Minggu, 21 Mei 2017

Perkembangan Sejarah Teologi Perjanjian Lama



PERKEMBANGAN SEJARAH TEOLOGI PERJANJIAN LAMA
 
DEFINISI TEOLOGI PL

Menurut Walther Zimmerli, Teologia PL adalah kombinasi dari pernyataan-pernyataan PL tentang Allah, sehingga tugasnya adalah menyajikan apa yang dikatakan PL tentang Allah dalam kaitan-kaitan tersiratnya. Menurut C.R. Lehman, Teologia PL adalah bagian dari Teologi Alkitabiah dan dibuat berdasarkan “pemahaman fundamental tentang penyataan yang setahap demi setahap” dan “kesatuan agung dari keseluruhan Alkitab “. Berdasarkan catatan dosen, Teologia  merupakan hasil perjumpaan teks (firman Allah) dengan Konteks. Dengan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa Teologi PL adalah hasil perjumpaan antara teks PL dengan keadaan sejarah orang Israel.

SEJARAH PERKEMBANGAN TEOLOGI PL
1.      ZAMAN REFORMASI- PENCERAHAN (abad 14-27 M)
Ada beberapa prinsip yang berkembang di golongan Protestan pada saat ini. Yaitu Sola Gratia (hanya anugerah), Sola Scriptura (hanya berdasarkan Alkitab), Sola Fidei (hanya kerena iman). Pengkhususan diberikan kepada Sola Scriptura, mendorong terjadinya perkembangan Teologi Alkitabiah berikut dengan gagasan untuk menafsirkan Alkitab. Sementara itu kata ‘Teologi Alkitabiah’ sendiri bukanlah hasil gagasan dari mereka (kata ini pertamakali muncul dalam buku karangan Wolgang Jacob Christman ‘Teutsche Biblische Theologie’), dan metodenya dikembangkan oleh O. Glait dan Andreas Fischer pada tahun 1530-an.
Istilah ‘Teologi Alkitabiah’ dipakai dalam dua arti:
1)      Teologi yang ajaran-ajarannya bersumber pada Alkitab dan dasarnya adalah Alkitab.
2)      Teologi yang dikandung oleh Alkitab itu sendiri (bisa juga diartikan suatu disiplin teologis tertentu yang asal mula dan perkembangannya diuraikan secara singkat).
Lehman membuat definisi sendiri tentang Teologi Alkitabiah, yaitu teologi yang mempelajari penyataan Allah di dalam lingkungan sejarah Alkitab yang berarti penyingkapan Ilahi atas perjanjian-perjanjianyang tercatat dalam Alkitab.
Henricus A. Diest dalam bukunya Theologia Bibilica (Daventri, 1643) member pengertian tentang Teologi Alkitabiah yang menurutnya terdiri dari ayat-ayat bukti dari Alkitab yang dicomot dari kedua Perjanjian untuk mendukung sistem-sistem doktrin tradisional dari golongan Orthodoks Protestan yang mula-mula.
Abraham Clovius dan beberapa rekan sezamannya menganggap Teologi Alkitabiah sebagai pendukung Teologi Dogmatik dan menganggap ayat-ayat Alkitab sebagai pendukung Dogmatik. Penekanan kembali kepada Alkitab baru ketika munculnya gerakan Pietisme. Akibatnya, sejak tahun 1745, Teologi Alkitabiah berpisah dari Teologi Dogmatik (sistematika) dan menjadi dasar dari Teologi Sistematika.

2.      ZAMAN PENCERAHAN (abad 17-18)
Pada zaman ini muncul beberapa pendekatan baru yang disebabkan karena beberapa pengaruh.
a.       Reaksi nasionalisme terhadap supernaturalisme dimana akal manusia ditegakkan sebagai sumber patokan final serta sumber utama pengetahuan, yang berarti bahwa wibawa Alkitab sebagai catatan penyataan Ilahi ditolak.
b.      Dikembangkannya suatu hermeneutik baru yaitu metode penelitian sejarah.
c.       Penggunaan kritik sastra radikal terhadap Alkitab
Kesimpulannya, pada masa ini rasionalisme diarahkan untuk meninggalkan pandangan orthodox tentang pengilhaman Alkitab supaya Alkitab hanya menjadi salah satu dokumen kuno yang harus dipelajari seperti dokumen-dokumen kuno lainnya.
Hal terutama yang bisa dilihat dari masa ini adalah keterpisahan antara Teologi Sistematika dan Teologi Biblika. Anton Friedrich Busching menunjukkan untuk pertamakalinya Teologi Alkitabiah sebagai saingan Teologi Dogmatik. G. Ebeling menyampaikan hal yang serupa. Sementara Johann Solomo Semler menyatakan bahwa Firman Allah sama sekali tidak identik dengan Alkitab, dengan begitu menyiratkan bahwa tidak semua bagian Alkitab diilhamkan, dan Alkitab adalah dokumen sejarah murni yang harus diselidiki dengan suatu metodologi murni yang bersifat historis dan bersifat kritis. Gotthilf Traugott Zacharia berusaha membangun suatu sistem pengajaran teologis berdasarkan suatu hasil kerja eksegetis yang teliti. Menurutnya, aspek historis dalam Alkitab tidak terlalu penting dalam Teologi. Ia juga mengupayakan pembersihan bagi ketidaksempurnaan yang ada dalam sistem dogmatik.  W.F. Hufnagel (1785-1789) dan C.F. Von Ammon (1792) mengungkapkan bahwa Teologi Alkitabiah terdiri atas sekumpulan penelitian sejarah atas ayat-ayat bukti dari Alkitab yang mendukung dogmatic. Karya Von Ammon lebih bersifat Teologi Filosofis, namun memiliki pandangan yang lebih tinggi terhadap PB daripada PL. Johhan Philip Gabler (1753-1826) melalui ceramahnya (30 Maret 1787) berhasil menjadikan  peranan Teologi Alkitabiah sebagai hanya salah satu peranan sejarah semata terlepas dari Dogmatik.  definisinya tentang Teologi Alkitabiah berbunyi, “Teologi Akitabiah secara historis meneruskan pemahaman  para penulis Alkitab tentang masalah-masalah ilahi; sebaliknya, teologi dogmatic bersifat  mendidik, mengajarkan penalaran filosofis seorang Teolog terhadap masalah-masalah ilahi sesuai dengan kemampuan, waktu, usia, tempat, aliran, atau mazhab dan hal-hal lain dari sang Teolog. Pendekatannya didasarkan atas 3 pertimbangan:
1.      Ilham harus dihapuskan karena Roh Allah sendiri memberikan kemampuan pada para penulis
2.      Teologi Alkitabiah bertugas mengumpulkan secara teliti berbagai konsepsi dan gagasan dari setiap penulis Alkitab.
3.      Sebagai salah satu bentuk disiplin ilmu Sejarah, Teologi Alkitabiah harus membedakan beberapa periode antara agama lama dan agama baru.
Kemudian muncul satu tokoh yang berhasil memisahkan antara Teologi PL dan Teologi PB dalam Teologi Alkitabiah. Ia adalah seorang yang konsisten dengan pemakaian metode penelitian sejarah yang tentunya didukung oleh penekanan rasionalis terhadap alasan sejarah.

2. ZAMAN PENCERAHAN- TEOLOGI DIALEKTIKA (abad 19-20)
     Beberapa macam pendekatan yang telah ada sebelumnya dengan sukses berhasil menuai kritik.  Dan setelah akhir perang dunia I, didiplin teologi Alkitabiah menerima kehidupan baru yaitu zaman teologi Dialektik.
     Pada masa ini muncul beberapa tokoh dengan karya-karyanya yaitu:
          Gottlob Ph. Chr. Kaiser yang menolak segala jenis supernaturalisme dan berusaha menggambarkan perkembangan agama PL dari sudut sejarah awal pertumbuhan. W.M.L. De Wette mencoba menjauhi rasionalisme dan memadukan Teologi Alkitabiah dengan suatu sistem filsafat. Melalui bukunya “Biblische Dogmatik”, ia mencoba mensintesiskan antara iman dan perasaan yang membawa masuk ‘perkembangan awal pertumbuhan agama dari Hebraisme menjadi Kristianisme lewat Yudaisme. Timbul reaksi dari D.C. Vonn Coln terhadap Wette. Dalam bukunya, Biblical Theology of The OT, ia menyajikan suatu Teologi Alkitabiah historis dengan penekanan teokratis yang kuat.  Ia bergerak dalam ketegangan antara partikularisme dengan universalisme dan melukiskan suatu keadaan perkembangan historis dari Hebraisme- Yudaisme- dan Kristianisme. Wilhelm Vatke menyatakan bahwa sistem pengaturan bahan-bahan PL tidak boleh disajikan berdasarkan kategori-kategori yang diambil dari Alkitab namun yang ditetapkan dari luar, dan harus merumuskan dogma pendekatan dari sudut ‘sejarah agama’ mengenai PL yang sama sekali berdiri sendiri.
          Pada pertengahan abad muncul golongan-golongan (golongan yang berusaha menolak kesahihan pendekatan berdasarkan penelitian sejarah dan golongan yang berusaha memadukan suatu pendekatan historis) yang menentang pendekatan-pendekatan rasional dan filosofis terhadap Teologi PL. Mereka itu antara lain:
     Steudel yang tetap menganggap PL mempunyai asal-usul yang ilahi namun menolak pandangan sempit tentang pengilhaman harfiah. Oehler mengakui bahwa ada kesatuan antara PL dan PB namun ia menerima juga bahwa ada pemisahan di antara keduanya yaitu bahwa Teologi PL hanya akan berfungsi secara benar di dalam konteks kanonik yang luas. Teologi PL sendiri menurut Oehler mempunyai pengertian sebagai ilmu sejarah yang berdasar pada eksegese dari sudut sejarah tata bahasa yang tugasnya adalah mereproduksi isi dari tulisan-tulisan dalam Alkitab menurut kaidah-kaidah bahasa dengan mempertimbangkan keadaan sejarah pada saat tulisan-tulisan tersebut pertamakali ditulis dan juga kondisi-kondisi pribadi dari para penulis Alkitab. Jadi metode yang tepat menurut mereka bagi Teologi Alkitabiah adalah pendekatan dari sudut ‘sejarah awal pertumbuhan’ yang dieksegesis berdasarkan sejarah tata bahasa, bukan eksegesis berdasarkan  penelitian sejarah yang harus digabungkan dengan suatu perkembangan organis dari agama PL.
Golongan konservatif muncul  dengan ‘mazhab sejarah keselamatan’. Mazhab ini didasarkan pada:
1)      Sejarah umat Allah sebagaimana didasarkan pada firman
2)      Pemahaman tentang pengilhaman
3)      Hasil antara sejarah manusia dan Allah dalam Kristus Yesus
Dan PL berisi proklamasi sejarah keselamatan, dan Alkitab adalah saksi dari perbuatan Allah kepada dunia.
     Tahun 1787, pendekatan ‘sejarah-sejarah agama’ mulai menguasai cara pendekatan PL. Teologi PL (dan Teologi Alkitabiah) dipengaruhi oleh tanggal lama yang diberikan oleh dokumen P dan gambaran yang sama sekali baru akibat dari pengaruh tanggal-tanggal yang dipakai berdasarkan dokumen ini. Cirikhas lainnya adalah adanya metode perkembangan evolusioner yang berdasarkan sejarah pertumbuhan. Pendekatan ini menghancurkan kesatuan PL dengan menganggap PL hanya sebagai koleksi bahan-bahan dari periode yang berdiri sendiri dan hanya terdiri dari sedikit refleksi tentang jumlah agama-agama kafir yang berbeda-beda, hubungan yang hakiki antara antara PL dan PB direduksi menjadi hanya memiliki kaitan secara historis dan rangkaian yang tidak penting di antara keduanya. Akibatnya, perlu tidakan berani untuk menghidupkan kembali.
    
3.      PERKEMBANGAN BARU TEOLOGI PL – SEKARANG (Abad 20- sekarang).
Ada beberapa faktor yang menyebabkan bangkitnya kembali Teologi PL; Zeitgeist yang berubah. Menurut R.C Dentan, faktor-faktor tersebut antara lain: hilangnya pamor nasionalisme evolusioner, reaksi terhadap keyakinan bahwa kebenaran historis dapat dicapai dari objektivitas, dan kecenderungan untuk kembali ke Teologi Dialektik (Neo-Orthodox). E. Konig menaruh penghargaan tinggi terhadap kebenaran amanat PL dan menolak evolusi agama yang diajarkan oleh Wellhausen dengan mencanangkan suatu metode penafsiran berdasarkan sejarah tata bahasa.
Tahun 1920-an ditandai dengan perdebatan tentang sifat teologi PL. Muncul beberapa sarjana dengan pendekatan mereka masing-masing. Eissfeldt memberikan pengertian terhadap Teologi PL yaitu sebagai suatu bidang disiplin non-historis, tetapi berdasarkan iman sehingga bersifat subyektif. Pendekatan ini mendapat kritik dari Eichordt. Pada zaman ini, semakin banyak bermunculan para ahli dengan berbagai macam pendekatan dan dari berbagai macam negara termasuk Amerika. Dan belum ada konsesus tentang masalah-masalah utama dalam PL baru hanya perdebatan-perdebatan di antara sarjana-sarjana.

Mengapa dibagi menjadi empat bagian? Karena dalam setiap periode terdapat satu perkembangan atau perubahan tertentu.

Beda Teologi Sistematika dan Biblika
Pengertian
Teologi sestematika adalah upaya untuk memahami hubungan timbal balik antara pokok-pokok Alkitab dengan implikasi-implikasi historis dan filosofis. Teologi Biblika adalah upaya untuk memahamii Alkitab menurut perkembangannya selama periode-periode tertentu.

Perbedaan Teologi Sistematika dan Teologi Biblika
Biblika
1.      Tema terbatas dengan apa kata Alkitab
2.      Mempelajari bagian-bagian tertentu dari Alkitab
3.      Kompilasi (himpunan) doktrin dari penulis pada era tertentu
4.      Belajar memahami bagaimana dan mengapa satu doktrin berkembang
5.      Berbicara terntang proses
6.      Belajar dari perkembangan-perkembangan inspirasi dari Alkitab
Sistematika
1.     Tema diambil dari ALkitab dan di luar Alkitab
2.     Mempelajari keseluruhan Alkitab
3.     Kompilasi doktrin dari keseluruhan Alkitab dan non-Alkitab
4.     Belajar memahami/ mengerti dasar/ alasan/ prinsip/ sesuatu itu ditulis
5.     Berbicara tentang hasil
6.     Belajar tentang puncak inspirasi dari Alkitab

1 komentar: