam Kejadian 2 : 7 yang berasal dari kata adamah yang sifatnya lebih spesifik,
bagian teratas dari lempeng permukaan bumi.
Tanda
– tanda Awal Kehidupan (Kejadian 2 : 6)
Tanda- tanda awal kehidupan di bumi
muncul dengan adanya keterangan tentang kabut yang naik ke atas dari bumi dan
membasahi seluruh permukaan bumi itu. Para ahli Geologi menyimpulkan bahwa air
merupakan gejala awal adanya kehidupan dan salah satu bukti kelayakan huni
suatu planet. Sampai saat ini para ahli sedang mencari planet lain yang
kemungkinan bisa menjadi tempat hidup bagi makhluk hidup. Indikator awal adanya
suatu kehidupan di planet adalah air. Bumi sendiri memiliki 70% lapisan
hidrosfer.
Dalam kabut[6] seperti
yang disebutkan dalam Kejadian 2 : 6 terkandung senyawa penting pendukung bagi
kehidupan. Kabut yang naik ke atas permukaan bumi menunjuk kepada proses
penguapan bumi. [7]Jika
ide ini benar, sebelum proses penguapan terjadi, dalam lempeng bumi yang Allah
ciptakan memang sudah terkandung air. Memang ayat ini tidak secara tersurat
menjelaskan bahwa daratan dan lautan sudah terpisah. Namun menurut Pulpit
Commentary, pada saat ini, sudah terjadi pemisahan keduanya, sementara atmosfer
membawa air laut ke langit sehingga menghasilkan hujan yang jatuh ke bumi (- :
41). Berdasarkan keterangan Kejadian 2 :
6 ini, kabut itu naik ke atas dari bumi. Proses agar kabut yang berisi uap
air naik dari permukaan bumi dilakukan
oleh atmosfer. Atmosfer terdiri dari atom-atom yang juga mempunyai peran penting
dalam kehidupan dan perlindungan bagi bumi. Ketika uap air naik dan berkumpul
di awan. Setelah awan berat, ia mengalami kondensasi sehingga terjadi hujan
yang membasahi permukaan bumi, tepat seperti yang diterangkan dalam Kejadian 2
: 6b. Proses ini akan terus berulang dan ini dinamakan sebagai siklus air.
Siklus air ini merupakan mekanisme penting pendukung kelangsungan hidup di
darat[8]. The Pulpit Commentary menjelaskan bahwa pada
saat yang sama ketika Ia menurunkan hujan, Allah mempersiapkan hujan itu bagi
tumbuhan. Inilah juga yang dicatat dalam hari ketiga penciptaan ( - , 41).
Bahan
Baku Tersedia
Tanah merupakan bagian
daratan bumi. Tanah ini merupakan campuran dari berbagai senyawa organik maupun
non organik. Tanah sangat penting bagi kehidupan di
bumi karena tanah mendukung kehidupan. Air dan udara merupakan
bagian dari tanah[9].
Allah juga mengambil prakarsa untuk menciptakan manusiadari tanah.
Proses
Kreasi Allah pada Manusia (Kejadian 2 : 7)
Dalam sub judul ini, dideskripsikan proses
kreasi Allah terhadap manusia. Tidak memuat tafsiran secara keseluruhan namun
upaya untuk mempermudah pemahaman tentang kreasi Allah dari segi elemen
penyusun manusia.
Berkreasi dengan Debu Tanah
Dalam ayat 7 ini muncul klausa
“Tuhan Allah membentuk manusia dari debu tanah”. Debu dalam bahasa aslinya
adalah ‘aphar yang berarti debu atau
bubuk, serbuk, dll. Sementara tanah berasal dari kata ‘adamah atau tanah sebagai substansi bumi. Jadi adamah aphar berarti serbuk atau bubuk tanah. Ada sedikit kesulitan
mengerti cara Allah menciptakan manusia dari debu tanah. Namun hal ini bisa
lebih mudah dilakukan jika dikaitkan dengan proses pembuatan tembikar.
Orang-orang di zaman PL, para penulis PL, mengenal proses pembuatan tembikar.
Dalam PL, tembikar muncul beberapa kali dengan bahasa asli cheres yang berarti tanah. Tembikar dalam PL biasa dikaitkan dengan
pembuatnya si tukang periuk. Nama lain dari tembikar adalah gerabah[10].
Pada masa kini, tembikar dikenal dengan nama keramik. Namun seiring
perkembangan zaman ada berbagai senyawa kimia baru dipakai juga dalam pembuatan
keramik. Keramik yang terbuat dari tanah liat dinamakan keramik klasik atau
tradisional[11].
Keramik ini bisa terbuat dari
lempung[12],
lanau, pasir, dll[13].
Debu tanah yang dimaksud di sini dalam terjemahan bahasa Indonesia adalah lanau[14].
Ukuran partikelnya di antara lempung dan pasir, lebih besar dari lempung namun
lebih kecil dari pasir. Tanah yang digunakan untuk membuat tembikar merupakan
tanah pilihan dan diolah dengan tekhnik khusus. Bedanya adalah, untuk pembuatan
tembikar ada proses pembakaran. Sebuah sumber menjelaskan tentang pembuatan
tembikar sebagai berikut:
Proses pertama memilih tanah yang
benar-benar bagus, tidak boleh memilih sembarang tanah. Yang jelas tanah
tersebut bukan tanah kapur, karena tanah tersebut tidak bisa diolah menjadi
bahan utama. Proses kedua, tanah yang sudah dipillih kemudian disiram air dan
diamkan selama satu hari satu malam, berfungsi agar tanah tersebut benar-benar
lunak untuk mempermudah proses pengolahan. Keesokan harinya tanah harus disisir
dengan cangkul untuk mencari batu-batu yang masih ada dalam tanah, proses
menyisir tersebut di lakukan sebanyak tiga sampai lima kali.
Proses ketiga tanah yang sudah diolah tersebut dibentuk bulat seperti bola, dan dimasukan kedalam mesin penggilingan tanah agar tanah tersebut benar-benar halus. Proses penggilingan tanah dilakukan sebanyak tiga sampai lima kali, tanah yang sudah dihaluskan dibulatkan lagi seperti bola, agar mudah memindahkan tanah tersebut. Proses keempat adalah proses pembentukan segala bentuk yang diinginkan. Proses kelima tanah liat yang sudah dibentuk jadi dijemur di bawah terik matahari selama satu sampai dua hari, agar tanah tersebut tidak terlalu lunak. Agar halus, simpan lagi selama satu malam. Selanjutnya, lakukan proses penjemuran dan penghalusan selama enam sampai tujuh hari, sebelum barang tersebut benar-benar siap untuk dibakar[15].
Proses ketiga tanah yang sudah diolah tersebut dibentuk bulat seperti bola, dan dimasukan kedalam mesin penggilingan tanah agar tanah tersebut benar-benar halus. Proses penggilingan tanah dilakukan sebanyak tiga sampai lima kali, tanah yang sudah dihaluskan dibulatkan lagi seperti bola, agar mudah memindahkan tanah tersebut. Proses keempat adalah proses pembentukan segala bentuk yang diinginkan. Proses kelima tanah liat yang sudah dibentuk jadi dijemur di bawah terik matahari selama satu sampai dua hari, agar tanah tersebut tidak terlalu lunak. Agar halus, simpan lagi selama satu malam. Selanjutnya, lakukan proses penjemuran dan penghalusan selama enam sampai tujuh hari, sebelum barang tersebut benar-benar siap untuk dibakar[15].
Hal di atas merupakan mekanisme
pembuatan tembikar, namun hanya sampai pada proses pembakaran. Penulis berpikir
bahwa terjemahan yang digunakan untuk tembikar ini yang erat kaitannya dengan
tanah memiliki proses yang sama dengan pembuatan bejana tanah di Palestina atau
dunia PL. Dalam menciptakan manusia, Allah tidak hanya sebatas menciptakan
secara verbal, namun membentuk langsung dengan tangan-Nya. Kata membentuk berasal
dari kata yatsar yang asal katanya
bermaksud untuk menunjuk kepada sebuah upaya “meremas sesuatu sampai menjadi
bentuk tertentu”. Hasil terbaik dibutuhkan kerja tangan Allah secara langsung,
mulai dari pemilihan bahan, proses pembuatan, dan hasil akhir. TUHAN Allah memilih
bahan terbaik dari debu tanah, mengolahnya sendiri sampai tanah itu mencapai
bentuk tertentu yang dinamakan sebagai tubuh manusia. Dengan demikian, manusia
merupakan maha karya Ilahi dengan nilai seni tertinggi. Seorang seniman adalah
orang pertama yang akan merasa puas dengan hasil karya-Nya, dan sumber P
mencatat perasaan yang tergambar dalam diri Allah ketika Ia melihat hasil karya-Nya
itu (Kej 1 : 31).
Menghidupkan Hasil Kreasi
“.... menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya”. Davis mengatakan
dibentuk, tubuh manusia itu masih tetap merupakan benda mati. Karena itu Allah
harus menghidupkannya dengan cara menghembuskan nafas ke dalamnya (Davis, 2001
: 80). Tanpa kehidupan, debu tanah yang sudah dikreasikan sedemikian rupa hanya
akan menjadi patung pada umumnya. Allah memberikan nafas ke dalam lubang hidup
manusia dan menjadikannya hidup. Kata menghembuskan dalam teks ini berarti meniupkan nafas ke dalam lubang
hidung patung debu tanah tersebut. Nafas seperti banyak tafsiran yang sudah
muncul terlebih dahulu menyatakan tidak hanya sekedar udara namun juga
bagian dari diri Allah yang diberikan
dalam diri manusia yaitu jiwa. Sosiopater
menambahkan bagian dari diri Allah ini dari bahasa aslinya yaitu “nepes hayya” atau nafas Allah. Sehingga
jika nafas ini berlalu, manusia hanya
menjadi “makhluk mati”. (2011 : 48).
Jiwa
sendiri merupakan bagian yang
bukan jasmaniah (immaterial) dari seseorang mencakup pikiran dan kepribadian
yang sinonim dengan roh, akal, atau awak diri[16].
Jiwa manusia merupakan bagian sentral dalam diri manusia yang merupakan salah
satu indikator utama kehidupan manusia sekaligus yang membedakannya dengan
hewan. Jiwa inilah kehidupan berupa bagian dari diri Allah, sumber kehidupan,
yang ada dalam diri manusia yang menjadikan manusia mirip dengan Allah. Mirip
dengan Allah berarti memiliki karakteristik seperti Allah. Karena jiwa manusia
dapat disebut makhluk rohani (Barth, 2013:34).
Jiwa mencakup rasio dan kepribadian manusia.
Jika hipotesis ini benar, maka jiwa ini terletak di dalam otak manusia yang
merupakan pengatur segala macam fungsi organ manusia[17].
Sumber Y yang menuliskan teks ini bisa jadi mengidentifikasikan secara
sederhana sebuah pemahaman bahwa kehidupan berkaitan dengan udara yang ada
dalam diri manusia yaitu nafas. Tapi jika dikaitkan dengan dunia medis atau
biologi, bisa didapatkan penjelasan lebih daripada itu. Ketika Allah
menghembuskan nafas hidup dalam lubang hidung debu tanah, Ia mengaktifkan
seluruh organ tubuh dan meletakkan koordinator bagi semua organ di dalam otak
yaitu jiwa. Sehingga dengan demikian, seluruh organ tubuh yang berasal dari
debu tanah itu diatur sedemikian rupa oleh kekuatan besar dalam diri manusia
pemberian Allah, bagian dari diri Allah. Jadi seharusnya, Allah sendirilah yang
memiliki kewenangan langsung untuk mengatur diri manusia.
Manusia menjadi Makhluk yang Hidup
“.... Demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup”. Allah
membentuk manusia sedemikian rupa dengan debu tanah dan mengembuskan nafas-Nya
ke dalam lubang hidung manusia sehingga
versi BIS mengatakan “maka hiduplah manusia itu”. Kata makhluk di sini berasal
dari kata nephes yang berarti
organisme sempurna lengkap dengan tubuh, pikiran, emosi, kehendak, atau biasa
disebut dengan individu.
Kesimpulan
Kejadian 2 : 4b – 7 ini tidak memang
tidak memberikan gambaran ilmiah modern tentang penciptaan dunia dan manusia.
Namun teks ini menghantarkan setiap pembaca kepada sebuah imajinasi tentang
karya besar Allah dalam dunia terutama bagi penciptaan manusia. Dunia science modern dapat memberi dukungannya
bagi pendeskripsian logis tentang penciptaan dan berdasarkan penggalian inilah ditarik
aplikasi etis terhadap hubungan Allah – manusia – dan tanah.
Perkembangan Hubungan antara Allah – Manusia – Tanah Berdasarkan
Sejarah
Semua yang ada di dalam dunia ini
berubah walaupun subyeknya tetap sama. Hubungan antara Allah, manusia dan tanah
juga mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Berikut ini penulis menggambarkan
hubungan antara ketiganya berdasarkan perkembangan periode waktu sejarah.
Perkembangan
Hubungan Manusia – Allah – Tanah pada Era Pra – Aksara
Pra aksara merupakan istilah masa
kini yang digunakan untuk menggantikan istilah pra sejarah dengan alasan bahwa
bahkan jauh sebelum manusia mengenal tulisan, manusia sudah memiliki sejarah
(Kemendikbud, 2014 : 4).
Pada masa ini, ada dua ciri khas
pola kehidupan manusia purba, yaitu kedekatan dengan sumber air dan kehidupan
alam terbuka. Air merupakan kebutuhan vital bagi manusia, selain di sekitar air
ditumbuhi berbagai macam tumbuhan, dan dikelilingi juga berbagai macam hewan.
Karena itu tidak heran jika mereka sungai dan danau merupakan tujuan tempat
tinggal mereka. Awalnya mereka hidup dengan meramu dan berburu. Manusia purba
hidup nomaden sesuai dengan
ketersediaan makanan di sekitar mereka. Kehidupan mulai meningkat ketika mereka
mulai mengenal sistem pertanian. Namun semuanya masih serba sangat sederhana.
Kehidupan mereka bergantung total kepada alam. Peralatan yang mereka pergunakan
untuk berburu terbuat dari batu, sehingga zaman ini kebanyakan dikenal juga
sebagai zaman batu.
Masyarakat pra-aksara diperkirakan
sudah mengenal sistem kepercayaan. Mereka percaya adanya kekuatan besar yang
menguasai alam, namun kebanyakan bukti mengarah kepada adanya upacara pemakaman
dan seni. Hal ini terlihat dari beberapa bukti berupa dolmen, sarkofagus,
menhir, dll. Bukti-bukti dari sistem kepercayaan ini mendorong berkembangnya
kepercayaan anisme dan dinamisme.
Perkembangan
Hubungan Manusia – Allah – Tanah pada Masa Kuno
Peradaban di zaman kuno ini telah
lebih maju ketimbang masa pra-aksara. Indikator bagi peradaban kuno adalah
peradaban sungai. Catatan sejarah menunjukkan bahwa kebanyakan situs-situs
purbakala kerajaan kuno ditemukan di sekitar sungai. Ada beberapa catatan
penemuan sejarah peradaban kuno seperti lembah sungai Nil, Kuning, Indus,
Gangga, Tigris, dll.
Pada masa ini tekhnologi sudah lebih
baik dari sebelumnya. Manusia mulai memproduksi alat-alat bagi pertanian,
mengenal sistem irigasi dan pembukaan hutan untuk lahan pertanian. Tempat
tinggal sudah menetap, namun kebanyakan peradaban masih di sekitar sumber air
atau sungai. Perkembangan tekhnologi pada masa ini dikenal juga melalui bahan
produksi peralatan yang mereka pergunakan seperti besi, emas, perak, dan
perunggu. Sehingga, nama lain untuk masa ini adalah zaman perunggu dan zaman
besi.
Sistem religi diperkirakan sudah ada
sejak tahun 10.000 SM dengan
ditemukannya situs kuil tertua di Turki[18].
Pada masa itu umumnya orang-orang menaruh kepercayaannya kepada benda-benda
alam seperti matahari, bulan, bintang, bumi, bahkan laut. Kepercayaan terus
berkembang, di beberapa tempat seperti Mesir, Kanaan, India, Fenisia mulai
muncul Politeisme. Religi lebih berkembang lagi dengan adanya penyembahan
terhadap manusia yang dianggap sebagai wakil dewa dalam hal ini raja seperti
yang dilakukan di Mesopotamia. Berbagai aliran keagamaan seperti Hindu, Budha,
dan politeis lain bermunculan. Dalam komunitas Yahudi, muncul Monoteisme. Beberapa
abad sebelum Masehi, mulai muncul pemikir-pemikir filsafat. Di Asia Timur,
pemikiran-pemikiran penting muncul sebagai hasil harmonisasi antara alam dan
para leluhur yang membawa kesejahteraan kepada mereka dan membawa hakikat bagi
diri mereka. Selain Asia Timur, India, filsafat ini juga berkembang pesat di
Yunani. Di abad Masehi muncul kembali
berbagai kepercayaan baru. Dua aliran terkenal yang muncul adalah Nasrani dan
Muslim. Kristen dianggap sebagai suatu aliran yang lahir dari agama monoteis
terdahulu dalam Yudaisme. Sementara Islam lahir di daratan Arab namun dalam
warna teologi yang nyaris serupa juga dengan Yudaisme. Karena itu kedua aliran
keagamaan ini juga bersifat Monoteistik dan berlatarbelakang sama yaitu Yudaisme. Namun ketiga agama ini saling
bertentangan satu sama lain.
Pembabakan ini merupakan periode
puncak keagamaan. Ada begitu banyak aliran kepercayaan yang muncul, bersaing,
berperang dan mencoba untuk bertahan. Hampir setiap kaum cendikia mulai
memikirkan tentang adanya kekuatan lain di luar atau dalam diri mereka yang
mengatur keseimbangan alam semesta. Tapi yang jelas adalah bahwa pada zaman
ini, hubungan manusia dengan Allah sangat akrab meskipun gambaran masing-masing
aliran kepercayaan tentang Allah berbeda.
Perkembangan
Hubungan Manusia – Allah – Tanah pada Era Modern
Abad ini berlangsung sekitar tahun
1500 sampai 1800 Masehi bahkan bisa dibilang sampai ke tahun 1900 M. Era ini
diawali dengan adanya revolusi industri dengan penemuan mesin uap. Indikator
paling populer adalah pemujaan terhadap rasio manusia. Pada masa ini, science demikian berkembang dan menjadi
alat untuk pemenuhan ambisi kekuasaan ekonomi, kapitalis, konsumerisme, dll. Tenaga
manusia digantikan dengan tenaga mesin sehingga tingkat pengangguran semakin
meningkat. Jika tetap ingin bekerja, para buruh dibayar dengan harga murah,
akibatnya timbul perbudakan. Eropa bangkit melakukan penjelajahan samudera yang
melahirkan perluasan kekuasaan ke daerah-daerah baru demi mengeksploitasi
kekayaan alam di daerah jajahan, menyebarkan agama mereka dan membentuk
koloni-koloni baru[19].
Pada masa ini manusia adalah tema
sentral. Penenemuanp-penemuan baru yang manusia miliki telah menciptakan
manusia-manusia baru yang serakah. Manusia menggunakan akalnya untuk mengeruk
segala sesuatu yang ada di sekitarnya demi kemakmuran hidup pribadi dan
negaranya. Negara yang memiliki kemampuan science
tinggi akan memperbudak dan mengeruk kekayaan negara lain yang dianggap
terbelakang. Akibatnya, negara yang kaya semakin kaya dan negara miskin semakin
miskin.
Tidak
hanya bagi sesama manusia, efek modernisasi ini juga mengena pada bumi. Tenaga
manusia memiliki keterbatasan berbeda dengan mesin. Mesin memang terbatas namun
manusia sebagai pencipta mesin tahu dengan pasti cara menyiasatinya. Mesin
mampu menghasilkan berkali-kali lipat daripada yang dapat dihasilkan oleh
tangan manusia. Mesin juga mampu menjangkau ketinggian ataupun kedalaman yang
tidak dapat dijangkau oleh manusia. Karena itu eksploitasi terjadi pada bumi.
Jika tangan manusia hanya mampu menggali dan mengambil tambang dalam jumlah
terbatas, mesin raksasa dapat mengeruk hasil bumi lebih banyak. Penggalian
terhadap tambang tidak pernah berjudul ramah lingkungan. Penebangan hutan pun
tidak pernah bertema penyelamatan lingkungan. Namun demi peruntungan ekonomi
sekelompok orang, mesin-mesin ini merupakan sarana termudah.
Industri-industri
besar bermunculan sejak adanya revolusi industri. Efek dari kemunculan
raksasa-raksasa industri ini bagi bumi adalah limbah-limbah kimia yang
menyebabkan pencemaran lingkungan. Pencemaran lingkungan ini tidak hanya
berdampak buruk bagi bumi, namun juga bagi makhluk hidup yang ada di sekitar
industri.
Di
lain pihak dalam tubuh agama-agama sering terjadi peperangan. Sayangnya,
peperangan dengan latar belakang politik dan ekonomi ini malah berujung kepada
sensitif agama dan acapkali terjadi justru
dalam tubuh keluarga monoteis. Hal yang paling disayangkan adalah
peperangan antar agama ini terjadi justru dalam tubuh agama tiga serumpun. Dan
hal ini terus berkelanjutan sampai sekarang.
Khusus di Kekristenan, Teologi pun
berkembang dengan sangat baik sejalan dengan pemujaan terhadap rasio manusia.
Timbul para pemikir-pemikir baru dalam dunia Kristen. Kristen yang awalnya
sedemikian patuh pada gereja Katolik Roma melahirkan satu aliran baru yaitu
Protestan. Sementara gereja Katolik semakin gelisah dan berambisi untuk
menyelesaikan masalahnya dengan Luther dan pengikutnya, teologi-teologi baru bermunculan.
Akibatnya dalam tubuh agama inipun
sering terjadi ketegangan. Dengan rasionya, semua orang mulai mencari jawab
atas semua pertanyaan yang muncul tentang pemikiran Kristen.
Perkembangan
Hubungan Manusia – Allah – Tanah pada Era Post – Modern
Kemiskinan, kehidupan yang kaku,
penderitaan hasil dari modernisme melahirkan satu pembabakan baru dalam sejarah
dunia yaitu posmodernisme. Ada berbagai gejala yang menandai postmodern,
antaralain: Munculnya globalisasi ekonomi dan perkembangan teknologi komunikasi
di berbagai belahan dunia, perkembangan di bidang seni, dll[20].
Masa ini merupakan era pasar bebas.
Segala macam produk bebas memasuki suatu wilayah. Produk yang ditawarkan
bervariasi. Bukan hanya produk otomotif maupun cyber, produk-produk kecil seperti pakaian dalam, jarum, hiasan
imitasi, dll diperdagangkan dari dan ke berbagai negara. Komunikasi via seluler
dan internet merupakan salah satu indikator penting bagi periode ini.
Perkembangan terjadi begitu pesat dalam beberapa dekade terakhir. Peralatan ini
bukan lagi merupakan kebutuhan tersier bagi seseorang. Semua orang dari
berbagai kalangan, daerah, usia, menggunakan seluler yang terhubung ke internet
ini. Para raksasa industri juga berebutan untuk mengeluarkan produk-produk dengan menawarkan berbagai
aplikasi menarik bagi penggunanya. Semua orang bebas memilih.
Hanya dengan mengambil dua contoh di
atas, penulis menyimpulkan masa ini
sebagai masa kebebasan individu. Tidak hanya dalam hal bernafas, berpikir,
berkehendak, maupun mengemukakan
pendapat, kebebasan terjadi dalam hal apapun. Jika seseorang merasa taat
peraturan merupakan hal yang baik, maka itu sah. Apapun yang dilakukan
individu, jika baginya itu baik, entah itu baik atau buruk, itu sah. Keabsahan
individu untuk bertindak ini didukung juga oleh Hak Azasi Manusia. Dalam
kaitannya dengan hukum, meskipun ada hukum tertulis, hukum itupun perlu
interpretasi ulang.
Kondisi
bumi pada saat ini semakin tidak seimbang. Efek kerusakan lingkungan hasil dari
zaman modern terjadi di mana-mana karena itu lahirlah propaganda terhadap
kepedulian lingkungan. Namun propaganda ini tidak terjadi secara menyeluruh.
Etika postmodern tentang lingkungan memang sudah memiliki bentuk teori namun
tidak dalam hal praktis. Sebuah anekdot singkat menyatakan demikian,
“Hanya
manusialah yang mengatakan ‘Save The Earth!!! Go Green!!!’ sambil terus
menebang dan membakar hutan sambil selalu memakai tisu toilet”.
Gejala
umum, manusia postmodern mulai sangat prihatin terhadap nasib bumi namun mereka
berbuat segala sesuatu yang baik menurut pandangannya sendiri tanpa
mempedulikan pendapat orang lain. Mereka yang satu tujuan, satu pikiran, satu
kepentingan akan membentuk satu kelompok tertentu. Kelompok yang peduli
pencemaran lingkungan akan mulai melakukan propaganda-propaganda untuk
penyelamatan lingkungan seperti “dilarang membuang sampah sembarangan”,
“kurangi penggunaan kendaraan bermotor”, “hari tanpa asap sedunia”, dll.
Kelompok yang peduli terhadap kehidupan
hewan mempropagandakan tentang pola
hidup vegetarian. Ada berbagai
kelompok lain sesuai dengan tujuan mereka masing-masing.
Kekecewaan
terhadap kehidupan dunia modern dan sistem kapitalisme yang ada di dalamnya
membuat banyak orang kembali lagi mengisi bagian kosong yang ada dalam hidup
mereka yang tidak dapat diselesaikan hanya dengan rasio. Ada yang memecahkan
masalah ini dengan mendekatkan diri kepada Tuhan, seni, pertapaan, dll. Namun
semuanya masih bergantung kepada keputusan individu. Ada sebagian orang yang menganggap ibadah
kepada Tuhan penting dan memutuskan menjadi orang yang taat beribadah. Namun
ada sebagian yang tidak percaya bahwa Tuhan ada dan masih terus mencari jalan
keluar untu mengisi ruang kosong dalam hidupnya. Semuanya bebas, tergantung
pada keputusan individu.
Kesimpulan
Catatan periode sejarah
menggambarkan perubahan-perubahan yang terjadi dari zaman ke zaman. Perubahan
terjadi di berbagai bidang kehidupan. Namun makalah ini diarahkan kepada
hubungan antara Allah – manusia dan tanah. Dinamika hubungan antara Allah –
manusia dan tanah setiap zaman berbeda. Allah tetap sama, bumi tetap sama,
namun manusia berubah dari masa-kemasa. Jika dulu teori Biologi menyatakan
bahwa manusia harus beradaptasi dengan lingkungannya agar dapat tetap bertahan
dalam lingkungan tersebut, sekarang teori itu sudah tidak sepenuhnya lagi
benar. Kelangsungan alam bergantung pada kebijakan manusia. Di akhir cerita
pada abad ini, kesejahteraan individu menjadi subyek sentral dunia.
Hubungan antara Allah – Manusia – Tanah Berdasarkan
Kejadian 2 : 4b – 7 sebagai Dasar dalam Memahami Etika PL
Beberapa
peneliti terdahulu telah mencoba menemukan hubungan antara Allah – manusia dan
tanah ini. Wrigth menggambarkan hubungan ketiganya dalam segitiga etis mencakup
ciri penting hubungan antara Allah, umat dan tanah. Hubungan antara Allah dan
umat-Nya dinyatakan dalam perjanjian. Bukti dari perjanjian itu adalah tanah.
Dalam hubungan perjanjian ini terdapat kewajiban-kewajiban vertikal dan
horizontal. Manusia bertanggungjawab pada Allah dan tanah (2012:63).
Terjadi
perubahan sangat signifikan terjadi dalam peran Allah di mata manusia dari
zaman ke zaman. Perubahan merupakan hal yang wajar dan alami. Namun perubahan
yang terjadi bersifat negatif. Jika pada awalnya, manusia purba dalam
keterbatasannya mencoba memikirkan sosok penguasa dunia untuk dijadikan pusat
penyembahan atau ibadah mereka terutama ketika upacara-upacara khusus, semakin
maju pola pemikiran manusia, Tuhan semakin kabur dari pemandangan mereka. Jika
pada awalnya, bumi menjadi tumpuan hidup bagi manusia dan manusia bergantung
sepenuhnya kepadanya, maka kondisi terakhir berbanding terbalik. Kelangsungan
hidup bumi tergantung pada kebijakan
manusia. Perubahan yang berujung pada kekacauan ini terjadi karena dosa. Agus
Santoso pada artikel yang ditulisnya dalam Makalah Simposium Nasional ISBI V
tahun 2010 mencatat tentang adanya kerusakan dalam segitiga etis hubungan
dialogis antara Allah – manusia dan bumi efek dari dosa ini (2010 : 97 –
100). Efek dari dosa inilah yang
menyebabkan keserakahan manusia baik di bidang kekayaan juga kekuasaan.
Keserakahan ini menimbulkan ketidakadilan dan penindasan di bumi.
Sosiopater
menjelaskan hubungan ini dalam hal ketergantungan manusia terhadap Allah dan
tanah. Manusia memiliki hubungan dan ketergantungan khusus dengan tanah
berdasarkan asal-usulnya, debu tanah, dan kelanjutan hidupnya di permukaan bumi.
Adam[21] dan
adamah[22] memiliki akar kata yang sama yaitu “dm” yang
berarti merah kecoklatan sebagai petunjuk warna tanah dan warna darah manusia. Manusia
juga menggantungkan hidup sepenuhnya kepada air yang muncul dari dalam tanah
(2011 : 56 – 57). Selain itu manusia bergantung sepenuhnya kepada Allah karena
nafas yang diberikan Allah kepada manusia. Dengan demikian, hidup bukanlah
milik manusia sepenuhnya melainkan milik Allah dan ini diberikan berdasarkan
karunia. Karena itu, manusia harus bergantung sepenuhnya kepada Allah
(Sosiopater, 2011: 57 – 58).
Dari
sudut pandang yang berbeda, Dyrness memandang hubungan antara ketiganya dalam
bentuk solidaritas. Manusia sebagai ciptaan Allah yang berasal dari debu tanah
perlu untuk menunjukkan sodaritasnya kepada tanah dan Allah. Solidaritas kepada
tanah ditunjukkan dengan mengambil tanggungjawab sebagai wakil Allah untuk
berkuasa, mengelola atau memelihara tanah dan semua yang ada di dalamnya.
Solidaritas kepada Allah ditunjukkan dalam bentuk ibadah kepada-Nya (1990 : 63
– 68).
Melalui
pendeskripsian Kejadian 2 : 4b – 7 penulis menemukan sebuah pemikiran yang
mungkin bisa membantu dalam mengingatkan kembali hubungan yang ada di antara
ketiganya, Allah – manusia dan tanah sebagai upaya untuk mengerti etika PL. Berdasarkan
Kejadian 2 : 4b – 7, manusia tersusun atau dua elemen yaitu tubuh dan jiwa.
Tubuh merupakan partikel bumi dan jiwa adalah partikel Allah. Individu tidak
pernah terjadi dengan sendirinya dan menghilang tanpa arah. Individu berasal
dari kedua elemen ini dan akan kembali lagi ke sana.
Antara
tubuh dan jiwa terikat. Ikatan yang ada antara tubuh dan jiwa disebut sebagai
hati. Dalam hati manusia merasa, berpikir, mengenal, mempertimbangkan. Di dalam
hati ada emosi. Hati bisa bersifat baik ataupun jahat. Hati yang dimaksud
bukanlah lever atau jantung. Hati yang dimaksud dalam PL adalah akal budi,
otak, daya pikir (Barth, 2013 : 34). Ikatan yang dimiliki dalam otak manusia
ini yang membuat manusia dapat memikirkan tindakan etis yang tepat bagi Allah
dan tanah penyusun dirinya. Dengan otak, akal budi atau kemampuan berpikirnya
manusia mencintai dirinya sendiri dan berusaha memberikan yang terbaik bagi
dirinya. Namun ada ikatan emosi yang kuat dalam diri manusia terhadap Allah dan
tanah. Manusia tetap berasal dari debu tanah dan nafas Allah. Karena itu,
dengan otaknya juga manusia memutuskan untuk bertindak etis terhadap Allah dan
tanah tempatnya bernaung. Tindakan etis yang dilakukan bagi Allah dan tanah
merupakan wujud dari rasa perhatiannya diri sendiri.
Jika
manusia tidak berrelasi dengan Allah maka ia akan kehilangan hakikatnya sebagai
manusia. Kalau manusia tidak memelihara tanah, bumi dan segala sesuatu di
dalamnya, maka itu berarti ia sedang merusak atau menghancurkan dirinya
sendiri. Tindakan etis manusia terhadap Allah dan tanah merupakan wujud dari
tindakan etisnya bagi diri sendiri.
Penutup
Etika PL dapat dimengerti dengan baik
ketika manusia mengerti hubungan yang terjalin antara Allah – manusia dan
tanah. Allah tetap adalah pusat dari segala sesuatu. Semuanya berasal dari
Allah dan akan kembali kepada Allah. Allah menciptakan bumi yang menjadi tempat
tinggal makhluk hidup dan menciptakan manusia sebagai penguasanya. Namun
manusia abad ini sudah tidak terlalu memikirkan lagi pentingnya pemahaman
tentang tindakan etis. Manusia postmodern bertindak menurut pikirannya sendiri
dan bertanggungjawab terhadap segala hal yang dilakukannya tanpa perlu
terpengaruh dengan pendapat orang lain. Kejadian 2 : 4b – 7 memberikan
pemahaman yang sederhana tentang hubungan Allah – manusia dan tanah untuk
memahami etika PL dan menarik aplikasi etisnya bagi kehidupan masa kini. Bahwa jika
manusia dengan akalnya ingin menyejahterakan dirinya sendiri maka terlebih
dahulu ia harus bertindak etis bagi tanah tempatnya hidup dan Allah pencipta
sumber kehidupan dan pemilik hidupnya.
Kepustakaan
Barth,
C dan Marie.
2013 Teologi Perjanjian Lama I. Jakarta : BPK Gunung Mulia.
Blommendal,
J.
2012 Pengantar Kepada Perjanjian Lama. Jakarta : BPK Gunung Mulia.
Davis,
John D.
2001 Eksposisi
Kitab Kejadian : Suatu Telaah. Malang : Gandum Mas.
Dyrness,
William.
1990 Tema – tema Teologi Perjanjian Lama. Malang : Gandum Mas.
ISBI
2010 Makalah Simposium Nasional V.
Karman,
Yongki.
2012 Bunga Rampai Teologi PL. Jakarta : BPK Gunung Mulia.
Longman,
Tremper III.
2013 Panorama Kejadian. Jakarta : Scripture Union Indonesia.
Mulana,
Agus. dkk.
2014 Sejarah Indonesia SMA/MA Kelas X Semester
I Jakarta : Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan.
Park,
Yune Sun.
2002 Tafsiran Kitab Kejadian. Batu : YPPII.
Sosiopater,
Karel.
2011 Etika Taman Eden. Jakarta : Suara Harapan Bangsa.
Sosiopater,
Karel.
2011 Etika Perjanjian Lama. Jakarta : Suara Harapan Bangsa.
Spence,
H.D.M. et all
-
The Pulpit Commentary Vol I : Genesis – Exodus.
Massachuseeeeetts : Hendrickson Publisher.
Wahono,
S. Wismohady.
2011 Di Sini Ku Temukan. Jakareta : BPK Gunung Mulia.
Wolf,
Herbert.
2014 Pengenalan Pentateukh. Malang :
Gandum Mas.
Wright,
Christopher J.H.
2012 Hidup Sebagai Umat Allah. Jakarta : BPK Gunung Mulia.
http://www.sabda.org/sejarah/artikel/pengantar_full_life.htm
http://id.wikipedia.org/wiki/Bumi
http://id.wikipedia.org/wiki/Tanah
http://www.sarapanpagi.org/arkeologi-vt6466.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Kehidupan_ekstraterestrial
[1] Mahasiswa STT Cipanas NIM
1400101
[2]
http://www.sabda.org/sejarah/artikel/pengantar_full_life.htm
[3] Padahal kalau dibaca, kita
Kejadian sendiri memang tidak menuliskan siapa pengarangnya. (Longman, 2013 :
49).
[4] Sumber Y, E, D, dan P
[5]Berdasarkan
cara penulisan dan teori kepengarangan tulisan ini. Dyrness bahkan menuliskan
bahwa Kejadian 2 : 4b – 7 ini merupakan awal sejarah hubungan Allah dan
manusia. (1990 : 50).
[6] Bumi menguap dalam bentuk
kabut atau gas, dan kabut yang naik dari permukaan bumi ini biasa di sebut
dengan uap air atau air murni.
[7] Hal yang sedikit aneh
karena terjemahan BIS justru menggunakan kata “merembes dari bawah”. Jika kabut
naik, ini jelas penguapan namun berbeda dengan merembes. Merembes terjadi untuk
peristiwa air yang turun dan masuk ke dalam celah-celah kecil bukan naik ke atas
melalui celah-celah.
[8]
http://id.wikipedia.org/wiki/Bumi
[9]
http://id.wikipedia.org/wiki/Tanah
[12] Tanah liat
[14] Dalam bahasa Indonesia,
lanau merupakan nama lain dari debu (http://id.wikipedia.org/wiki/Lanau).
[16]
http://id.wikipedia.org/wiki/Jiwa
[17]
http://id.wikipedia.org/wiki/Otak
[21] Bahasa asli untuk manusia
[22] Bahasa asli untuk tanah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar