Minggu, 21 Mei 2017

Laki-laki dan Perempuan dalam Perjanjian Lama



LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DALAM PERJANJIAN LAMA

DEFINISI
      Laki-laki dalam bahasa Ibraninya adalah zakar[1]. Secara etimologis, kata ini berarti laki-laki atau jantan. Dari akar katanya, kata ini berarti mengingat, memanggil ulang, memikirkan ulang, merekam, dll.
      Perempuan sendiri dalam bahasa aslinya adalah neqebah[2]. Secara etimologis, kata ini berarti perempuan atau betina. Jika dilihat dari akar katanya naqab, kata ini secara etimologis berarti menembus, menyerbu, menusuk, melubangi, menunjuk.
Sebelum Hawa diciptakan, manusia itu disebut adam dan ciptaan lain yang sama dengan dia yang sama-sama berasal dari debu tanah disebut adama. Sampai pada saat diciptakannya Hawa, manusia masih disebut Ha’adam. Namun setelah kehadiran Hawa, manusia itu memiliki perubahan kata yaitu is sementara perempuan itu issa (kata ini merupakan kata benda generik). Pemakaian kata ini muncul karena kedua kata sebelumnya yaitu zakar dan neqevah tidak mampu memperlihatkan perbedaan di antara kedua jender. Pasangan kata yang baru menyatakan kesepadanan antara kedua makhluk itu. Kedua kata ini secara linguistik sebenarnya tidak berhubungan namun keduanya membentuk permainan kata yang menarik. Kata  ini menunjukkan kesatuan, kesalingan, kesamaan dan solidaritas. Jadi setiap kali Adam memanggail istrinya (Issa), ia memanggil dirinya sendiri. Kata ini menunjukkan adanya kesetaraan di antara mereka berdua. Issa baru dinamai Hawa ketika mereka sudah jatuh ke dalam dosa[3].

PENCIPTAAN LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN
Laki-Laki
Kata Laki-laki = zaakar[4] (jenis kelamin laki-laki). Adam adalah seorang laki-laki yang pertama kali diciptakan oleh Allah (Kej. 2:19-20).  Arti dari Adam adalah tanah. Menurut ayat Kej 1:7, Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya sehingga ia menjadi makhluk yang hidup. Dan kepada manusia ini, Allah memberi tugas-tugas tertentu[5]. Adamlah yang memberi nama kepada setiap hewan atau binatang yang diciptakan oleh Allah. Alkitab mencatat bagaimana peranan seorang laki-laki.
Pada zaman Alkitab, anak laki-laki harus menyokong orang tua mereka bila mereka menjadi tua dan kemudian memberikan pemakaman yang semestinya. Anak laki-laki yang sulung mempunyai tempat kehormatan yang amat istimewa di dalam keluarga. Ia diharapkan menjadi kepala keluarga berikutnya. Sepanjang hidupnya, ia diharapkan akan mengambil tanggung jawab lebih besar atas perbuatannya sendiri dan perbuatan adik-adiknya. Oleh karena hal inilah Ruben, sebagai kakak yang tertua memperlihatkan keprihatinan lebih besar terhadap nyawa Yusuf, ketika saudara-saudaranya sepakat untuk membunuh dia (Kej. 37:21, 29). Ketika sang ayah meninggal dunia, anak laki-laki yang sulung menerima dua bagian dari warisan keluarga (Ul. 21:17; 2 Taw. 21:2-3).[6]

Perempuan
Perempuan pertama kali adalah Hawa = Chawah = pemberi hidup (Kej. 3:20). Kata untuk perempuan adalah bana, yang berarti membangun. Kata ini dalam PL dipakai untuk menjelaskan pembangunan yang biasanya dilakukan arsitek seperti pembangun menara, gedung, pembangunan sesuatu yang keras. Dengan begitu, perempuan diasosiakan bukan sebagai makhluk yang lemah. Dalam hal fisik maupun mental, perempuan memiliki beberapa keunggulan.                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                         Allah melihat bahwa manusia itu seorang diri saja sehingga Ia menyediakan seorang penolong yang sepadan bagi dia. Ketika manusia itu tidur nyenyak, Ia mengambil salah satu rusuknya dan dengan rusuk itu, dibangun-Nyalah perempuan. Dengan begitu, terlihatlah kesatuan di antara mereka[7]. Perempuan dan laki-laki dijadikan ‘dalam gambar Allah’ (Kej. 1:27), dan perempuan adalah ‘penolong yang sepadan’ bagi laki-laki (Kej. 2:20)[8].  Kehadiran perempuan dalam hubungannya dengan laki-laki pada awal penciptaan disebutkan sebagai ‘ézér kenégdo (Kej. 2:18,20 “penolong yang sepadan”)[9]. Laki-laki itu membutuhkan perempuan untuk suatu tugas yang tidak bisa dilakukannya seorang diri yaitu beranak cucu dan bertambah banyak.

Dyrness membagi penciptaan laki-laki dan perempuan ini dalam tiga bagian:
1.      Hubungan khusus dengan ciptaan
Laki-laki dan perempuan merupak mahkota ciptaan, mereka diciptakan untuk memerintah. Penciptaan mereka didahului dengan keputusan tegas dan tindakan nyata dari pihak Allah. Manusia pertama dibuat dari sesuatu yang tidak bernyawa yaitu debu tanah. Manusia memiliki solidaritas dengan alam, namun ketika kutukan dosa menimpa, tanah jadi terkena kutukan. Meskipun manusia solider dengan tatanan alam, mereka melebihi tatanan itu. Hubungan fundamental dengan Allah menyebabkan mereka memiliki kebebasan fundamental terhadap ciptaan, termasuk binatang. Namun diantara semua ciptaan tidak ada yang pantas berperan sebagai penolong Adam, karena ia unggul dari semua ciptaan yang ada. Hal ini terlihat dari pemberian nama oleh Adam bagi binatang-binatang yang ada.  Kekuasaannya menunjukkan bahwa ada jurang pemisah antara ia dengan ciptaan lainnya. Ia masih membutuhkan seorang penolong.

2.      Hubungan khusus antara orang-orang
Manusia diciptakan untuk saling mengasihi, berhubungan satu sama lain, dan saling melengkapi. Kej 1:27 menjelaskan bahwa Allah menciptakan laki-laki dan perempuan. Mereka akan merasa tidak lengkap tanpa yang lain, keduanya sederajat di hadapan Allah. Allah juga memberikan berkat tambahan kepada manusia, yaitu kesuburan (Kej 1:28). Untuk itu diperkenalkan perkawinan (Kej 2:22-25) sebagai lembaga yang utama dan bersifat monogami. Sehingga melalui wadah ini mereka bisa beranak cucu dan bertambah banyak. Namun hubungan yang terjalin antara manusia lebih dari sekedar ikatan perkawinan. Mereka juga bertanggungjawab dalam kehidupan kelompok, bermasyarakat dan berbangsa.
3.      Hubungan khusus dengan Allah
Puncak dari tujuan penciptaan manusia adalah agar manusia mengasihi Allah. Manusia diciptakan untuk memuliakan Allah dan untuk mendapatkan tujuan tertinggi dalam puji-pujian tersebut. Hidup manusia dalam arti yang unik adalah anugerah ilahi, dimaksudkan untuk mencerminkan sifat Allah sendiri. Manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Gambar menunjukkan keserupaan bentuk, rupa menunjukkan kesamaan. Jadi kekuasaan yang dimiliki manusia juga mencerminkan kekuasaan Allah. Manusia tidak boleh bermalas-malasan, namun mereka harus berusaha menyenangi pekerjaannya serta mengenal dan mengasihi Allah dalam segala perbuatan mereka[10].



HUBUNGAN ANTARA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN
1.      Kesamaan
Berasarkan Kej 1: 26-28, kita dapat mengetahui bahwa manusia diciptakan oleh Allah menurut gambar-Nya dan Ia menciptakan mereka laki-laki dan perempuan seraya menugaskan kepada mereka untuk berkembang biak dan memberikan kepada mereka kekuasaan atas bumi dan segala binatang yang ada di dalamnya. Apa sajapun yang esensial manusiawi dalam pria dan wanita merupakan gambar ilahi yang sama yang diletakkan Allah. Memiliki panggilan yang sama untuk menguasai bumi dan mengelola kekayaan yang ada di dalamnya untuk kepentingan bersama. Dalam PL, suami atau bapak dianggap sebagai Baal namun tidak berarti kaum wanita lantas dipandang rendah dan diperlakukan tidak baik. Mereka tetap merupakan bagian integral dari umat perjanjian. Terdapat juga kesepadanan seks di antara mereka.
2.      Sifatnya yang komplemeter
Meskipun mereka sederajat, mereka tidaklah serupa. Kesederajatan dan keserupaan merupakan hal yang berbeda. Kedua manusia itu berbeda dan mereka saling mengisimelalui kualitas tersendiri dari seksualitas masing-masing baik secara psikologis maupun fisiologis. Kej 2 menjelaskan bahwa ‘sepadan’ tidak berarti serupa, melainkan saling mengisi (komplementer).
Kesepadanan menunjukkan bahwa tidak ada inferioritas diantara laki-laki dan perempuan. Komplementer menunjukkan bahwa mereka tidak serupa. Sepadan menunjukkan bahwa mereka harus saling menghormati, mengasihi, melayani, dan bukan saling membenci. Komplementer menunjukkan bahwa mereka harus saling melengkapi[11].

PERANAN LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN
Laki-laki dan perempuan tidak bisa hidup sendiri-sendiri. Karena melalui merekalah adanya keturunan. Tanpa perempuan dan laki-laki, tentunya tidak mungkin adanya generasi atau keturunan. Oleh karena itu, dalam hal ini Allah memberikan tanggung jawab yang besar kepada manusia untuk menjalankan hidup sebagaimana mestinya sebagai manusia milik Allah.
Bagi orang Ibrani, seperti yang terungkap dalam hukum mereka, mereka sangat menekankan bahwa seorang ibu harus dihormati (Kel. 20:12), disegani (Im. 19:3), dan ditaati (Ul. 21:18). Dalam rumah tangga, peranan seorang perempuan atau ibu sangat penting karena memberi nama kepada anak, dan bertanggung jawab dalam mendidik anak pada usia dini mereka. Dalam Kitab Keluaran pasal duapuluh dikatakan, perempuan dibebaskan dari pekerjaan pada hari sabat. Dan apabila perempuan dijual sebagai budak, maka dibebaskan sama seperti laki-laki pada tahun ketujuh.[12]
Jika seorang laki-laki meninggal dalam keadaan telah mempunyai istri, maka istrinya yang telah janda itu diberikan pada saudara terdekat dari orang yang meninggal itu (Ul. 25:5-10). Dalam hal ini berarti bahwa, seorang perempuan yang telah janda itu menjadi tangung jawab dari keluarga suami yang telah meninggal itu. Seorang laki-laki yang telah dewasa, akan mencari seorang wanita yang sepadan dengan dia dan membuatnya sebagai istri. Setelah demikian, maka mereka menjadi keluarga. Dalam arti yang paling mendasar, suatu keluarga Ibrani terdiri atas seorang suami, seorang istri dan anak-anak mereka. Bila sang suami memiliki lebih dari seorang istri, “keluarga” itu mencakup semua istri dan anak-anak dalam berbagai hubungan mereka (Kej. 30). Biasanya, keluarga mencakup setiap orang yang tinggal dalam tempat kediaman yang sama di bawah perlindungan kepala keluarga itu.
Dari uraian diatas, yang menjadi dasar teologisnya adalah bahwa laki-laki dan perempuan itu adalah sebuah anugerah yang Allah berikan. Allah menginginkan agar suatu kehidupan keluarga itu tahu akan hak dan kewajibannya sebagai manusia yang memiliki kodrat berbeda. Mereka hidup dimasa hukum taurat.
Dalam Perjanjian Lama tidak ada hukum Tuhan yang mengatakan bahwa laki-laki lebih berkuasa mutlak atas perempuan. Karena jika ada kemutlakkan, berarti akan ada penindasan terhadap kaum perempuan. Mereka diberi kebebasan untuk hidup saling menghargai dan tolong menolong. Namun, yang terjadi adalah manusianya sendiri yang membuat aturan bahwa ia lebih bisa mengatur dirinya, bahkan perempuan yang lemah dijadikan sebagai alasan dalam beretika hidup. Perempuan diperlakukan sebagai barang dagang, diperjual belikan sebagai budak menurut aturan mereka ketika itu. Laki-laki kadang mempunyai istri lebih satu, tetapi kurang dipersoalkan. Sedangkan  jika perempuan yang mempunyai lebih dari satu suami dianggap berzinah dan itu harus diproses secara hukum yang berlaku.

MAKNA TEOLOGIS
            Di mata Allah tidak ada perbedaan nilai antara laki-laki dan perempuan.


[1] 2145 rk'z" zakar {zaw-kawr'}
Meaning:  n m 1) male (of humans and animals) adj 2) male (of humans)
Origin:  from 02142; TWOT - 551e
Usage:  AV - male 67, man 7, child 4, mankind 2, him 1; 81
2142 rk;z" zakar {zaw-kar'}
Meaning:  1) to remember, recall, call to mind 1a) (Qal) to remember, recall 1b) (Niphal) to be brought to remembrance, be remembered, be thought of, be brought to mind 1c) (Hiphil) 1c1) to cause to remember, remind 1c2) to cause to be remembered, keep in remembrance 1c3) to mention 1c4) to record 1c5) to make a memorial, make remembrance
Origin:  a primitive root; TWOT - 551; v
Usage:  AV - remember 172, mention 21, remembrance 10, recorder 9, mindful 6, think 3, bring to remembrance 2, record 2, misc 8; 233
[2] 5347 hb'qen> neqebah {nek-ay-baw'}
Meaning:  1) female 1a) woman, female child 1b) female animal
Origin:  from 05344; TWOT - 1409b; n f
Usage:  AV - female 18, woman 3, maid 1; 22
5344 bq;n" naqab {naw-kab'}
Meaning:  1) to pierce, perforate, bore, appoint 1a) (Qal) 1a1) to pierce, bore 1a2) to prick off, designate 1b) (Niphal) to be pricked off, be designated, be specified 2) (Qal) to curse, blaspheme
Origin:  a primitive root; TWOT - 1409; v
Usage:  AV - curse 6, expressed 6, blaspheme 3, bore 2, name 2, pierce 2, Appoint 1, holes 1, pierce through 1, strike through 1; 25
[3] Yonki Karman, Bunga Rampai Teologi PL, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007), 57-58
[4] PC study Bible v. 30
[5] [5] F.L. Baker, Sejarah Kerajaan Allah, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), 20
[6] J.I. Packer (et al), Ensiklopedi Fakta Alkitab Bible Almanac ~1, (Malang: Gandum Mas, 2003) p. 851
[7] F.L. Baker, Sejarah Kerajaan Allah, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), 21-22
[8] Vorlander et al, H. ENSIKLOPEDI ALKITAB MASA KINI M-Z, hlm. 240

[10] William Dyrnes, Tema-tema dalam Teologi Perjanjian Lama, (Malang: Gandum Mas, 2009), 63-68
[11] John Stott, Isu-isu Global Kekristenan, (Jakarta: YKBK OMF, 2005), 338-349
[12] Ibid..,

1 komentar: