KONSEP DOSA DALAM PERJANJIAN LAMA
DEFINISI DOSA
Dosa
dalam bahasa Ibrani yang biasa digunakan adalah
Khatta’t, ‘awon, pesya’ra.
Kata ini muncul pertamakali dalam Kej 4:7 yaitu kata Khatta’t. Secara etimotologis, Khatta’t
berarti kondisi berdosa, kesalahan dosa, hukuman dosa, dll[1]. Khatta’t berarti jatuh dan mengurangi
standard dari Tuhan Yang suci itu. Allah sudah memberikan standard kehidupan
bagi manusia, dan jika manusia mengurangi standard itu, maka itu berarti dosa[2].
Awon[3] berarti sikap suka
menantang, ketidakadilan, perbuatan salah, kesalahan, dll. Dapat pula berarti
kesalahan atau suatu hal yang membuat kita patut dihukum. Dalam hal ini
nuranilah yang menjadi penegur bagi kesalahan, dimana suatu perasaan bersalah
yang muncul dalam diri sehingga menegur manusia itu[4].
Kata ketiga yang menerangkan tentang dosa yaitu pesya’ra[5]
artinya pelanggaran terhadap hukum, pemberontakan dan pendurhakaan. Yang dapat
juga berarti semacam pelanggaran. Pelanggaran berarti melewati batas yang sudah
ditentukan, padahal ia sudah mengetahui tentang batasan itu[6].
Jadi secara etimologis, dosa
merupakan bentuk pengurangan standard dari standard yang sudah ditentukan
Tuhan, bentuk kesalahan yang dilakukan manusia yang membuatnya berpikir ulang
tentang kesalahannya itu dan juga bentuk pelanggaran terhadap batasan yang
sudah Tuhan tentukan.
Ada berbagai definisi tentang
dosa, antara lain seperti yang diungkapkan oleh beberapa sumber berikut ini:
Ensiklopedi Alkitab Masa Kini sebagaimana yang telah diedit oleh J.D. Douglas
menuliskan bahwa dosa ialah kegagalan, kekeliruan atau kesalahan, kejahatan,
pelanggaran, tidak menaati hukum, kelaliman, ketidakadilan, dll. Dosa adalah
kejahatan dalam segala bentuknya. Dosa adalah bentuk penentangan terhadap Allah[7].
Sedikit
berbeda dengan yang diedit oleh Douglas, Dyrness membagi definisi dosa itu
dalam tiga kategori besar[8],
antara lain:
1. Penyimpangan.
Penyimpangan yang dimaksud di sini adalah penyimpangan dari jalan yang benar.
Kata dasar Ibrani yang dipakai adalah
hatta’t atau het’ yang muncul ± 225 kali sebagai kata kerja. Muncul
sebanyak 25 kali secara khusus sebagai ‘dosa terhadap Allah’. Arti pokok kata ini ialah menyimpang dari
jalan yang benar atau tidak kena sasaran[9].
Bisa juga diartikan sebagai ‘kesalahan’ (awon, Kel 20:5), atau ‘serong’ dan
‘berliku-liku’ (iqqes, Ams 28:18, menunjukkan penyimpangan yang sengaja
terhadap norma-norma masyarakat). Semua bentuk penyimpangan ini menyangkut
Allah yang kudus dan berakhir pada kemusnahan jiwa.
2. Kesalahan. Kata ini
menunjuk pada keadaan berada dalam dosa. Orang
yang bersalah (‘asam) bersalah juga di hadapan hukum Tuhan dan
dipemandangan Allah, bisa juga berarti ‘menanggung hukuman’ atau ‘dikutuk’.
Meskipun dosa yang dilakukannya itu terjadi secara tidak sengaja, orang ini tetap
perlu bertanggungjawab atas perbuatannya, dalam hal ini biasanya orang Israel
memberikan ganti rugi atau tebusan. Tujuan dari tebusan itu adalah agar
kekudusan Allah tetap dicerminkan di antara umat-Nya.
3. Pemberontakan.
Pemberontakan yang dimaksud di sini adalah bentuk pemberontakan terhadap atasan
atau ketidaksetiaan terhadap persetujuan. Kata ini biasanya diterjemahkan ‘pelanggaran’ (pesa’) menunjuk pada tindakan
perorangan (Ayub 34:37), baik itu dilakukan kepada atasan maupun juga kepada
Allah.
Dari ketiga pembagian di atas
bisa disimpulkan bahwa dosa adalah penyimpangan pribadi yang disengaja dari suatu norma, yang akhirnya ditujukan
kepada Allah. Dosa juga merupakan suatu keadaan di mana manusia bersalah di hadapan
Allah dan besar kemungkinannya akan
mendapat hukuman.
Jadi dosa adalah bentuk
penentangan kepada Allah yang muncul dalam berbagai tindakan kejahatan entah
itu dalam bentuk penyimpangan, kesalahan, pemberontakan, ketidakadilan,
pelanggaran, dll.
ASAL MULA DOSA
Sejak
kapan dosa itu muncul tidak bisa kita pastikan dan pertanyaan tentang siapakah
yang melakukan dosa itu pertamakali juga tidak bisa kita pastikan. Namun
Alkitab mencatat bahwa dosa dimulai dari adanya kejatuhan. Dosa sendiri dimulai
bukan dari tindakan terang-terangan tapi timbul dari hati dan pikiran.
Kejatuhan Hawa dimulai dari kesediaannya untuk berbincang-bincang dengan
penggoda dan ketidaksediaannya untuk menolak saran-saran penggoda. Dari benih
pembicaraan yang sudah tertanam di hati itu lahirlah pelanggaran-pelanggaran
terhadap perintah Allah[10].
Menurut
Dyrness, asal mula dosa bisa masuk ke dalam dunia adalah melalui kejatuhan. Ia
sendiri melihat asal mula dosa ini melalui tiga hal,
1. Batas Persekutuan
Allah menciptakan manusia dengan amat baik
(Kej 1:31) namun demikian tetap terdapat batasan di antara mereka. Allah adalah
sumber dan memberi arti hidup bagi manusia sehingga mereka harus belajar hidup
rohani seturut fiman-Nya (Kej 2:16-17). Allah memberitahukan kepada manusia
bahwa hal-hal baik dari bumi telah dibuat oleh makanan mereka (2:16). Tatanan
ciptaan itu harus dinikmati sebagai suatu pemberian Allah. Tetapi pada saat
yang sama, ada sebatang pohon yang terlarang yang terdapat di tengah-tengah
taman, yaitu buah pohon pengetahuan tentang yang baik dan jahat[11].
Allah melarang mereka memakan buah itu (17). Larangan tersebut menunjukkan
adanya perbedaan di antara mereka, juga hubungan antara mereka dan Allah perlu
ditetapkan dari pihak Allah dan bukan dari pihak manusia. Pembatasan ini
dilakukan bukan untuk membatasi kebebasan mereka, melainkan untuk menegaskan
kebebasan mereka.
2. Terputusnya Persekutuan
Dosa masuk karena suatu keputusan yang
diambil oleh manusia secara bebas (Kej 3), cobaan itu berasal dari kekuatan
jahat yang berada dalam tatanan ciptaan, yang dikendalikan dan diarahkan oleh
Iblis. Pada kasus Hawa (Kej 3:1-6), awalnya Iblis menanamkan benih
keragu-raguan ini menjadikan Hawa mengambil keputusan bebas, menaati Allah atau
mementingkan dirinya sendiri. Ia telah memilih. Dan ia memilih untuk memakan
buah itu dengan motivasi untuk menjadikan dirinya sama dengan Allah, tahu yang
baik dan jahat. Akhirnya mata mereka terbuka (3:7) dan mereka tahu bahwa mereka
telanjang. Menyadari hal ini, mereka menjadi malu dan berusaha dengan kekuatan
mereka sendiri untuk menutupi hal tersebut. Dari sinilah akibat-akibat
kejatuhan mulai dirasakan.
3. Perlindungan Persekutuan
Dosa harus dihukum, tetapi penghukuman
selalu disertai rahmat. Pernyataan yang mula-mula timbul menunjukkan kesabaran
Allah, Allah mencari perbuatan yang memungkinkan perbaikan . Namun manusia
justru saling melempar kesalahan. Akibatnya mereka dihukum[12].
Sidlow Baxter mempunyai caranya sendiri untuk
menguraikan bagaimana dosa bisa masuk ke dalam dunia. Ia membagi hal ini dalam
tiga hal:
1. Pencobaan manusia
(3:1-6)
Tuhan mengijinkan pencobaan itu terjadi
dalam kehidupan manusia. Tidak ada jalan lain untuk mendidik manusia mengatasi
dosa kecuali mengadakan konfrontasi dengan dosa dan menghadapkannya pada
pilihan. Dalam hal ini, pencoba hanya menjadi pencoba saja sehingga tidak ada
alasan bagi manusia untuk tidak menolak pada pencobaan tersebut. Iblis datang
kepada Hawa ketika ia seorang diri, ia datang dengan ‘keelokan’ pertama ia
bertanya tentang Firman Allah (3:1), kemudian dibantah secara nyata-nyata. Jika
cara pertama berhasil, Iblis menggunakan cara kedua, menburuk-burukkan maksud
baik Allah.
2. Mengalah pada pencobaan (3:6)
Awalnya Iblis mempengaruhi telinga, lalu
mata, kemudian keinginan hati lalu kemauan. Inilah terjadi pada Hawa. Padahal
Allah sudah memperingatkan hal itu sebelumnya, namun Hawa ternyata tetap kalah
pada cobaan itu. Apa yang terjadi dengan
Adam? Hawa memang tergoda, tetapi Adam tidak, Adam memilih, dan ternyata ia
memilih Hawa, dalam hal ini, ia lebih bersalah dari Hawa. Mengapa demikian?
Adam merupakan oknum pertama yang langsung mendapat peringatan dari Allah untuk
tidak memakan buah pohon tersebut, sementara Hawa hanya mendapat pemberitahuan
tentang peringatan itu dari Adam. Jadi sudah seharusnya bahwa Adam lebih
mewaspadai hal itu dari Hawa. Selain itu, menurut Bakker, Adam kuat dan dilengkapi dengan anugerah dan tenaga
yang langsung diberikan Allah yang memungkinkan Dia untuk melawan Iblis. Namun
ternyata ia menyerah[13].
3. Akibat-akibat
Mata mereka terbuka, dan sekarang mereka
tahu bahwa mereka telanjang.
- Hati mereka kehilangan kemurniannya,
- Mereka mulai merasa malu (3:7),
- Mereka tahu bahwa mereka telanjang,
- Timbul perasaan takut terhadap Allah sehingga mereka bersembunyi dari Allah[14]
Kita tidak dapat memastikan
sejak kapan dosa itu ada dan dari mana asal mulanya, siapa pelaku pertamanya.
Yang pasti adalah bahwa sebelum dosa itu terjadi, Allah sendiri sudah memberi
peringatan kepada manusia agar mereka lebih berhati-hati, Allah sendiri sudah
memberi pengarahan dan pencegahan terhadap dosa yang akan dilakukan oleh
manusia. Allah terlebih dahulu sudah punya konsep tentang hal yang baik dan
jahat yang diberitahukannya hal tersebut kepada manusia melalui pohon tersebut.
Ia sudah memiliki standar-standar tertentu namun manusia justru mengurangi
standar tersebut. Lalu bagaimana dosa itu bisa menguasai dunia? Apakah terdapat
konsep tentang dosa turunan di dalamnya? Menurut saya, beberapa pemahaman yang
muncul dari beberapa orang Bapa-bapa gereja memang setuju dengan adanya konsep
dosa turunan. Namun yang menjadi masalah dalam PL adalah bukan tentang dosa
turunan itu sendiri, melainkan kenyataan bahwa manusia itu telah berdosa dan
ini diakibatkan oleh adanya solidaritas terhadap dosa oleh manusia. Ketika satu
manusia berdosa, manusia lain ikut terlibat dalam solidaritas dosa tersebut.
Seperti yang juga telah dikutip oleh Ladd dalam tulisan Whiteley yaitu bahwa solidaritas
itu menyebabkan semua manusia bersatu dalam dosa Adam[15].
AKIBAT-AKIBAT DOSA
Secara
garis besar J.D. Douglas dkk membagi akibat dosa itu dalam beberapa bagian yang kemudian penulis sederhanakan lagi
menjadi:
1. Dosa mengakibatkan perubahan sifat Allah dari
pihak Allah terhadap manusia dan sikap manusia terhadap Allah.
- Allah: Allah Maha Kusus sehingga dosa bertentangan dengan hakikat Allah oleh sebab itu dosa yang dilakukan oleh manusia mengakibatkan amarah dan kegusaran Allah. Akibatnya Allah menghukum mereka.
- Manusia: Manusia diciptakan untuk hidup di hadapan Allah dan dalam persekutuan dengan Dia. Dosa mengakibatkan manusia gentar untuk bertemu dengan Allah (Yoh 3:20) sehingga terjadi perpecahan di antara mereka.
2. Dosa satu orang
melahirkan banyak dosa, sehingga sepanjang sejarah manusia, dosa itu terus
merajalela.
3. Dosa manusia juga
mengakibatkan alam semesta kena kutuk (Kej 2:17)
4. Maut[16].
Menurut Dyrness, ada dua akibat dosa, yaitu:
1. Bersalah. Bersalah
merupakan keadaan dapat dikenakan hukuman dari Allah. Allah yang Maha Kudus
harus bertindak sesuai dengan kodrat-Nya, Ia harus menghukum dosa. Hukuman ini
didasarkan pada kondisi objektif bahwa kesalah itu memang patut dihukum.
2. Hukuman. Hukuman yang
dimaksud adalah terpisahnya hubungan manusia dengan Allah, juga dengan adanya
maut.
Secara
garis besar, inilah hukuman yang diterima setelah dosa itu terjadi:
Hukuman itu diberikan tidak hanya kepada
oknum-oknum yang terlibat dalam terjadinya dosa ini, tetapi juga kepada hal-hal
yang di sekitarnya.
1. Adam
Kutukan yang dialami Adam
lebih berkisar pada dunianya. Ia harus bekerja dengan bersusah payah, berpeluh
(Kej 3:17-19), kadang disertai frustasi dan kegagalan[17].
2. Hawa
Allah menjanjikan kesakitan
dan penderitaan khusus waktu mengandung. Hubungannya dengan suaminya akan
mengalami kepedihan[18],
ia akan berada di bawah kuasa suaminya[19],
ia akan berahi pada suaminya, maut[20].
3. Ular
Menjalar dengan perut dan
memakan debu tanah[21].
4. Tanah
Tanah menghasilkan onak duri
(Kej 3:18), artinya, ada perubahan jenis dari yang tadinya diciptakan oleh
Allah[22].
Ekologi ciptaan terganggu[23].
Bagi manusia, masalah mengambil buah itu adalah
hal yang sepele, namun bagi Allah, itu adalah masalah yang serius, karena ini
menyangkut pemberontakan terhadap Allah. Tentu ada banyak buah di dalam taman
sehingga manusia itu tidak mungkin akan kekurangan makanan, namun karena dasar
hatinya yang sudah memberontak terhadap Allah maka ia mengambil buah dari pohon
terlarang itu. Allah adalah Allah Yang Maha Kudus. Kekudusan-Nya itu menjadikan
Ia tidak dapat berkompromi terhadap dosa, sehingga manusia, Ular, bahkan tanah
juga terkena hukuman.
SIFAT DOSA DALAM PERJANJIAN LAMA
Dyrness secara khusus memberi kolom tentang sifat
dosa dalam PL[24], yaitu sebagai berikut:
1. Sifat Teologis
Maksudnya adalah bahwa dosa
selalu berhubungan dengan maksud-maksud Allah yang kudus. Allah merancangkan
hal yang baik bagi manusia, tapi karena dosa, maksud baik Allah itu kemudian
terhalang. Dalam PL terdapat perasaan bahwa sifat manusia dan perbuatannya
mempengaruhi kedudukan mereka di hadapan Allah; karena dosa senantiasa
merupakan penghalang untuk memperoleh kebaikan Allah.
2. Sifat Obyektif
Kesalahan yang tak disengaja
tak dapat didiamkan (Ul 21:1-9); Kesalahan itu mencemarkan negeri (Bilangan
35:33), karena itu harus diadakan tebusan (I Sam 14:34-35). Objektivitas
menggambarkan norma-norma keadilan yang ada dalam tatanan ciptaan, bahwa ada
sesuatu yang sudah ditetapkan pada tatanan ini yang tidak dapat dielakkan atau
diabaikan.
3. Sifatnya yang Pribadi
dan Sadar
Meskipun pemberontakan
dilakukan tanpa sengaja, dosa itu ada karena hati sedang memberontak melawan
Allah.
4. Sifat Universalnya
Dosa telah menyerbu dan
menempati watak manusia dan seluruh umat manusia di mana-mana. Bersumber pada
watak manusia yang sudah rusak dan buruk yang kemudian berpengaruh pada apa
yang kita perbuat (Kej 6:5). Bahkan kebaikan-kebaikan kitapun telah tercemar
oleh dosa.
5. Sifat Dosa yang Sudah
Tetap
Dosa digambarkan sebagai
bagian tak terpisahkan dari ciptaan yang sudah jatuh sehingga dosa itu tetap. Dosa
tidak memberikan harapan untuk memperoleh kebenaran. Harapan satu-satunya
adalah percaya kepada janji-janji Allah dan memandang jauh melampaui keadaan
tanpa harapan kepada pendamaian yang disediakan oleh Allah.
KONSEP DOSA DALAM PEMIKIRAN ORANG ISRAEL
Bagi orang Israel, dosa
merupakan fakta dalam kehidupan sehari-hari. Dosa merupakan hal yang sangat
serius bagi Allah karena ini menyangkut pemberontakan terhadap Allah. Oleh
sebab itu ketika mereka bersalah, Allah akan langsung menghukum mereka dan hukuman
itu bisa langsung mereka terima saat kesalahan itu mereka lakukan, dapat berupa
kematian. Atau kalau tidak, mereka harus mempersiapkan korban agar dosa mereka
tersebut diampuni oleh Tuhan.
PERTANYAAN-PERTANYAAN SEPUTAR DOSA
Menyambung dari konsep dosa
itu, ada pertanyaan menarik yang muncul berkaitan dengan korban ialah bahwa
kalau Allah menyukai korban dan bau-bauan dari korban yang diberikan manusia,
berarti bahwa Allah juga suka jikalau manusia itu berbuat dosa, karena dengan
demikian, Allah akan sering mendapat korban dari manusia? Jika kita melihat
jenis hewan korban yang harus diberikan dan dibanding dengan biaya kemudian
pengolahan dari hewan korban itu, juga dengan sulitnya mencari kriteria hewan
korban dan korban itu sendiri maka kita akan berpikir ulang untuk melakukan
dosa. Inilah yang terjadi dengan orang Israel. Apa yang sebenarnya Allah mau
dari mereka? Bukan hewan korbannya, namun Allah mengahargai kejujuran hati
mereka yang mau datang kepada-Nya dan mengaku kesalahan itu di hadapan Allah.
Allah juga ingin melihat ketulusan hati mereka untuk memberi kepada Allah
sebagai ganti dosa mereka, yaitu dengan korban yang sempurna.
Lalu, kalau berhubungan dengan
fakta dalam kehidupan sehari-hari, apakah ada dosa besar atau kecil?
Tertulianus menunjukkan tentang adanya tujuh dosa maut yaitu penyembahan
berhala, hujat, membunuh, zinah, hubungan di luar nikah, bersaksi palsu dan
menipu. Apakah dimata Allah ketujuh dosa ini memiliki tingkat yang lebih parah
dari dosa lainnya? Menurut saya tidak. Dalam pembahasan untuk penyusunan
tulisan ini beberapa saat yang lalu, saya menemukan sesuatu yang menurut saya
berarti yang berasal dari dosen pembimbing kami. Yaitu tentang fakta diambilnya
buah ‘Pohon Pengetahuan akan Hal yang Baik dan Jahat” itu. Bagi manusia,
mengambil dan makan buah “itu” merupakan hal yang sepele, namun di mata Tuhan,
hal itu bukanlah hal yang sepele, karena ini menyangkut hati yang memang sudah
memberontak kepada Allah. Tidak ada dosa yang besar atau dosa yang kecil, yang
ada adalah hati yang memang sudah memberontak. Hal senada juga ternyata
diungkapkan oleh Bakker[25].
Lalu darimana siapa yang
berhak menentukan suatu perbuatan itu dosa atau bukan? Kejadian Daud di Nob (I
Sam 21) merupakan contoh dimana ada peraturan yang sudah dibuat bahwa roti
kudus yang seharusnya diberikan kepada imam. Mengapa ia tidak dihukum? Hukum
menentukan hitam putih, sementara Allah menentukan apa yang dosa dan bukan.
Menurut Baker, dalam kasus Daud, Daud datang ke Nob pada hari Sabat, hal ini
bisa dilihat dari keterangan bahwa Roti sajian yang sebenarnya hanya boleh
dimakan oleh imam itu akan diganti. Ketika Daud meminta roti, ternyata memang
hanya roti itu yang tersisa, dan Ahimelekh ternyata memperbolehkan Daud untuk
mengambil roti itu asal mereka tidak dalam kondisi nasjis, lagipula, bukankah
Daud dan anak buahnya itu sedang dalam kondisi yang tidak najis? Apa yang bisa
kita lihat dari hal ini? Kebutuhan makan itu merupakan hal yang mendesak, oleh
sebab itu pada waktu-waktu yang mendesak itu, hukum upacara boleh dilanggar.
Sama seperti kejadian penyembuhan orang sakit pada hari Sabat oleh Yesus, kebutuhan untuk kesembuhan itu juga
merupakan kebutuhan yang mendesak[26].
PERBEDAAN ANTARA KONSEP DOSA ANTARA PL DAN
PB
KONSEP DOSA DALAM PL
|
KONSEP DOSA DALAM PB
|
- Dosa bermula dari kesempurnaan
- Ketika melakukan dosa, konsekuensi dari dosa
langsung telihat
- Karena konsekuensi dosa itu langsung terlihat,
ini menjadi rambu peringatan untuk tidak berbuat dosa
|
- Manusia memang sudah berdosa
- Zaman ini merupakan zaman anugerah sehingga
walaupun dosa sudah dilakukan, konsekuensinya tidak langsung terlihat
- Rambu peringatan untuk tidak melakukan dosa
adalah hati nurani.
|
MAKNA TEOLOGIS
1. Allah itu Maha Kudus,
oleh sebab itu dosa tetap harus dihukum. Namun Allah juga Maha Kasih sehingga
ia tetap mau memberikan kesempatan bagi manusia untuk bisa bertobat dari
kesalahannya.
2. Bagi manusia,
perbuatan-perbuatan dosa itu terkadang sepele, namun bagi Allah ini adalah
masalah serius. Bukan masalah besar atau kecilnya dosa yang diperbuat tetapi
masalah hati yang memberontak terhadap Allah.
Meaning: 1) sin, sinful 2) sin, sin offering 2a) sin 2b) condition of sin, guilt of
sin 2c) punishment for sin 2d) sin-offering 2e) purification from sins of
ceremonial uncleanness
Origin: from 02398; TWOT - 638e; n f
Usage: AV - sin 182, sin offering 116, punishment 3, purification for sin 2,
purifying 1, sinful 1, sinner 1; 296
[2] Stephen Tong, Dosa, Keadilan dan Penghakiman (Surabaya: Momentum,
2006), 43-46
Meaning: 1) perversity, depravity,
iniquity, guilt or punishment of iniquity 1a) iniquity 1b) guilt of iniquity,
guilt (as great), guilt (of condition) 1c) consequence of or punishment for
iniquity
Origin: from 05753; TWOT - 1577a; n m
Usage: AV - iniquity 220, punishment 5,
fault 2, Iniquities + 01697 1, mischief 1, sin 1; 230
Meaning: 1) transgression, rebellion 1a1)
transgression (against individuals) 1a2) transgression (nation against nation)
1a3) transgression (against God) 1a3a) in general 1a3b) as recognised by sinner
1a3c) as God deals with it 1a3d) as God forgives 1a4) guilt of transgression
1a5) punishment for transgression 1a6) offering for transgression
Origin: from 06586; TWOT - 1846a; n m
Usage: AV - transgression 84, trespass
5, sin 3, rebellion 1; 93
[7] J.D. Douglas (et.al), Ensiklopedi Alkitab Masa Kini: Jilid 1: A-L
(Jakarta:
YKBK OMF, 2007), hal 256-260
[9] Kata ini dipakai untuk pengumban yang tidak pernah meleset dalam
Hakin-hakim 20:16
[10]
J.D. Douglas (et.al), Ensiklopedi
Alkitab Masa Kini: Jilid 1: A-L (Jakarta:
YKBK OMF, 2007), hal 256-260
[11] Dalam bahasa Ibraninya, pohon ini berarti pengetahuan moral; pada saat
seorang anak dapat membedakan antara yang baik dan jahat, maka ia bertanggung
jawab secara moral (Yes 7:16). Mungkin pengetahuan yang dimaksud adalah
pengetahuan yang berdasarkan pengalaman karena kata pengetahuan yang dimaksud
dalam bahasa Ibraninya ini adalah pengetahuan yang mendalam.
[12] William Dyrness, Tema-tema Dalam
Teologi Perjanjian Lama (Malang: Gandum Mas, 2004), hal 81-92
[13] F.L. Baker, Sejarah Kerajaan
Allah I (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), 28
[14] J. Sidlow Baxter, Menggali Isi
Alkitab I (Jakarta: YKBK OMF, 2004), hal 35-38
[15]
D.E.H. Whiteley dalam karangan George Eldon Ladd, Teologi PB II (Bandung: Kalam Hidup, 2002), 139-140.
[16]
J.D. Douglas (et.al), Ensiklopedi
Alkitab Masa Kini: Jilid 1: A-L (Jakarta:
YKBK OMF, 2007), hal 256-260
[17] William Dyrness, Tema-tema Dalam
Teologi Perjanjian Lama (Malang: Gandum Mas, 2004), hal 85
[18] Ibid.,
[19] J. Sidlow Baxter, Menggali Isi
Alkitab I (Jakarta: YKBK OMF, 2004), hal 37
[20] I. Snoek, Sejarah Suci (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2006), hal 28
[23] William Dyrness, Tema-tema Dalam
Teologi Perjanjian Lama (Malang: Gandum Mas, 2004), hal 85
[24] Ibid., hal 89-91
[25] F.L. Baker, Sejarah Kerajaan
Allah I (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), 27
[26] F.L. Baker, Sejarah Kerajaan
Allah I (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), 498-499
Terimakasih Pak untuk Pengetahuan yang Dibagikan.. Kiranya Tuhan Yesus selalu memberkati
BalasHapus