PERKEMBANGAN SEJARAH TEOLOGI PERJANJIAN LAMA
DEFINISI
TEOLOGI PL
Menurut Walther Zimmerli, Teologia PL adalah kombinasi dari
pernyataan-pernyataan PL tentang Allah, sehingga tugasnya adalah menyajikan apa
yang dikatakan PL tentang Allah dalam kaitan-kaitan tersiratnya. Menurut C.R.
Lehman, Teologia PL adalah bagian dari Teologi Alkitabiah dan dibuat
berdasarkan “pemahaman fundamental tentang penyataan yang setahap demi setahap”
dan “kesatuan agung dari keseluruhan Alkitab “. Berdasarkan catatan dosen, Teologia
merupakan hasil perjumpaan teks (firman Allah) dengan Konteks.
Dengan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa Teologi PL adalah hasil
perjumpaan antara teks PL dengan keadaan sejarah orang Israel.
SEJARAH PERKEMBANGAN TEOLOGI PL
1.
ZAMAN REFORMASI- PENCERAHAN (abad
14-27 M)
Ada beberapa prinsip yang berkembang
di golongan Protestan pada saat ini. Yaitu Sola Gratia (hanya anugerah), Sola
Scriptura (hanya berdasarkan Alkitab), Sola Fidei (hanya kerena iman).
Pengkhususan diberikan kepada Sola Scriptura, mendorong terjadinya perkembangan
Teologi Alkitabiah berikut dengan gagasan untuk menafsirkan Alkitab. Sementara
itu kata ‘Teologi Alkitabiah’ sendiri bukanlah hasil gagasan dari mereka (kata
ini pertamakali muncul dalam buku karangan Wolgang Jacob Christman ‘Teutsche
Biblische Theologie’), dan metodenya dikembangkan oleh O. Glait dan Andreas
Fischer pada tahun 1530-an.
Istilah ‘Teologi Alkitabiah’ dipakai
dalam dua arti:
1)
Teologi yang ajaran-ajarannya
bersumber pada Alkitab dan dasarnya adalah Alkitab.
2)
Teologi yang dikandung oleh
Alkitab itu sendiri (bisa juga diartikan suatu disiplin teologis tertentu yang
asal mula dan perkembangannya diuraikan secara singkat).
Lehman membuat definisi sendiri
tentang Teologi Alkitabiah, yaitu teologi yang mempelajari penyataan Allah di
dalam lingkungan sejarah Alkitab yang berarti penyingkapan Ilahi atas perjanjian-perjanjianyang
tercatat dalam Alkitab.
Henricus A. Diest dalam bukunya
Theologia Bibilica (Daventri, 1643) member pengertian tentang Teologi
Alkitabiah yang menurutnya terdiri dari ayat-ayat bukti dari Alkitab yang
dicomot dari kedua Perjanjian untuk mendukung sistem-sistem doktrin tradisional
dari golongan Orthodoks Protestan yang mula-mula.
Abraham Clovius dan beberapa rekan
sezamannya menganggap Teologi Alkitabiah sebagai pendukung Teologi Dogmatik dan
menganggap ayat-ayat Alkitab sebagai pendukung Dogmatik. Penekanan kembali
kepada Alkitab baru ketika munculnya gerakan Pietisme. Akibatnya, sejak tahun
1745, Teologi Alkitabiah berpisah dari Teologi Dogmatik (sistematika) dan
menjadi dasar dari Teologi Sistematika.
2.
ZAMAN PENCERAHAN (abad 17-18)
Pada zaman ini muncul beberapa pendekatan baru yang
disebabkan karena beberapa pengaruh.
a.
Reaksi nasionalisme terhadap
supernaturalisme dimana akal manusia ditegakkan sebagai sumber patokan final
serta sumber utama pengetahuan, yang berarti bahwa wibawa Alkitab sebagai
catatan penyataan Ilahi ditolak.
b.
Dikembangkannya suatu hermeneutik baru yaitu metode penelitian sejarah.
c.
Penggunaan kritik sastra radikal
terhadap Alkitab
Kesimpulannya, pada masa ini rasionalisme diarahkan
untuk meninggalkan pandangan orthodox tentang pengilhaman Alkitab supaya
Alkitab hanya menjadi salah satu dokumen kuno yang harus dipelajari seperti
dokumen-dokumen kuno lainnya.
Hal terutama yang bisa dilihat dari masa ini adalah
keterpisahan antara Teologi Sistematika dan Teologi Biblika. Anton Friedrich
Busching menunjukkan untuk pertamakalinya Teologi Alkitabiah sebagai saingan
Teologi Dogmatik. G. Ebeling menyampaikan hal yang serupa. Sementara Johann
Solomo Semler menyatakan bahwa Firman Allah sama sekali tidak identik dengan
Alkitab, dengan begitu menyiratkan bahwa tidak semua bagian Alkitab diilhamkan,
dan Alkitab adalah dokumen sejarah murni yang harus diselidiki dengan suatu
metodologi murni yang bersifat historis dan bersifat kritis. Gotthilf Traugott
Zacharia berusaha membangun suatu sistem pengajaran teologis berdasarkan suatu
hasil kerja eksegetis yang teliti. Menurutnya, aspek historis dalam Alkitab
tidak terlalu penting dalam Teologi. Ia juga mengupayakan pembersihan bagi
ketidaksempurnaan yang ada dalam sistem dogmatik. W.F. Hufnagel (1785-1789) dan C.F. Von Ammon
(1792) mengungkapkan bahwa Teologi Alkitabiah terdiri atas sekumpulan
penelitian sejarah atas ayat-ayat bukti dari Alkitab yang mendukung dogmatic.
Karya Von Ammon lebih bersifat Teologi Filosofis, namun memiliki pandangan yang
lebih tinggi terhadap PB daripada PL. Johhan Philip Gabler (1753-1826) melalui
ceramahnya (30 Maret 1787) berhasil menjadikan
peranan Teologi Alkitabiah sebagai hanya salah satu peranan sejarah
semata terlepas dari Dogmatik.
definisinya tentang Teologi Alkitabiah berbunyi, “Teologi Akitabiah
secara historis meneruskan pemahaman
para penulis Alkitab tentang masalah-masalah ilahi; sebaliknya, teologi
dogmatic bersifat mendidik, mengajarkan
penalaran filosofis seorang Teolog terhadap masalah-masalah ilahi sesuai dengan
kemampuan, waktu, usia, tempat, aliran, atau mazhab dan hal-hal lain dari sang
Teolog. Pendekatannya didasarkan atas 3 pertimbangan:
1.
Ilham harus dihapuskan karena Roh
Allah sendiri memberikan kemampuan pada para penulis
2.
Teologi Alkitabiah bertugas
mengumpulkan secara teliti berbagai konsepsi dan gagasan dari setiap penulis
Alkitab.
3.
Sebagai salah satu bentuk disiplin
ilmu Sejarah, Teologi Alkitabiah harus membedakan beberapa periode antara agama
lama dan agama baru.
Kemudian muncul satu tokoh yang berhasil memisahkan
antara Teologi PL dan Teologi PB dalam Teologi Alkitabiah. Ia adalah seorang
yang konsisten dengan pemakaian metode penelitian sejarah yang tentunya
didukung oleh penekanan rasionalis terhadap alasan sejarah.
2. ZAMAN PENCERAHAN- TEOLOGI
DIALEKTIKA (abad 19-20)
Beberapa
macam pendekatan yang telah ada sebelumnya dengan sukses berhasil menuai
kritik. Dan setelah akhir perang dunia
I, didiplin teologi Alkitabiah menerima kehidupan baru yaitu zaman teologi
Dialektik.
Pada
masa ini muncul beberapa tokoh dengan karya-karyanya yaitu:
Gottlob
Ph. Chr. Kaiser yang menolak segala jenis supernaturalisme dan berusaha
menggambarkan perkembangan agama PL dari sudut sejarah awal pertumbuhan. W.M.L.
De Wette mencoba menjauhi rasionalisme dan memadukan Teologi Alkitabiah dengan
suatu sistem filsafat. Melalui bukunya “Biblische Dogmatik”, ia mencoba
mensintesiskan antara iman dan perasaan yang membawa masuk ‘perkembangan awal
pertumbuhan agama dari Hebraisme menjadi Kristianisme lewat Yudaisme. Timbul
reaksi dari D.C. Vonn Coln terhadap Wette. Dalam bukunya, Biblical Theology of
The OT, ia menyajikan suatu Teologi Alkitabiah historis dengan penekanan
teokratis yang kuat. Ia bergerak dalam ketegangan
antara partikularisme dengan universalisme dan melukiskan suatu keadaan
perkembangan historis dari Hebraisme- Yudaisme- dan Kristianisme. Wilhelm Vatke
menyatakan bahwa sistem pengaturan bahan-bahan PL tidak boleh disajikan
berdasarkan kategori-kategori yang diambil dari Alkitab namun yang ditetapkan
dari luar, dan harus merumuskan dogma pendekatan dari sudut ‘sejarah agama’
mengenai PL yang sama sekali berdiri sendiri.
Pada
pertengahan abad muncul golongan-golongan (golongan yang berusaha menolak
kesahihan pendekatan berdasarkan penelitian sejarah dan golongan yang berusaha
memadukan suatu pendekatan historis) yang menentang pendekatan-pendekatan
rasional dan filosofis terhadap Teologi PL. Mereka itu antara lain:
Steudel
yang tetap menganggap PL mempunyai asal-usul yang ilahi namun menolak pandangan
sempit tentang pengilhaman harfiah. Oehler mengakui bahwa ada kesatuan antara
PL dan PB namun ia menerima juga bahwa ada pemisahan di antara keduanya yaitu
bahwa Teologi PL
hanya akan berfungsi secara benar di dalam konteks kanonik yang luas. Teologi
PL sendiri menurut Oehler mempunyai pengertian sebagai ilmu sejarah yang
berdasar pada eksegese dari sudut sejarah tata bahasa yang tugasnya adalah
mereproduksi isi dari tulisan-tulisan dalam Alkitab menurut kaidah-kaidah
bahasa dengan mempertimbangkan keadaan sejarah pada saat tulisan-tulisan
tersebut pertamakali ditulis dan juga kondisi-kondisi pribadi dari para penulis
Alkitab. Jadi metode yang tepat menurut mereka bagi Teologi Alkitabiah adalah
pendekatan dari sudut ‘sejarah awal pertumbuhan’ yang dieksegesis berdasarkan
sejarah tata bahasa, bukan eksegesis berdasarkan penelitian sejarah yang harus digabungkan
dengan suatu perkembangan organis dari agama PL.
Golongan konservatif muncul dengan ‘mazhab sejarah keselamatan’. Mazhab
ini didasarkan pada:
1)
Sejarah umat Allah sebagaimana
didasarkan pada firman
2)
Pemahaman tentang pengilhaman
3)
Hasil antara sejarah manusia dan
Allah dalam Kristus Yesus
Dan PL berisi proklamasi sejarah keselamatan, dan
Alkitab adalah saksi dari perbuatan Allah kepada dunia.
Tahun 1787,
pendekatan ‘sejarah-sejarah agama’ mulai menguasai cara pendekatan PL. Teologi PL (dan
Teologi Alkitabiah) dipengaruhi oleh tanggal lama yang diberikan oleh dokumen P
dan gambaran yang sama sekali baru akibat dari pengaruh tanggal-tanggal yang
dipakai berdasarkan dokumen ini. Cirikhas lainnya adalah adanya metode
perkembangan evolusioner yang berdasarkan sejarah pertumbuhan. Pendekatan ini
menghancurkan kesatuan PL dengan menganggap PL hanya sebagai koleksi
bahan-bahan dari periode yang berdiri sendiri dan hanya terdiri dari sedikit
refleksi tentang jumlah agama-agama kafir yang berbeda-beda, hubungan yang
hakiki antara antara PL dan PB direduksi menjadi hanya memiliki kaitan secara
historis dan rangkaian yang tidak penting di antara keduanya. Akibatnya, perlu
tidakan berani untuk menghidupkan kembali.
3.
PERKEMBANGAN BARU TEOLOGI PL – SEKARANG
(Abad 20- sekarang).
Ada beberapa faktor yang menyebabkan bangkitnya kembali
Teologi PL; Zeitgeist yang berubah. Menurut R.C Dentan, faktor-faktor
tersebut antara lain: hilangnya pamor nasionalisme evolusioner, reaksi terhadap
keyakinan bahwa kebenaran historis dapat dicapai dari objektivitas, dan
kecenderungan untuk kembali ke Teologi Dialektik (Neo-Orthodox). E. Konig
menaruh penghargaan tinggi terhadap kebenaran amanat PL dan menolak evolusi
agama yang diajarkan oleh Wellhausen dengan mencanangkan suatu metode
penafsiran berdasarkan sejarah tata bahasa.
Tahun 1920-an ditandai dengan perdebatan tentang sifat
teologi PL. Muncul beberapa sarjana dengan pendekatan mereka masing-masing.
Eissfeldt memberikan pengertian terhadap Teologi PL yaitu sebagai suatu bidang
disiplin non-historis, tetapi berdasarkan iman sehingga bersifat subyektif.
Pendekatan ini mendapat kritik dari Eichordt. Pada zaman ini, semakin banyak
bermunculan para ahli dengan berbagai macam pendekatan dan dari berbagai macam
negara termasuk Amerika. Dan belum ada konsesus tentang masalah-masalah utama
dalam PL baru hanya perdebatan-perdebatan di antara sarjana-sarjana.
Mengapa
dibagi menjadi empat bagian? Karena dalam setiap periode terdapat satu
perkembangan atau perubahan tertentu.
Beda Teologi
Sistematika dan Biblika
Pengertian
Teologi sestematika adalah upaya untuk memahami hubungan
timbal balik antara pokok-pokok Alkitab dengan implikasi-implikasi historis dan
filosofis. Teologi Biblika adalah upaya untuk memahamii Alkitab menurut
perkembangannya selama periode-periode tertentu.
Perbedaan Teologi Sistematika dan Teologi Biblika
Biblika
1.
Tema terbatas dengan apa kata
Alkitab
2.
Mempelajari bagian-bagian
tertentu dari Alkitab
3.
Kompilasi (himpunan) doktrin
dari penulis pada era tertentu
4.
Belajar memahami bagaimana dan
mengapa satu doktrin berkembang
5.
Berbicara terntang proses
6.
Belajar dari perkembangan-perkembangan
inspirasi dari Alkitab
|
Sistematika
1.
Tema diambil dari ALkitab dan di
luar Alkitab
2.
Mempelajari keseluruhan Alkitab
3.
Kompilasi doktrin dari
keseluruhan Alkitab dan non-Alkitab
4.
Belajar memahami/ mengerti
dasar/ alasan/ prinsip/ sesuatu itu ditulis
5.
Berbicara tentang hasil
6.
Belajar tentang puncak inspirasi
dari Alkitab
|
puji tuhan, terima kasi sis.
BalasHapus