Minggu, 21 Mei 2017

Konsep Perjanjian Lama tentang Dosa



KONSEP DOSA DALAM PERJANJIAN LAMA

DEFINISI DOSA
            Dosa dalam bahasa Ibrani yang biasa digunakan adalah  Khatta’t, ‘awon, pesya’ra. Kata ini muncul pertamakali dalam Kej 4:7 yaitu kata Khatta’t. Secara etimotologis, Khatta’t berarti kondisi berdosa, kesalahan dosa, hukuman dosa, dll[1]. Khatta’t berarti jatuh dan mengurangi standard dari Tuhan Yang suci itu. Allah sudah memberikan standard kehidupan bagi manusia, dan jika manusia mengurangi standard itu, maka itu berarti dosa[2]. Awon[3] berarti sikap suka menantang, ketidakadilan, perbuatan salah, kesalahan, dll. Dapat pula berarti kesalahan atau suatu hal yang membuat kita patut dihukum. Dalam hal ini nuranilah yang menjadi penegur bagi kesalahan, dimana suatu perasaan bersalah yang muncul dalam diri sehingga menegur manusia itu[4]. Kata ketiga yang menerangkan tentang dosa yaitu pesya’ra[5] artinya pelanggaran terhadap hukum, pemberontakan dan pendurhakaan. Yang dapat juga berarti semacam pelanggaran. Pelanggaran berarti melewati batas yang sudah ditentukan, padahal ia sudah mengetahui tentang batasan itu[6]. 
Jadi secara etimologis, dosa merupakan bentuk pengurangan standard dari standard yang sudah ditentukan Tuhan, bentuk kesalahan yang dilakukan manusia yang membuatnya berpikir ulang tentang kesalahannya itu dan juga bentuk pelanggaran terhadap batasan yang sudah Tuhan tentukan.
Ada berbagai definisi tentang dosa, antara lain seperti yang diungkapkan oleh beberapa sumber berikut ini: Ensiklopedi Alkitab Masa Kini sebagaimana yang telah diedit oleh J.D. Douglas menuliskan bahwa dosa ialah kegagalan, kekeliruan atau kesalahan, kejahatan, pelanggaran, tidak menaati hukum, kelaliman, ketidakadilan, dll. Dosa adalah kejahatan dalam segala bentuknya. Dosa adalah bentuk penentangan terhadap Allah[7].
            Sedikit berbeda dengan yang diedit oleh Douglas, Dyrness membagi definisi dosa itu dalam tiga kategori besar[8], antara lain:
1.      Penyimpangan. Penyimpangan yang dimaksud di sini adalah penyimpangan dari jalan yang benar. Kata dasar Ibrani yang dipakai adalah  hatta’t atau het’ yang muncul ± 225 kali sebagai kata kerja. Muncul sebanyak 25 kali secara khusus sebagai ‘dosa terhadap Allah’.  Arti pokok kata ini ialah menyimpang dari jalan yang benar atau tidak kena sasaran[9]. Bisa juga diartikan sebagai ‘kesalahan’ (awon, Kel 20:5), atau ‘serong’ dan ‘berliku-liku’ (iqqes, Ams 28:18, menunjukkan penyimpangan yang sengaja terhadap norma-norma masyarakat). Semua bentuk penyimpangan ini menyangkut Allah yang kudus dan berakhir pada kemusnahan jiwa.
2.      Kesalahan. Kata ini menunjuk pada keadaan berada dalam dosa. Orang  yang bersalah (‘asam) bersalah juga di hadapan hukum Tuhan dan dipemandangan Allah, bisa juga berarti ‘menanggung hukuman’ atau ‘dikutuk’. Meskipun dosa yang dilakukannya itu terjadi secara tidak sengaja, orang ini tetap perlu bertanggungjawab atas perbuatannya, dalam hal ini biasanya orang Israel memberikan ganti rugi atau tebusan. Tujuan dari tebusan itu adalah agar kekudusan Allah tetap dicerminkan di antara umat-Nya.
3.      Pemberontakan. Pemberontakan yang dimaksud di sini adalah bentuk pemberontakan terhadap atasan atau ketidaksetiaan terhadap persetujuan. Kata ini biasanya diterjemahkan  ‘pelanggaran’ (pesa’) menunjuk pada tindakan perorangan (Ayub 34:37), baik itu dilakukan kepada atasan maupun juga kepada Allah.
Dari ketiga pembagian di atas bisa disimpulkan bahwa dosa adalah penyimpangan pribadi yang disengaja  dari suatu norma, yang akhirnya ditujukan kepada Allah. Dosa juga merupakan suatu keadaan di mana manusia bersalah di hadapan Allah  dan besar kemungkinannya akan mendapat hukuman.
Jadi dosa adalah bentuk penentangan kepada Allah yang muncul dalam berbagai tindakan kejahatan entah itu dalam bentuk penyimpangan, kesalahan, pemberontakan, ketidakadilan, pelanggaran, dll.

ASAL MULA DOSA
            Sejak kapan dosa itu muncul tidak bisa kita pastikan dan pertanyaan tentang siapakah yang melakukan dosa itu pertamakali juga tidak bisa kita pastikan. Namun Alkitab mencatat bahwa dosa dimulai dari adanya kejatuhan. Dosa sendiri dimulai bukan dari tindakan terang-terangan tapi timbul dari hati dan pikiran. Kejatuhan Hawa dimulai dari kesediaannya untuk berbincang-bincang dengan penggoda dan ketidaksediaannya untuk menolak saran-saran penggoda. Dari benih pembicaraan yang sudah tertanam di hati itu lahirlah pelanggaran-pelanggaran terhadap perintah Allah[10].
            Menurut Dyrness, asal mula dosa bisa masuk ke dalam dunia adalah melalui kejatuhan. Ia sendiri melihat asal mula dosa ini melalui tiga hal,
1.      Batas Persekutuan
      Allah menciptakan manusia dengan amat baik (Kej 1:31) namun demikian tetap terdapat batasan di antara mereka. Allah adalah sumber dan memberi arti hidup bagi manusia sehingga mereka harus belajar hidup rohani seturut fiman-Nya (Kej 2:16-17). Allah memberitahukan kepada manusia bahwa hal-hal baik dari bumi telah dibuat oleh makanan mereka (2:16). Tatanan ciptaan itu harus dinikmati sebagai suatu pemberian Allah. Tetapi pada saat yang sama, ada sebatang pohon yang terlarang yang terdapat di tengah-tengah taman, yaitu buah pohon pengetahuan tentang yang baik dan jahat[11]. Allah melarang mereka memakan buah itu (17). Larangan tersebut menunjukkan adanya perbedaan di antara mereka, juga hubungan antara mereka dan Allah perlu ditetapkan dari pihak Allah dan bukan dari pihak manusia. Pembatasan ini dilakukan bukan untuk membatasi kebebasan mereka, melainkan untuk menegaskan kebebasan mereka.
2.   Terputusnya Persekutuan
      Dosa masuk karena suatu keputusan yang diambil oleh manusia secara bebas (Kej 3), cobaan itu berasal dari kekuatan jahat yang berada dalam tatanan ciptaan, yang dikendalikan dan diarahkan oleh Iblis. Pada kasus Hawa (Kej 3:1-6), awalnya Iblis menanamkan benih keragu-raguan ini menjadikan Hawa mengambil keputusan bebas, menaati Allah atau mementingkan dirinya sendiri. Ia telah memilih. Dan ia memilih untuk memakan buah itu dengan motivasi untuk menjadikan dirinya sama dengan Allah, tahu yang baik dan jahat. Akhirnya mata mereka terbuka (3:7) dan mereka tahu bahwa mereka telanjang. Menyadari hal ini, mereka menjadi malu dan berusaha dengan kekuatan mereka sendiri untuk menutupi hal tersebut. Dari sinilah akibat-akibat kejatuhan mulai dirasakan.
3.   Perlindungan Persekutuan
      Dosa harus dihukum, tetapi penghukuman selalu disertai rahmat. Pernyataan yang mula-mula timbul menunjukkan kesabaran Allah, Allah mencari perbuatan yang memungkinkan perbaikan . Namun manusia justru saling melempar kesalahan. Akibatnya mereka dihukum[12].

Sidlow Baxter mempunyai caranya sendiri untuk menguraikan bagaimana dosa bisa masuk ke dalam dunia. Ia membagi hal ini dalam tiga hal:
1.   Pencobaan manusia (3:1-6)
      Tuhan mengijinkan pencobaan itu terjadi dalam kehidupan manusia. Tidak ada jalan lain untuk mendidik manusia mengatasi dosa kecuali mengadakan konfrontasi dengan dosa dan menghadapkannya pada pilihan. Dalam hal ini, pencoba hanya menjadi pencoba saja sehingga tidak ada alasan bagi manusia untuk tidak menolak pada pencobaan tersebut. Iblis datang kepada Hawa ketika ia seorang diri, ia datang dengan ‘keelokan’ pertama ia bertanya tentang Firman Allah (3:1), kemudian dibantah secara nyata-nyata. Jika cara pertama berhasil, Iblis menggunakan cara kedua, menburuk-burukkan maksud baik Allah.
2.   Mengalah pada pencobaan (3:6)
      Awalnya Iblis mempengaruhi telinga, lalu mata, kemudian keinginan hati lalu kemauan. Inilah terjadi pada Hawa. Padahal Allah sudah memperingatkan hal itu sebelumnya, namun Hawa ternyata tetap kalah pada cobaan itu.  Apa yang terjadi dengan Adam? Hawa memang tergoda, tetapi Adam tidak, Adam memilih, dan ternyata ia memilih Hawa, dalam hal ini, ia lebih bersalah dari Hawa. Mengapa demikian? Adam merupakan oknum pertama yang langsung mendapat peringatan dari Allah untuk tidak memakan buah pohon tersebut, sementara Hawa hanya mendapat pemberitahuan tentang peringatan itu dari Adam. Jadi sudah seharusnya bahwa Adam lebih mewaspadai hal itu dari Hawa. Selain itu, menurut Bakker, Adam  kuat dan dilengkapi dengan anugerah dan tenaga yang langsung diberikan Allah yang memungkinkan Dia untuk melawan Iblis. Namun ternyata ia menyerah[13].
3.   Akibat-akibat
      Mata mereka terbuka, dan sekarang mereka tahu bahwa mereka telanjang.
  1. Hati mereka kehilangan kemurniannya,
  2. Mereka mulai merasa malu (3:7),
  3. Mereka tahu bahwa mereka telanjang,
  4. Timbul perasaan takut terhadap Allah sehingga mereka bersembunyi dari Allah[14]

Kita tidak dapat memastikan sejak kapan dosa itu ada dan dari mana asal mulanya, siapa pelaku pertamanya. Yang pasti adalah bahwa sebelum dosa itu terjadi, Allah sendiri sudah memberi peringatan kepada manusia agar mereka lebih berhati-hati, Allah sendiri sudah memberi pengarahan dan pencegahan terhadap dosa yang akan dilakukan oleh manusia. Allah terlebih dahulu sudah punya konsep tentang hal yang baik dan jahat yang diberitahukannya hal tersebut kepada manusia melalui pohon tersebut. Ia sudah memiliki standar-standar tertentu namun manusia justru mengurangi standar tersebut. Lalu bagaimana dosa itu bisa menguasai dunia? Apakah terdapat konsep tentang dosa turunan di dalamnya? Menurut saya, beberapa pemahaman yang muncul dari beberapa orang Bapa-bapa gereja memang setuju dengan adanya konsep dosa turunan. Namun yang menjadi masalah dalam PL adalah bukan tentang dosa turunan itu sendiri, melainkan kenyataan bahwa manusia itu telah berdosa dan ini diakibatkan oleh adanya solidaritas terhadap dosa oleh manusia. Ketika satu manusia berdosa, manusia lain ikut terlibat dalam solidaritas dosa tersebut. Seperti yang juga telah dikutip oleh Ladd dalam tulisan Whiteley yaitu bahwa solidaritas itu menyebabkan semua manusia bersatu dalam dosa Adam[15].


AKIBAT-AKIBAT DOSA
            Secara garis besar J.D. Douglas dkk membagi akibat dosa itu dalam beberapa bagian  yang kemudian penulis sederhanakan lagi menjadi:
1.  Dosa mengakibatkan perubahan sifat Allah dari pihak Allah terhadap manusia dan sikap manusia terhadap Allah.
  1. Allah: Allah Maha Kusus sehingga dosa bertentangan dengan hakikat Allah oleh sebab itu dosa yang dilakukan oleh manusia mengakibatkan amarah dan kegusaran Allah. Akibatnya Allah menghukum mereka.
  2. Manusia: Manusia diciptakan untuk hidup di hadapan Allah dan dalam persekutuan dengan Dia. Dosa mengakibatkan manusia gentar untuk bertemu dengan Allah (Yoh 3:20) sehingga terjadi perpecahan di antara mereka.
2.      Dosa satu orang melahirkan banyak dosa, sehingga sepanjang sejarah manusia, dosa itu terus merajalela.
3.      Dosa manusia juga mengakibatkan alam semesta kena kutuk (Kej 2:17)
4.      Maut[16].

Menurut Dyrness, ada dua akibat dosa, yaitu:
1.      Bersalah. Bersalah merupakan keadaan dapat dikenakan hukuman dari Allah. Allah yang Maha Kudus harus bertindak sesuai dengan kodrat-Nya, Ia harus menghukum dosa. Hukuman ini didasarkan pada kondisi objektif bahwa kesalah itu memang patut dihukum.
2.      Hukuman. Hukuman yang dimaksud adalah terpisahnya hubungan manusia dengan Allah, juga dengan adanya maut.

 Secara garis besar, inilah hukuman yang diterima setelah dosa itu terjadi:
Hukuman itu diberikan tidak hanya kepada oknum-oknum yang terlibat dalam terjadinya dosa ini, tetapi juga kepada hal-hal yang di sekitarnya.
1.      Adam
Kutukan yang dialami Adam lebih berkisar pada dunianya. Ia harus bekerja dengan bersusah payah, berpeluh (Kej 3:17-19), kadang disertai frustasi dan kegagalan[17].



2.      Hawa
Allah menjanjikan kesakitan dan penderitaan khusus waktu mengandung. Hubungannya dengan suaminya akan mengalami kepedihan[18], ia akan berada di bawah kuasa suaminya[19], ia akan berahi pada suaminya, maut[20].
3.      Ular
Menjalar dengan perut dan memakan debu tanah[21].
4.      Tanah
Tanah menghasilkan onak duri (Kej 3:18), artinya, ada perubahan jenis dari yang tadinya diciptakan oleh Allah[22]. Ekologi ciptaan terganggu[23].

Bagi manusia, masalah mengambil buah itu adalah hal yang sepele, namun bagi Allah, itu adalah masalah yang serius, karena ini menyangkut pemberontakan terhadap Allah. Tentu ada banyak buah di dalam taman sehingga manusia itu tidak mungkin akan kekurangan makanan, namun karena dasar hatinya yang sudah memberontak terhadap Allah maka ia mengambil buah dari pohon terlarang itu. Allah adalah Allah Yang Maha Kudus. Kekudusan-Nya itu menjadikan Ia tidak dapat berkompromi terhadap dosa, sehingga manusia, Ular, bahkan tanah juga terkena hukuman. 

SIFAT DOSA DALAM PERJANJIAN LAMA
Dyrness secara khusus memberi kolom tentang sifat dosa dalam PL[24], yaitu sebagai berikut:
1.      Sifat Teologis
Maksudnya adalah bahwa dosa selalu berhubungan dengan maksud-maksud Allah yang kudus. Allah merancangkan hal yang baik bagi manusia, tapi karena dosa, maksud baik Allah itu kemudian terhalang. Dalam PL terdapat perasaan bahwa sifat manusia dan perbuatannya mempengaruhi kedudukan mereka di hadapan Allah; karena dosa senantiasa merupakan penghalang untuk memperoleh kebaikan Allah.
2.      Sifat Obyektif
Kesalahan yang tak disengaja tak dapat didiamkan (Ul 21:1-9); Kesalahan itu mencemarkan negeri (Bilangan 35:33), karena itu harus diadakan tebusan (I Sam 14:34-35). Objektivitas menggambarkan norma-norma keadilan yang ada dalam tatanan ciptaan, bahwa ada sesuatu yang sudah ditetapkan pada tatanan ini yang tidak dapat dielakkan atau diabaikan.
3.      Sifatnya yang Pribadi dan Sadar
Meskipun pemberontakan dilakukan tanpa sengaja, dosa itu ada karena hati sedang memberontak melawan Allah.
4.      Sifat Universalnya
Dosa telah menyerbu dan menempati watak manusia dan seluruh umat manusia di mana-mana. Bersumber pada watak manusia yang sudah rusak dan buruk yang kemudian berpengaruh pada apa yang kita perbuat (Kej 6:5). Bahkan kebaikan-kebaikan kitapun telah tercemar oleh dosa.
5.      Sifat Dosa yang Sudah Tetap
Dosa digambarkan sebagai bagian tak terpisahkan dari ciptaan yang sudah jatuh sehingga dosa itu tetap. Dosa tidak memberikan harapan untuk memperoleh kebenaran. Harapan satu-satunya adalah percaya kepada janji-janji Allah dan memandang jauh melampaui keadaan tanpa harapan kepada pendamaian yang disediakan oleh Allah.

KONSEP DOSA DALAM PEMIKIRAN ORANG ISRAEL
Bagi orang Israel, dosa merupakan fakta dalam kehidupan sehari-hari. Dosa merupakan hal yang sangat serius bagi Allah karena ini menyangkut pemberontakan terhadap Allah. Oleh sebab itu ketika mereka bersalah, Allah akan langsung menghukum mereka dan hukuman itu bisa langsung mereka terima saat kesalahan itu mereka lakukan, dapat berupa kematian. Atau kalau tidak, mereka harus mempersiapkan korban agar dosa mereka tersebut diampuni oleh Tuhan. 

PERTANYAAN-PERTANYAAN SEPUTAR DOSA
Menyambung dari konsep dosa itu, ada pertanyaan menarik yang muncul berkaitan dengan korban ialah bahwa kalau Allah menyukai korban dan bau-bauan dari korban yang diberikan manusia, berarti bahwa Allah juga suka jikalau manusia itu berbuat dosa, karena dengan demikian, Allah akan sering mendapat korban dari manusia? Jika kita melihat jenis hewan korban yang harus diberikan dan dibanding dengan biaya kemudian pengolahan dari hewan korban itu, juga dengan sulitnya mencari kriteria hewan korban dan korban itu sendiri maka kita akan berpikir ulang untuk melakukan dosa. Inilah yang terjadi dengan orang Israel. Apa yang sebenarnya Allah mau dari mereka? Bukan hewan korbannya, namun Allah mengahargai kejujuran hati mereka yang mau datang kepada-Nya dan mengaku kesalahan itu di hadapan Allah. Allah juga ingin melihat ketulusan hati mereka untuk memberi kepada Allah sebagai ganti dosa mereka, yaitu dengan korban yang sempurna.
Lalu, kalau berhubungan dengan fakta dalam kehidupan sehari-hari, apakah ada dosa besar atau kecil? Tertulianus menunjukkan tentang adanya tujuh dosa maut yaitu penyembahan berhala, hujat, membunuh, zinah, hubungan di luar nikah, bersaksi palsu dan menipu. Apakah dimata Allah ketujuh dosa ini memiliki tingkat yang lebih parah dari dosa lainnya? Menurut saya tidak. Dalam pembahasan untuk penyusunan tulisan ini beberapa saat yang lalu, saya menemukan sesuatu yang menurut saya berarti yang berasal dari dosen pembimbing kami. Yaitu tentang fakta diambilnya buah ‘Pohon Pengetahuan akan Hal yang Baik dan Jahat” itu. Bagi manusia, mengambil dan makan buah “itu” merupakan hal yang sepele, namun di mata Tuhan, hal itu bukanlah hal yang sepele, karena ini menyangkut hati yang memang sudah memberontak kepada Allah. Tidak ada dosa yang besar atau dosa yang kecil, yang ada adalah hati yang memang sudah memberontak. Hal senada juga ternyata diungkapkan oleh Bakker[25].
Lalu darimana siapa yang berhak menentukan suatu perbuatan itu dosa atau bukan? Kejadian Daud di Nob (I Sam 21) merupakan contoh dimana ada peraturan yang sudah dibuat bahwa roti kudus yang seharusnya diberikan kepada imam. Mengapa ia tidak dihukum? Hukum menentukan hitam putih, sementara Allah menentukan apa yang dosa dan bukan. Menurut Baker, dalam kasus Daud, Daud datang ke Nob pada hari Sabat, hal ini bisa dilihat dari keterangan bahwa Roti sajian yang sebenarnya hanya boleh dimakan oleh imam itu akan diganti. Ketika Daud meminta roti, ternyata memang hanya roti itu yang tersisa, dan Ahimelekh ternyata memperbolehkan Daud untuk mengambil roti itu asal mereka tidak dalam kondisi nasjis, lagipula, bukankah Daud dan anak buahnya itu sedang dalam kondisi yang tidak najis? Apa yang bisa kita lihat dari hal ini? Kebutuhan makan itu merupakan hal yang mendesak, oleh sebab itu pada waktu-waktu yang mendesak itu, hukum upacara boleh dilanggar. Sama seperti kejadian penyembuhan orang sakit pada hari Sabat oleh  Yesus, kebutuhan untuk kesembuhan itu juga merupakan kebutuhan yang mendesak[26].





PERBEDAAN ANTARA KONSEP DOSA ANTARA PL DAN PB
KONSEP DOSA DALAM PL
KONSEP DOSA DALAM PB
- Dosa bermula dari kesempurnaan
- Ketika melakukan dosa, konsekuensi dari dosa langsung telihat

- Karena konsekuensi dosa itu langsung terlihat, ini menjadi rambu peringatan untuk tidak berbuat dosa
- Manusia memang sudah berdosa
- Zaman ini merupakan zaman anugerah sehingga walaupun dosa sudah dilakukan, konsekuensinya tidak langsung terlihat
- Rambu peringatan untuk tidak melakukan dosa adalah hati nurani.

MAKNA TEOLOGIS
1.      Allah itu Maha Kudus, oleh sebab itu dosa tetap harus dihukum. Namun Allah juga Maha Kasih sehingga ia tetap mau memberikan kesempatan bagi manusia untuk bisa bertobat dari kesalahannya.
2.      Bagi manusia, perbuatan-perbuatan dosa itu terkadang sepele, namun bagi Allah ini adalah masalah serius. Bukan masalah besar atau kecilnya dosa yang diperbuat tetapi masalah hati yang memberontak terhadap Allah.


[1] 2403 ha'J'x; chatta'ah {khat-taw-aw'} or taJ'x; chatta'th {khat-tawth'}
Meaning:  1) sin, sinful 2) sin, sin offering 2a) sin 2b) condition of sin, guilt of sin 2c) punishment for sin 2d) sin-offering 2e) purification from sins of ceremonial uncleanness
Origin:  from 02398; TWOT - 638e; n f
Usage:  AV - sin 182, sin offering 116, punishment 3, purification for sin 2, purifying 1, sinful 1, sinner 1; 296
[2] Stephen Tong, Dosa, Keadilan dan Penghakiman (Surabaya: Momentum, 2006), 43-46
[3] 771 !wO[' `avon {aw-vone'} or !Aw[' `avown (2 Ki 7:9, Ps 51:5 [7]) {aw-vone'}
Meaning:  1) perversity, depravity, iniquity, guilt or punishment of iniquity 1a) iniquity 1b) guilt of iniquity, guilt (as great), guilt (of condition) 1c) consequence of or punishment for iniquity
Origin:  from 05753; TWOT - 1577a; n m
Usage:  AV - iniquity 220, punishment 5, fault 2, Iniquities + 01697 1, mischief 1, sin 1; 230
[4] Ibid, 46-47
[5]6588 [v;P, pesha` {peh'-shah}
Meaning:  1) transgression, rebellion 1a1) transgression (against individuals) 1a2) transgression (nation against nation) 1a3) transgression (against God) 1a3a) in general 1a3b) as recognised by sinner 1a3c) as God deals with it 1a3d) as God forgives 1a4) guilt of transgression 1a5) punishment for transgression 1a6) offering for transgression
Origin:  from 06586; TWOT - 1846a; n m
Usage:  AV - transgression 84, trespass 5, sin 3, rebellion 1; 93
[6] Ibid., hal 46-47
[7] J.D. Douglas (et.al), Ensiklopedi Alkitab Masa Kini: Jilid 1: A-L (Jakarta: YKBK OMF, 2007), hal 256-260
[8] William Dyrness, Tema-tema Dalam Teologi Perjanjian Lama (Malang: Gandum Mas, 2004), hal 81-92
[9] Kata ini dipakai untuk pengumban yang tidak pernah meleset dalam Hakin-hakim 20:16
[10] J.D. Douglas (et.al), Ensiklopedi Alkitab Masa Kini: Jilid  1: A-L (Jakarta: YKBK OMF, 2007), hal 256-260
[11] Dalam bahasa Ibraninya, pohon ini berarti pengetahuan moral; pada saat seorang anak dapat membedakan antara yang baik dan jahat, maka ia bertanggung jawab secara moral (Yes 7:16). Mungkin pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan yang berdasarkan pengalaman karena kata pengetahuan yang dimaksud dalam bahasa Ibraninya ini adalah pengetahuan yang mendalam.
[12] William Dyrness, Tema-tema Dalam Teologi Perjanjian Lama (Malang: Gandum Mas, 2004), hal 81-92
[13] F.L. Baker, Sejarah Kerajaan Allah I (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), 28
[14] J. Sidlow Baxter, Menggali Isi Alkitab I (Jakarta: YKBK OMF, 2004), hal 35-38
[15] D.E.H. Whiteley dalam karangan George Eldon Ladd, Teologi PB II (Bandung: Kalam Hidup, 2002), 139-140.
[16] J.D. Douglas (et.al), Ensiklopedi Alkitab Masa Kini: Jilid  1: A-L (Jakarta: YKBK OMF, 2007), hal 256-260
[17] William Dyrness, Tema-tema Dalam Teologi Perjanjian Lama (Malang: Gandum Mas, 2004), hal 85
[18] Ibid.,
[19] J. Sidlow Baxter, Menggali Isi Alkitab I (Jakarta: YKBK OMF, 2004), hal 37
[20] I. Snoek, Sejarah Suci (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006), hal 28
[21] Ibid.,
[22] W. Stanley Heath, Tafsir Kitab Kejadian Pasal 1-11 (Yogyakarta: Andi, 2003), hal 55
[23] William Dyrness, Tema-tema Dalam Teologi Perjanjian Lama (Malang: Gandum Mas, 2004), hal 85
[24] Ibid., hal 89-91
[25] F.L. Baker, Sejarah Kerajaan Allah I (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), 27
[26] F.L. Baker, Sejarah Kerajaan Allah I (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), 498-499

1 komentar:

  1. Terimakasih Pak untuk Pengetahuan yang Dibagikan.. Kiranya Tuhan Yesus selalu memberkati

    BalasHapus